Yudi Prayoga
Penulis
Melempar jumrah adalah salah satu rukun haji yang wajib dilakukan oleh jamaah haji. Ritual ini melibatkan melemparkan kerikil ke tiga tiang yang melambangkan setan, yaitu jumrah ula, jumrah wustha, dan jumrah aqabah, yang terletak di Mina. Lempar jumrah dilakukan selama empat hari, yaitu tanggal 10 hingga 13 Zulhijah.
Lalu jenis batu apa yang digunakan untuk melontar jamrah?
Dalam mazhab Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, melempar jamrah hanya diperbolehkan menggunakan batu. Artinya menggunakan benda yang tergolong dalam jenis batu-batuan, apapun itu bentuknya. Sedangkan menurut Abu Hanifah, melempar jamrah dapat dilakukan dengan benda apapun yang termasuk bagian bumi, artinya tidak harus dengan batu.
وَلَابُدَّ أَنْ يَكُوْنَ حَجَرًا وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ ... فَيُجْزِئُ الْمَرْمَرُ وَالْبَرَامُ وَالْكَذَانُ وَسَائِرُ أَنْوَاعِ الْحَجَرِ وَمِنْهَا حَجَرُ النُّوْرَةِ قَبْلَ أَنْ يُطْبَخَ وَيَصِيْرَ نُوْرَةً ... وَقَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ اللهُ يُجْزِئُ الرَّمْيُ بِمَا لَا يَنْطَبِعُ مِنْ طَبَقَاتِ الْأَرْضِ كَالزَّرْنِيْخِ وَالنُّوْرَةِ وَنَحْوِهِمَا
Baca Juga
Hukum Menunaikan Haji Berkali-kali
Artinya: Dan harus berupa batu, seperti yang dikatakan imam Malik dan Ahmad ... maka boleh dengan batu pualam, bram, kazan, dan segala jenis batu lainnya, termasuk batu kapur sebelum matang dan menjadi kapur ... Abu Hanifah ra, berkata bahwa boleh melontar dengan sesuatu yang tidak terpatri (dicetak/ dibentuk) dari lapisan bumi, seperti arsenik, kapur, dan sejenisnya (Ar-Rafi’i, Al-Aziz Syarhul Wajiz [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1997] juz III, halaman 437) Dalam kitab Al-Hawi fii Fikih Al-Syafi'i (4/179).
Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan melempar jamrah kecuali dengan sesuatu yang disebut batu, baik batu itu lunak atau keras. Adapun benda-benda yang tidak disebut batu seperti batu bata, tanah liat, plester, kapur, arsen, perak, emas, tembaga dan timah, serta mutiara dan garam, maka tidak boleh digunakan untuk melempar jamrah.
Berpijak pada pendapat Syafi’iyah, tidak ada ketentuan khusus terkait batu yang dapat digunakan untuk melontar jamrah. Sehingga asalkan benda itu disebut batu maka sah untuk digunakan melontar jamrah. Hanya saja terdapat kesunnahan dalam memilih batu yang digunakan, yaitu disunnahkan menggunakan batu kerikil seukuran kacang polong dan suci.
وَالسُّنَّةُ أَنْ يَرْمِيَ بِمِثْلِ حَصَا الْخَذْفِ وَهُوَ دُوْنَ الْأَنْمِلَةِ طُوْلًا وَعَرْضًا فِي قَدْرِ الْبَاقِلَا …وَلَوْ رَمَى بِأَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ أَوْ أَكْثَرَ كُرِهَ وَأَجْزَأَهُ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُوْنَ طَاهِرًا
Artinya: Sunahnya adalah melemparkan sesuatu seperti kerikil yang ukuran panjang dan lebarnya kurang dari seujung jari seukuran kacang polong. Jika seseorang melempar dengan batu yang lebih kecil atau lebih besar maka hukumnya makruh dan tetap sah. Dan disunnahkan menggunakan batu yang suci (Ar-Rafi’i, Syarhul Wajiz, juz III, halaman 437).
Selain itu, batu-batu yang makruh namun sah untuk digunakan antara lain batu yang najis, batu yang diambil dari tanah halal atau dari masjid dan batu yang sudah digunakan untuk melontar jamrah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Zakariya Anshari:
Baca Juga
Berikut 6 Rukun dalam Ibadah Haji
وَيَكْفِي حَجَرُ النُّورَةِ قَبْلَ الطَّبْخِ وَيُسَنُّ أَنْ يَرْمِيَ بِقَدْرِ حَصَا الْخَذْفِ وَهُوَ قَدْرُ الْبَاقِلَا وَيُكْرَهُ أَنْ يَرْمِيَ بِأَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ أَوْ أَكْبَرَ وَبِالْمُتَنَجِّسِ وَبِالْمَأْخُوذِ مِنْ الْحِلِّ أَوْ مِنْ الْمَسْجِدِ أَيْ : إنْ لَمْ يَكُنْ جُزْءًا مِنْهُ وَإِلَّا حَرُمَ وَبِالْمَرْمِيِّ بِهِ لِمَا قِيلَ : إنَّ الْمَقْبُولَ يُرْفَعُ وَالْمَرْدُودَ يُتْرَكُ فَإِنْ رَمَى بِشَيْءٍ مِنْهَا جَازَ .
Artinya: Cukup melempar batu kapur sebelum dimasak, dan disunnahkan melempar batu sebesar kerikil yang seukuran kacang polong, dan makruh melempar dengan batu yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar. Makruh melempar dengan batu yang najis, dan dengan batu yang diambil dari tempat halal atau dari masjid, yaitu jika itu bukan bagian dari masjid, jika itu bagian masjid maka hukumnya haram, dan makruh dengan batu yang sudah dilemparkan, karena dikatakan: sesungguhnya batu yang diterima itu diangkat dan yang ditolak itu ditinggalkan, kemudian jika dia melempar dengan batu-batu yang dimakruhkan tadi, maka diperbolehkan/ sah (Zakariya Al-Anshari, Ghurarul Bahiyah Syarhul Bahjah [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1997] juz VIII, Halaman 46).
Maka dari itu, kriteria batu kerikil yang digunakan melontar jamrah, menurut Imam Syafi’i, Malik dan Ahmad adalah segala benda yang disebut termasuk dari jenis batu-batuan, dan disunnahkan batu itu seukuran kacang polong, suci, tidak dari masjid, serta belum digunakan untuk melempar jamrah. Sedangkan menurut Abu Hanifah melempar jamrah dapat dilakukan dengan segala benda yang termasuk dalam bagian bumi dan tidak harus berupa batu.
Demikianlah penjelasan tentang kriteria atau ciri-ciri batu yang bisa digunakan untuk melempar jumrah. Aturan tersebut yang dilansir dari NU Online merupakan bagian dari ibadah haji.
Terpopuler
1
Shalat Idul Adha Jatuh pada Hari Jum’at, Apakah Tetap Shalat Jumat?
2
Peserta Membeludak, Pelatihan Kang Jalal LTMNU Pringsewu Berlangsung Sukses
3
Berikut Ini 6 Hari Istimewa di Bulan Dzulhijjah
4
Pelatihan Kang Jalal NU Pringsewu: Sembelihan Kurban Harus Baik dan Halal, Ini Alasannya
5
Khutbah Idul Adha: Marilah Kita Belajar Ketegaran Jiwa dari Nabi Ismail
6
Budi Hadi Yunanto Dorong Percepatan Perbaikan Jalan untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi Lampung
Terkini
Lihat Semua