Syiar

Hukum Sujud di Tempat Empuk dalam Shalat: Pendapat Ulama dan Dalilnya

Jumat, 18 Oktober 2024 | 14:00 WIB

Hukum Sujud di Tempat Empuk dalam Shalat: Pendapat Ulama dan Dalilnya

Ilustrasi sujud (Foto: NU Online)

Shalat merupakan ibadah ritual yang dilakukan oleh umat Muslim setiap hari. Shalat juga merupakan salah satu dari rukun Islam yang harus dilaksanakan dan memiliki lima waktu tertentu dalam sehari, seperti Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.


Ibadah ini meliputi serangkaian gerakan dan bacaan, yang dimulai dengan niat dan diakhiri dengan salam. Shalat berfungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampunan, dan meminta petunjuk serta keberkahan. Selain itu, shalat juga berperan dalam membentuk disiplin dan keharmonisan sosial di antara umat Muslim.


Dalam shalat harus terpenuhi syarat dan rukunnya, sehingga shalat menjadi sempurna dan sah. Salah satunya sujud di tempat yang bertemu langsung dengan bumi atau lewat perantara yang nantinya jika dirunut ke bawah akan bertemu (muttashil) dengan bumi.  


Umumnya kita sujud di atas tanah atau benda lainnya yang keras dan tidak goyah, seperti di lantai masjid, ambal, kayu, batu dan sebagainya. Lalu bagaimna jika kita sujud di tempat yang lunak/empuk seperti kasur, matras, selimut dan lain-lain?


Dilansir dari NU Online, pernyataan tersebut dijelaskan oleh Syekh Zinuddin Al-Maliabari dalam Fathul Muin juz 1  halaman 190:


قال: (و) سابعها: (سجود مرتين) كل ركعة، (على غير محمول) له، (وإن تحرك بحركته) ولو نحو سرير يتحرك بحركته لانه ليس بمحمول له فلا يضر السجود عليه، كما إذا سجد على محمول لم يتحرك بحركته كطرف من ردائه الطويل.


Artinya: Rukun yang ketujuh adalah sujud dua kali setiap rakaat pada benda yang tidak (tergolong) dibawa olehnya, meskipun benda tersebut bergerak dikarenakan gerakannya. Seperti sujud di ranjang (kasur) yang ikut bergerak seiring dengan bergeraknya orang yang shalat, sebab ranjang bukan termasuk kategori benda yang dibawa oleh orang yang shalat, maka sujud pada ranjang tersebut tidak masalah, seperti halnya sujud pada benda yang dibawa oleh orang yang shalat, namun tidak ikut bergerak seiring dengan gerakannya orang yang shalat. Seperti sujud pada ujung selendang yang sangat panjang (Syekh Zinuddin Al-Maliabari, Fathul Muin, juz 1  hal. 190) 


Berdasarkan referensi di atas, dapat diambil pemahaman bahwa shalat di atas benda yang empuk, adalah hal yang diperbolehkan dan tidak berpengaruh dalam keabsahan shalat, sebab tidak termasuk kategori benda yang dibawa dan juga jika dirunut ke bawah nantinya bertemu langsung (muttasil) dengan bumi. Sehingga baik syarat yang pertama ataupun yang kedua sama-sama terpenuhi.  


Namun meski diperbolehkan melakukan shalat di tempat empuk ini, orang yang shalat mesti berhati-hati dalam melaksanakan rukunnya, terlebih pada saat sujud, sebab dalam sujud diwajibkan menjaga tujuh anggota sujud agar tetap ditempelkan pada tempat shalat saat sujud sedang berlangsung. 


Tujuh anggota tersebut adalah dahi, dua tangan, dua lutut dan jari-jari dari dua kaki. Sebab umumnya benda yang empuk dianggap lebih sulit dalam hal menjalankan agar tujuh anggota sujud ini menempel pada tempat sujud secara sempurna.


Selain itu perlu juga untuk menjaga kekhusyu’an shalatnya, sebab kadang seringkali orang yang shalat di tempat empuk lebih merasa nyaman dan terlena hingga penghayatan pada makna shalat menjadi terbengkalai.