• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 19 Mei 2024

Syiar

3 Cara Mengungkapkan Rasa Syukur kepada Allah

3 Cara Mengungkapkan Rasa Syukur kepada Allah
3 Cara Mengungkapkan Rasa Syukur kepada Allah (Foto: NU Online)
3 Cara Mengungkapkan Rasa Syukur kepada Allah (Foto: NU Online)

Sebagai manusia kita harus banyak bersyukur dalam menjalani hidup ini. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt agar kita semua bersyukur kepada-Nya. Syukur mengandung pengertian rasa terima kasih kepada Allah.


Perintah ini tidak berarti bahwa Allah membutuhkan ungkapan syukur dari manusia. Tanpa kita bersyukur kepada-Nya, Allah tetaplah Tuhan yang Maha Kaya, Terpuji dan Berkuasa atas seluruh alam ini. Perintah syukur itu  sesungguhnya untuk kepentingan dan kebaikan manusia sendiri sebab Allah akan menambah nikmat-Nya kepada manusia apabila manusia bersyukur.


Hal itu sesuai firman Allah dalam surat Luqman, ayat 12, berfirman: 


 أَنِ اشْكُرْ للهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ 


Artinya: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.


Kemudian dalam surat Ibrahim, ayat 7:


  لَئِنْ شَكَرْتُمْ لاَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ  


Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.


Azab yang dimaksud dalam ayat tersebut bisa berupa siksaan di neraka kelak. Bisa juga berupa perasaan yang tidak tenang karena diliputi rasa iri, mudah mengeluh, dan tidak puas atas apa yang didapatkan dalam hidup ini. Perasaan itu bisa berkembang menjadi tidak tenteram bahkan stres berkepanjangan.


Dilansir dari NU Online, bersyukur kepada Allah swt sesungguhnya tidak cukup hanya mengucapkan “alhamdulillah” saja. Setidaknya ada tiga cara mengungkapkannya sebagai berikut:  


Pertama, melalui aktivitas lisan. Dalam aktivitas lisan ini, ucapan “alhamdulillah” adalah hal minimal yang harus kita lakukan. Aktivitas lain adalah berkata yang baik-baik. 


Orang yang bersyukur kepada Allah akan selalu menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik. Mereka senantiasa memohon ampunan kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt dalam surat Ali Imran, ayat 133:  


وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ


Artinya:  Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu. 


Kedua, melalui aktivitas hati. Syukur bisa diwujudkan dalam bentuk perasaan senang, ikhlas dan rela dengan apa sudah yang ada. Orang-orang bersyukur tentu lebih mudah mencapai bahagia dalam hidupnya terlepas apakah mereka termasuk orang sukses atau belum sukses. 


Syukur tidak mensyaratkan sukses dalam hidup ini, sebab kenikmatan yang diberikan Allah swt kepada manusia takkan pernah bisa dihitung. Manusia takkan pernah mampu menghitung seluruh kenikmatan yang telah diberikan Allah swt kepada setiap hamba-Nya.


Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13, bertanya kepada manusia: 


فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ


Artinya:  Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?


Ayat tersebut diulang berkali-kali dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat yang sama, yakni Ar-Rahman. Pengulangan ini tentu bukan tanpa maksud. Allah menantang kepada manusia untuk jujur dalam membaca dan menghitung kenikmatan yang telah Dia berikan. 


Bagaimana kita bisa bernapas, bisa melihat dan mendengar serta bagaimana kita bisa merasakan dengan pancaindra kita. Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu saja kita sudah tidak mampu menghitung berapa kenikmatan yang terlibat di dalamnya. Maka barangsiapa tidak bersyukur kepada Allah, sesungguhnya dia telah kufur atau mengingkari kenikmatan-kenikmatan yang telah diterimanya dari Allah swt. 


Ketiga, melalui aktivitas fisik. Aktivitas fisik atau perbuatan nyata terkait dengan syukur bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, baik melibatkan orang lain atau hanya melibatkan diri sendiri. Yang terkait dengan orang lain misalnya seperti berbagi rejeki, ilmu pengetahuan, kegembiraan dan sebagainya. 


Contohnya saja, kita sering menerima undangan syukuran. Ini adalah contoh syukuran dalam bentuk perbuatan nyata di mana yang punya hajat berbagi rezeki kepada para tamu dengan memberikan jamuan makan dan minum.


Jamuan ini menjadi sedekah yang tentu saja bernilai pahala. Undangan-undangan semacam ini tentu memilki dasar yang kalau kita telusuri akan kita temukan dalam surat Adh-Dhuha, ayat 11:


 وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ


Artinya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.


Perintah berbagi kenikmatan dengan orang lain dimaksudkan mereka juga ikut merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Ini sering disebut dengan tahadduts binni’mah. Namun pelaksanaannya tidak berlebihan dan harus dilakukan dengan niat ikhlas. Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah tidak ada niat lain kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah swt.


Kemudian ungkapan syukur dalam bentuk perbuatan nyata dan hanya melibatkan diri sendiri bisa diwujudkan dalam bentuk meningkatkan intensitas beribadah. Hal ini biasa dilakukan Nabi Muhammad saw secara istiqamah dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun beliau sudah dijamin masuk surga, beliau tetap rajin beribadah melebihi siapapun di dunia ini.


Orang-orang yang bersyukur kepada Allah tentu memiliki jiwa yang ikhlas, tenang, dan lebih tenteram dalam menjalani hidup. Syukur menjadikan kita sebagai manusia yang sabar, karena bersyukur butuh kesabaran, dan sabar perlu keikhlasan. Itu artinya, syukur, sabar dan ikhlas sesungguhnya saling berkaitan.
 


Syiar Terbaru