• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Syiar

Alasan Mengapa Islam Melarang Umatnya Mencela Makanan

Alasan Mengapa Islam Melarang Umatnya Mencela Makanan
Umat Islam tidak dianjurkan untuk mencela makanan (Foro: NU Online)
Umat Islam tidak dianjurkan untuk mencela makanan (Foro: NU Online)

Makanan merupakan rahmat dan anugerah dari Allah swt, begitu juga minuman. Karena makanan merupakan dasar pokok kehidupan manusia (primer). 


Dengan hukum alam (sunnatullah), manusia akan binasa ketika tidak makan dan minum dalam jangka waktu yang lama. Itulah kenapa, agama Islam sangat menghargai sebuah makanan. 


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan pernah lepas dari segala aktivitas primer, seperti makan, minum, tidur, berjalan, berbicara, buang air dan lain-lain. Semua aktivitas tersebut membutuhkan adab atau tata cara yang baik dan benar, begitupun aktivitas yang berkaitan dengan makan. 


Salah satu bentuk adab atau tata krama yang wajib diperhatikan dalam makan adalah adanya larangan untuk mencela (menghina) makanan. Karena makanan itu sangat mulia. 


Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:


مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ


Artinya: Nabi saw tidak pernah mencela makanan sekalipun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya) (HR. Bukhari no 5409 dan Muslim no 2064).


Dari hadits Nabi di atas, diperlihatkan begitu mulianya akhlak Nabi terhadap sebuah makanan. Jika suka dan berkenan maka dimakan, jika tidak, maka cukup meninggalkan dan tidak mencelanya. 


Mencela makanan bisa dengan berbagai cara, salah satunya seperti mengatakan "makanan ini sangat asin", "makanan ini tidaklah enak", "makanan ini tidak layak dihidangkan", dan lain sebagainya dengan komentar dan hinaan yang menyakitkan. Yang lebih parah lagi, sampai membuang makanan yang masih layak. 


Seyogyanya, kita sebagai makhluk yang menerima rezeki makanan, hendaknya menyadari betapa besarnya nikmat makanan dari Allah swt yang diberikan kepada kita. Sehingga kita dapat makan, melangsungkan hidup untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah swt. 


Selalu bersyukur kepada-Nya, merupakan akhlak yang mulia. Karena ketika kita bersyukur atas pemberian-Nya, maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Dan apabila mengingkari (kufur) atas nikmat-Nya, maka Allah akan menambahkan siksa yang pedih.


Sebagaimana Allah swt berfirman di dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 7:


وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ


Wa idz ta’adzdzana robbukum lain syakartum laazidannakum walain kafartum inna adzabi lasyadid.


Artinya: Dan (ingatlah) tatkala Pemelihara kalian mengumumkan bahwasanya jika kalian bersyukur, maka sungguh Aku akan tambah untuk kalian (akan nikmat). Dan jika kalian kufur, sesungguhnya siksa-Ku sangatlah pedih (QS Ibrahim: 7).


Maka dari itu, menghargai makanan merupakan akhlak yang mulia, sedang mencaci maki makanan merupakan akhlak yang rendah. 


Kita sudah diberi rezeki oleh Allah swt, dan bisa makan setiap hari, itu sudah luar biasa. Di luar sana, masih banyak hamba Allah yang kelaparan dan makan makanan yang tidak enak, bahkan tidak layak sama sekali. 


(Yudi Prayoga)


Syiar Terbaru