• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 23 April 2024

Keislaman

Tetaplah Shalat Meski Seorang Pendosa

Tetaplah Shalat Meski Seorang Pendosa
ilustrasi seorang sedang shalat
ilustrasi seorang sedang shalat

SHALAT merupakan aktivitas yang sangat penting bagi umat Muslim, sesuai dengan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar Ra,  “Islam dibangun di atas lima perkara yaitu bersyahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji (bila mampu), dan berpuasa di bulan Ramadhan.” 

 

Mendirikan ibadah shalat lima waktu merupakan kewajiban setiap umat Islam yang sudah dewasa (mukallaf). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa [4]: 103).

 

Dalam ayat lain Allah berfirman: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS Al-Baqarah [2]: 43).

 

Selain kedua ayat di atas, masih banyak penegasan Allah dalam Al Quran yang memerintahkan umat Islam untuk mendirikan shalat. Misalnya, sebagaimana terdapat dalam surah Al-Baqarah [2]: 83, 110, Al-Isra [17]: 78, Al-Ankabut [29]: 45, Yunus [10]: 87, Thaha [20]: 14, ar-Ruum [30]: 31, Luqman [31]: 17, Al-Ahzab [33]: 33.

 

Shalat lima waktu hukumnya wajib. Orang yang mengerjakannya akan mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya mendapat berdosa. Karena sesungguhnya, shalat itu merupakan puncak dari segala ibadah.

 

Selain itu shalat juga menjadi keberlangsungan eksistensi agama Islam di muka bumi. Itulah kenapa dalam hadist riwayat An-Nafilah fii Ahaadits Adh-Dhoifah karya Syaikh Abu Ishaq Al Huwainy, Rasulullah menegaskan:

 

Assholatu 'imaduddin Faman aqomaha waqod aqomaddin Faman tarokaha waqod hadamaddin".

 

Artinya: “Sholat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya”.

 

Dari redaksi hadits di atas dapat disimpulkan bahwa jika umat muslim meninggalkan shalat berarti ia meruntuhkan agama, menghilangkan eksistensi umat Islam. Karena logikanya untuk apa beragama Islam jika tidak menjalankan rukun Islam.

 

Banyak orang Islam yang hanya mengaku-ngaku, tetapi banyak yang tidak melaksanakan shalat lima waktu. Karena sesungguhnya meninggalkan shalat termasuk perbuatan maksiat kita kepada Allah Swt. 

 

Shalat juga menjadi titik dari mendidik manusia menjadi baik. Andaikata ada orang yang rajin shalat tetapi masih maksiat, tetaplah harus shalat jangan sampai tidak, dan jangan sampai berhenti dari meminta rahmat dan ampunan Allah. Semaksiat-maksiatnya kita, sebejat-bejatnya kita tetaplah shalat, karena dengan cara apalagi kita harus bertaubat kepada Allah, meminta ampun dan membersihkan jiwa dari dosa-dosa. 

 

Tidak ada yang lebih mulia dan indah dari pada dunia dan seisinya kecuali dengan shalat. Bahkan yang pertama kali akan ditanya setelah mati adalah shalatnya. 

 

Perbaikilah shalat kita, secara fiqih (dohir) mulai dari bacaan shalat, rukun bacaan Fatihah, syarat sah shalat, apa saja yang membatalkan shalat, dan lain-lain. Selain memperbaiki shalat secara fiqih atau dhohir, perbaiki juga shalat kita secara hakikat atau bathin

 

Mempelajari apa itu ikhlas, tuma’ninah, totalitas penghambaan, dan rendah diri. Ikhlas ketika shalat tidak terpikir hutang, sendal, iuran dan segala aktivitas duniawi lainnya.

 

Bisa jadi ketika kita sudah shalat tetapi masih terbersit untuk maksiat, mungkin disebabkan karena belum menyempurnakan shalat secara dohir dan batin. Karena menyempurnakan shalat itu penting, bukan yang penting shalat.

 

Biasanya di kehidupan masyarakat ada dua karakter manusia beragama. Pertama, ada yang rajin shalat tetapi masih mencuri, berzina, ribut dengan tetangga, dll. Kedua,  ada yang jarang shalat bahkan sering tidak shalat, tetapi dengan tetangga baik, tidak mencuri, sering shadaqah, dll. 

 

Mana yang paling baik. Kadang kita bingung harus menilai baik yang mana. Jawabannya, Islam mengajarkan untuk baik kedua-duanya, karena Islam mengajarkan baik secara vertikal juga horizontal. Hubungan dengan Allah baik, hubungan dengan sesama makhluk-Nya juga baik. Keduanya tidak bisa dipisahkan untuk menilai kebaikan. Harus menyatu saling melengkapi. 

