• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Syiar

Ini Makna Perintah Zakat Bergandengan dengan Perintah Shalat dalam Islam

Ini Makna Perintah Zakat Bergandengan dengan Perintah Shalat dalam Islam
Ini Makna Perintah Zakat Bergandengan dengan Perintah Shalat dalam Islam (Ilustrasi gambar: NU Online)
Ini Makna Perintah Zakat Bergandengan dengan Perintah Shalat dalam Islam (Ilustrasi gambar: NU Online)

Jelang Hari Raya Idul Fitri umat Islam diwajibkan membayar zakat fitrah. Kewajiban zakat fitrah harus dilakukan oleh setiap orang muslim baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, yang menjumpai bulan Ramadhan dan bulan Syawal.


Begitu pentingnya zakat, Islam menjadikannya sebagai salah satu pilar pokok dalam berislam. Setiap umat Islam yang mampu wajib mengeluarkan zakat sebagai bagian dari pelaksanaan rukun Islam yang ketiga. 


Artinya, dalam urutan rukun Islam, zakat menempati deret rukun setelah shalat, ibadah yang paling ditekankan dalam Islam karena menjadi cermin dari praktik paling konkret penghambaan kepada Tuhan. Al-Qur’an pun sering menggandengkan perintah zakat setelah perintah shalat. 


Sedikitnya ada 24 ayat Al-Qur’an menyebut shalat dan zakat secara beriringan. Contohnya sebagai berikut:  


وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ  


Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku (QS Al-Baqarah [2]: 43) 


وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 


Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah [2]: 110).


إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ


Artinya: Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah) (QS Al-Ma’idah [5]: 55).


Hal ini menandakan bahwa shalat sebagai ibadah spesial seorang hamba kepada Allah tapi tak bisa terlepas dari keharusan untuk peduli pada kondisi masyarakat di sekitarnya. Dengan bahasa lain, umat Islam yang baik adalah mereka yang senantiasa memposisikan secara beriringan antara ibadah individual dan ibadah sosial. Sayangnya, rata-rata tingkat kesadaran untuk berzakat seringkali lebih rendah daripada kesadaran untuk menunaikan shalat. 


Zakat secara bahasa bermakna suci. Harta yang dizakati sesungguhnya dalam rangka proses penyucian atau pembersihan. Tak mengeluarkan sebagian harta yang menjadi hak orang lain ibarat tak membuang kotoran dalam perut bagi orang yang sudah saatnya buang air besar. 


Sebagian kecil harta tersebut selayak kotoran yang bisa jadi menodai keberkahan seluruh harta benda, menjalarkan penyakit tamak, atau menimbulkan keresahan dirinya sendiri dan orang lain. 


Prof Quraish Shihab menyatakan, ada fakta sangat menarik mempelajari ketelitian redaksi Al-Qur’an, menyangkut kewajiban berzakat. Kewajiban tersebut selalu digambarkan dengan kata atu – suatu kata yang dari akarnya dapat dibentuk berbagai ragam kata dan mengandung berbagai makna. 


Makna-maknanya antara lain istiqamah (bersikap jujur dan konsekuen), cepat, pelaksanaan secara amat sempurna, memudahkan jalan, mengantar kepada, seorang agung lagi bijaksana, dan lain-lain. Jika makna-makna yang dikandung oleh kata tersebut dihayati, maka kita akan memperoleh gambaran yang sangat jelas dan indah tentang cara menunaikan kewajiban tersebut. 


Bahasa Al-Qur’an di atas, menurut penulis Tafsir Al-Misbah itu, menuntut kita sebagai umat Muslim agar: 


Pertama, zakat dikeluarkan dengan sikap istiqamah sehingga tidak terjadi kecurangan baik dalam perhitungan, pemilihan dan pembagiannya. 


Kedua, bergegas dan bercepat-cepat dalam pengeluarannya, dalam arti tidak menunda-nunda hingga waktunya berlalu. 


Ketiga, mempermudah jalan penerimaannya, bahkan kalau dapat mengantarkannya kepada yang berhak sehingga tidak terjadi semacam pameran kemiskinan dan tidak pula menghilangkan air muka. 


Keempat, mereka yang melakukan petunjuk-petunjuk ini adalah seorang yang agung lagi bijaksana. Kalau makna-makna di atas diperhatikan dan dihayati dalam melaksanakan kewajiban ini, maka dapat diyakini bahwa harta benda yang dikeluarkan benar-benar menjadi zakat dalam arti “menyucikan” dan “mengembangkan” jiwa dan harta benda pelaku kewajiban ini. 


Demikian makna perintah Allah dalam Al-Quran tentang kewajiban membayar zakat, yang bergandengan dengan perintah melaksanakan shalat, dilansir dari NU Online. Sesungguhnya kesucian jiwa melahirkan ketenangan batin, bukan hanya bagi penerima zakat tetapi juga bagi  pemberinya.


Syiar Terbaru