• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Syiar

Bagaimana Hukum Puasa Setelah Nisfu Sya'ban?

Bagaimana Hukum Puasa Setelah Nisfu Sya'ban?
Bagaimana Hukum Puasa Setelah Nisfu Syaban (Ilustrasi foto: NU Online).
Bagaimana Hukum Puasa Setelah Nisfu Syaban (Ilustrasi foto: NU Online).

Kita sudah melewati malam Nisfu Sya’ban, yang jatuh pada Sabtu malam Ahad, 24 Februari 2024. Berbagai amalan telah dilakukan umat Islam pada malam tersebut, di antaranya membaca surat Yasin, istighfar, shalawat, dan berdoa. Kemudian pada siang harinya, pada pertengahan bulan Sya’ban ini, melaksanakan puasa sunnah.


Banyaknya amalan yang dilakukan umat Islam karena banyak sekali keutamaan pada malam tersebut. Di antaranya sebagai malam pengampunan, malam penuh berkah, dan malam dikabulkannya doa. Pada bulan Sya’ban juga kita dianjurkan untuk melakukan puasa sunnah. Hal itu sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.


Menurut pengakuan ‘Aisyah ra,”  Hanya di bulan Ramadhan Nabi Muhammad berpuasa satu bulan penuh dan saya tidak melihat Beliau sering puasa kecuali di bulan Sya’ban” (HR Al-Bukhari).  Dalam hadits lain, Rasulullah saw mengatakan bahwa puasa Sya’ban itu untuk mengagungkan Ramadhan (HR At-Tirmidzi).


Puasa Setelah Nisfu Sya’ban

Pertanyaannya, setelah melewati Nisfu Sya’ban, apakah masih diperbolehkan puasa sunnah? Mazhab Syafi'i melarang puasa setelah nisfu (pertengahan) Sya’ban, mulai tanggal 16 hingga tanggal 29 atau 30. Ada dua pandangan yang melatari keharaman puasa di tanggal-tanggal tersebut. 


Pertama, hari-hari setelah nisfu Sya’ban merupakan hari syak atau hari keraguan mengingat sebentar lagi akan menginjak bulan Ramadhan. Hal ini dikhawatirkan orang yang berpuasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar bahwa sebenarnya sudah memasuki bulan Ramadhan.


Kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa hari-hari itu merupakan waktu yang bisa digunakan untuk persiapan menjalani puasa di bulan Ramadhan.


Namun, keharaman puasa di tanggal tersebut tidak berlaku bagi enam orang, yakni mereka yang biasa melakukan (1) puasa dahr (puasa setahun penuh), (2) puasa Senin dan Kamis, (3) puasa Daud (sehari buka sehari puasa), (4) puasa nadzar, (5) puasa qadha, dan (6) puasa kafarat. Syarat puasa di tanggal tersebut telah melaksanakan puasa sebelum Nisfu Sya'ban.


Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadis munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:


وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر


Artinya: Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadits larangan puasa setelah Nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar. 


Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah Nisfu Sya’ban, karena mereka berpeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadits larangan puasa setelah nisfu Sya’ban.


Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa senin kamis, puasa daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadha puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa Nisfu Sya’ban.
 


Syiar Terbaru