Polemik Penentuan 1 Muharram 1446 H di Indonesia, NU tetap Konsisten dengan Rukyatnya
Senin, 8 Juli 2024 | 15:21 WIB
Yudi Prayoga
Penulis
Peristiwa 1 Muharram yang berarti menjadi tahun baru Hijriah 1446 kemarin memiliki sedikit polemik dan konflik. Hal ini sangat mengejutkan banyak orang, termasuk warga Nahdlatul Ulama (NU) sendiri.
Sebab di beberapa daerah sudah mulai mengadakan berbagai aktivitas, seperti doa akhir dan awal tahun, selametan, nambak desa, istighotsah, pawai obor dan sebagainya.
Ketika acara penyambutan 1 Muharram 1446 yang bertepatan pada hari Sabtu malam 7 Juli 2024 M sudah berjalan, ternyata Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengumumkan berbeda, tahun baru Hijriah jatuh pada hari Ahad malam 8 Juli 2024 M, dengan alasan pada hari Sabtu hilal tidak berhasil dirukyat (dilihat).
Baca Juga
Cara Menentukan Awal Bulan Ramadhan 2022
Rukyat merupakan salah satu metode penentuan awal bulan, selain hisab dalam kalender Hijriah. Kata rukyat sendiri bermakna melihat dengan mata dan hilal berarti bulan sabit.
Penentuan puasa awal Ramadhan dengan metode ini artinya didasarkan pada penglihatan dan pengamatan bulan secara langsung yang berbentuk sabit atau belum terlihat bulat dari bumi.
Penundaan 1 Muharram kemarin menjadikan polemik dan kontroversi di media sosial, sebab banyak yang mencaci maki Nahdlatul Ulama karena dianggap tidak konsisten. Justru menurut penulis, NU itu sangat ilmiah, karena sejak dahulu NU selalu berpatokan terhadap rukyat.
NU juga tidak anti terhadap hisab (metode penentuan awal bulan Hijriah dengan menghitung atau perhitungan angka) yang umumnya dijadikan patokan oleh Muhammadiyah, hanya saja metode hisab bagi NU merupakan pendukung, bukan keputusan yang menjadikan final.
Lalu, apakah penentuan awal bulan Hijriah, salah satunya bulan Muharram menggunakan rukyat itu sepenuhnya dibenarkan? Apakah konsistensi NU dengan metode rukyat memiliki landasan yang benar secara ilmu fiqih?
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin jilid 1 halaman 223 dikatakan bahwa metode rukyat boleh digunakan untuk menentukan setiap awal bulan, bukan hanya Ramadhan:
(مسألة : ك) : لا يثبت رمضان كغيره من الشهور إلا برؤية الهلال أو إكمال العدة ثلاثين بلا فارق ، إلا في كون دخوله بعدل واحد ، وأما ما يعتمدونه في بعض البلدان من أنهم يجعلون ما عدا رمضان من الشهور بالحساب ، ويبنون على ذلك حل الديون والتعاليق ، ويقولون اعتماد الرؤية خاص برمضان فخطأ ظاهر ، وليس الأمر كما زعموا وما أدري ما مستندهم في ذلك.
Artinya: Imam Al-Kurdi: Ramadhan dan bulan lainnya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan rukyat hilal atau menggenapkan 30 hari, tanpa perbedaan. Kecuali masuknya bulan dengan 1 orang yang dipercaya. Sedangkan orang-orang yang berpedoman di sebagian negara bahwa selain Ramadhan menggunakan hisab dan dijadikan sebagai batas masuknya hutang dan lainnya, serta berpedoman rukyat hanya tertentu dengan Ramadan adalah kesalahan yang nyata. Tidak seperti itu. Saya tidak tahu dalil pedoman mereka dalam masalah ini (Bughyah, 1/223).
Dari penjelasan di atas, bisa diambil hikmah bahwa Nandlatul Ulama tetap konsisten dengan rukyat di setiap bulan, ini merupakan metode ilmiah dan sangat ilmiah, karena empiris, menggunakan panca indra.
Jika ada asumsi suatu masalah atau penetapan sudah terlanjur keliru dan berubah, maka itu suatu hal yang wajar, karena ulama, kiai dan ilmuan merupakan manusia, sedangkan manusia tidak luput dari kesalahan dan lupa. Sedangkan kebenaran muthlak dan sumber ilmu hanya Allah swt semata.
(Yudi Prayoga)
Terpopuler
1
Gus Ulil Tidak Sedang Membela Tambang
2
KH Saifuddin Zuhri dan KH Muhtar Ghozali Terpilih Jadi Rais dan Mudir JATMAN Lampung pada Muswil 2025
3
GP Ansor Way Kanan Gelar PKD, Tingkatkan Kapasitas dan Kualitas Kader
4
Ketua PWNU Lampung: Santri Harus Siap Menanggung Pahitnya Belajar Demi Terangnya Masa Depan
5
Marindo Kurniawan Dilantik menjadi Sekdaprov Lampung, Ini Daftar Karir dan Penghargaan yang Pernah Diraih
6
Ketua PWNU Lampung: Thariqah Jadi Penyejuk dan Penuntun Umat dalam Menjawab Keresahan Zaman
Terkini
Lihat Semua