 

Islam tetap mengajarkan bahwa kita harus melaksanakan shalat dalam keadaan apapun. Baik ketika sehat maupun sakit. Ketika tidak mampu berdiri maka diperbolehkan shalat dengan duduk. 

 

Ketika tidak mampu dengan duduk maka diperbolehkan dengan tidur. Jika tidak mampu dengan gerakan ketika tidur, maka diperbolehkan shalat dengan isyarat gerakan mata. Alangkah Islam sangat mempermudah dan mentoleransi umatnya untuk shalat. 

 

Tidak hanya keringanan dalam gerakan shalat, Allah juga sangat memudahkan umat Islam untuk mengerjakan shalat dimanapun tempatnya asalkan suci dan menghadap kiblat. Bahkan ketika di atas kendaraan darat, laut atau udara, Islam masih meringankan shalat untuk menghadap sesuai menghadapnya kendaraan tersebut. Alangkan mudah dan indahnya Islam dalam mengatur shalat hambanya. 

 

Karena dalam Islam meninggalkan shalat dengan sengaja merupakan haram hukumnya, kecuali udzur. Dalam kitab Safinatun Najah karangan Syekh Salim bin Samir, pada pasal ke 22 menyebutkan bahwa udzurnya shalat itu ada ada dua. 

 

Pertama lupa, kedua tidur. Yang pertama benar-benar tidur dan tidak terjaga (ngelilir) membuka mata sekejap atau tidak bangun sama sekali. Yang kedua memang benar-benar lupa sampai habis waktu shalat. Hal ini Islam masih mentolelir dengan cara cukup mengganti (mengqadla) shalatnya. 

 

Salah satu tanda-tanda hati yang mati yakni sengaja meninggalkan shalat dan ketika terlewat waktu karena udzur tidak ada niatan mengganti shalat (mengqadla). Dan semua itu termasuk ke dalam perbuatan maksiat. Jangan sampai dengan manusia sudah bermaksiat (horizontal), dengan Allah juga bermaksiat (vertikal). 

 

Percuma jika hidup 100 tahun tetapi tidak shalat. Atau traveling sampai ke luar negeri yang jaraknya bermil-mil ia mampu. Tetapi untuk melangkahkan kakinya ke  masjid yang jaraknya hanya 10 meter ia tidak mampu. Jangan sampai ketika sehat tidak mau shalat. Ketika esok ingin shalat tetapi ia sakit. Esoknya lagi ia di shalatkan. 

 

Orang yang hatinya hidup ia akan gelisan jika belum melaksanakan shalat. Andaikata ia tertidur atau lupa ia akan cepat menggantinya. Jika sedang jalan-jalan belum shalat ia pun akan gelisah dan jika terlewat ia akan menyesal. 

 

Jangan sampai selama kita hidup dan memeluk agama Islam dengan sengaja meremehkan shalat dan menganggap shalat tidak ada apa-apanya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani melalui sahabat Anas Ibn Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda:

 

مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدا فَقَدْ كَفَرَ جِهاراً


Man taraka shalatan muta'an bidan, faqad kafara jihara

 

Siapa yang meninggalkan shalat karena sengaja, maka sungguh ia telah kafir secara tegas.”

 

Hadits di atas dihukumi shahih oleh imam As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Jami’ Al-Shaghir.

 

Sampai dalam urusan jodoh pun yang wajib pertama dilihat yakni shalatnya. Jika mencari calon menantu, lihatlah bagaimana shalatnya, bagaimana shalat kedua orang tuanya. Karena didikan anak untuk shalat di mulai dari keluarganya. KH. Bahauddin Nursalim mengungkapkan mencari kriterian calon istri tidak usah ribet-ribet asal dia masih mau sujud kepada Allah itu sudah baik. 

 

Dalam Islam anak yang sudah berumur tujuh tahun wajib diajari shalat. Andaikata mereka meninggalkannya maka wajib ditegur. Namun kadangkala sering di dalam keluarga, banyak orang tua yang menyuruh anaknya shalat tetapi justru orang tuanya tidak. 

 

Banyak orang tua yang memondokkan anaknya ke pesantren untuk dididik agama, supaya menjadi baik, namun banyak yang gagal. Anaknya banyak melanggar kebijakan pesantren dan tidak betah, karena orang tuanya di rumah tidak shalat dan mendoakan anaknya. 

 

Di pondok memang bisa menjadi baik, karena habitat pesantren dalam shalat ketat. Tetapi tidak menjamin ketika di rumah mereka shalat, karena meniru melihat ortunya tidak shalat. 

 

Yudi Prayoga, Alumni Pondok Pesantren Al-Wafa Cibiru Hilir Kab. Bandung
 


Keislaman Terbaru