Syiar

Perbedaan Antara Agama dan Budaya dalam Hadits Nabi

Kamis, 3 Oktober 2024 | 08:45 WIB

Perbedaan Antara Agama dan Budaya dalam Hadits Nabi

Ilustrasi tulisan Arab Rasulullah (Foto: NU Online)

Ulama bersepakat bahwa Al-Qur’an dan hadits adalah dua sumber utama ajaran Islam. Seorang Muslim yang ingkar kepada salah satu dari keduanya adalah sesat. Karena terdapat banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan seorang Muslim berkewajiban untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya baik berupa perintah maupun larangan.


Nabi Muhammad saw merupakan utusan yang mengajarkan kebaikan kepada umat manusia, baik itu lewat ucapan, perbuatan, ketetapan dan segala sesuatu yang melekat dengan diri Nabi saw. 


Akan tetapi apakah mengikuti seluruh dari Nabi adalah keharusan yang wajib. Dan apakah semua yang berasal dari Nabi merupakan syariat?


Dilansir dari NU Online, Nabi Muhammad saw adalah orang Arab yang tidak terlepas dari unsur-unsur budaya Arab pada masa beliau hidup. Hal ini tentu memengaruhi pembacaan kita atas hadits. Dalam kajian ilmu hadits, tidak semua hadits itu merupakan sunnah. Karena ada sebagian hadits yang sekadar menjelaskan budaya Arab pada saat itu.   


Kiai Ali Mustafa Yaqub memberikan pandangan dalam memahami hadits diharuskan bisa memisahkan antara budaya dan sunnah Rasulullah saw. Dalam karyanya yang berjudul at-Thuruq as-Shahihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah disebutkan beberapa kiat untuk membedakan antara agama dan budaya dalam sabda Rasulullah saw (Ali Mustafa Yaqub, at-Thuruq as-Shohihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah, [Ciputat: Maktabah Darus-Sunnah, 2016], h. 103).


Pertama, ajaran agama Islam hanya dilakukan oleh kaum Muslimin. Hal ini berbeda dengan budaya yang selain kaum Muslimin pun melakukannya. Sebut saja serban. Serban merupakan budaya Arab. Hal ini bisa dibuktikan bahwa serban tidak hanya dipakai kaum Muslimin pada saat itu. Bahkan pesohor kafir Quraisy seperti Abu Jahal pun memakainya.   


Kedua, ada beberapa budaya yang hadir sebelum munculnya Islam. Seperti al-jummah pada rambut kepala yang terus berlanjut hingga Islam datang. Hal ini tentu berbeda dengan agama yang muncul setelah Islam datang. Karena syariat atau agama hanya ada setelah datangnya Islam.   


Ketiga, ada beberapa budaya yang muncul sebelum Islam datang. Namun setelah datang Islam, turunlah wahyu dari Allah swt. Maka, walaupun hal tersebut ada sebelum Islam datang, namun keberadaanya menjadi syariat berdasarkan wahyu yang diturunkan. Sebagaimana perhitungan bulan Qamariyah dan manasik Haji.   


Dahulu sebelum Islam datang, keduanya adalah budaya jahiliyah dan syariat Nabi Ibrahim as. Ketika Islam datang dan menetapkan hal tersebut, maka hal itu menjadi bagian dari syariat Islam. Kaum Muslimin yang menggunakan bulan qamariyah tidak lantas mengikuti budaya jahiliyah, melainkan mengamalkan ajaran syariat Islam.   


Hal ini diperkuat dengan pendapat Imam Muslim (w. 256 H) yang membuat bab khusus dalam Shahihnya dengan judul:


باب وُجُوبِ امْتِثَالِ مَا قَالَهُ شَرْعًا دُونَ مَا ذَكَرَهُ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَعَايِشِ الدُّنْيَا عَلَى سَبِيلِ الرَّأْىِ


Artinya: Bab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya (Abû al-Hajjâj Muslim, Saḥiḥ Muslim, [Beirut: Dâr al-Jîl, t.t], j. 7, h. 95)   


Imam al-Nawawi dalam kitab al-Minhaj Syarh Sahih Muslim, sebagaimana dikutip Kiai Ali Mustafa, juga menguatkan bahwa tidak ada perbedaan pendapat dalam permasalahan ini. Sehingga hal tersebut bisa dikategorikan sebagai bagian dari konsensus (ijma’) ulama.   


Maka dari itu kita perlu meneliti lebih dalam ketika membaca sebuah hadits. Karena tidak semua hal yang kita temukan dalam hadits itu wajib kita ikuti. Kita wajib mengikuti jika hal tersebut merupakan bagian dari agama. Namun sebaliknya, jika tidak berkaitan dengan agama, maka kita tidak wajib mengikuti.


Jika kita membaca Hadits Nabi secaa teliti, kita akan tahu, mana syariat yang harus dilakukan oleh umat Islam, mana yang hanya sekadar budaya Arab masa lampau. Ini sangat penting, karena ada sebagaian umat Islam yang mewajibkan budaya Arab kepada bangsa lain, dengan menganggap seolah-olah bagian dari syariat Islam.