Pernik

Tiga Komponen Santri ketika Mondok Menurut KH Marzuqi Dahlan 

Senin, 10 Juni 2024 | 21:02 WIB

Tiga Komponen Santri ketika Mondok Menurut KH Marzuqi Dahlan 

foto KH Marzuqi Dahlan Lirboyo sumber foto: Bincang Syariah

Santri merupakan sekumpulan pelajar yang mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama di pondok pesantren, baik secara mukim (menetap) maupun kalong (pulang-pergi). Dahulu untuk santri mukim tidak ada batas usia dalam menuntut ilmu di pondok. Umum pengajaranya dengan metode Bandongan (guru membaca sedang murid menulis dan mendengarkan). Dengan bergulirnya zaman, beberapa pondok pesantren mulai mengubah sistem pondok menjadi kelas yang berjenjang usia mengikuti sekolah formal, seperti Ibtidaiah 6 tahun, Sanawiah 3 tahun dan Aliah 3 tahun.

 

Berjalan sesuai realita, tidak semua santri mondok menamatkan belajarnya hingga selesai, ada yang baru masuk sudah keluar, ada yang sudah beberapa tahun juga tidak betah akhirnya keluar, dan ada yang betah tetapi banyak melanggar peraturan akhirnya dikeluarkan dari pondok. Semua itu merupakan ujian dan cobaan bagi santri, guru dan orang tua. Apakah ada yang salah dengan sistem pondok, atau dari diri pribadi santri itu sendiri ataupun dari pribadi wali santrinya. 

 

Karena sesungguhnya santri ketika mondok harus benar-benar sinergi antara dirinya, orang tua dan gurunya. Dalam diri pribadi santri itu sendiri harus bisa mensinergikan antara fisik, akal dan hati. Ketiganya menjadi trilogi yang sangat penting dalam kemaslahatan santri ketika menimba ilmu di pesantren, karena jika salah satunya tidak bersinergi, maka dikhawatirkan tidak seimbang dan menyebabkan santri menjadi bermasalah, dan dikemudian hari menjadi tidak betah atau melanggar dan dikeluarkan.

 

Dalam trilogi diri santri di atas, sebenarnya telah diutarakan oleh ulama terkemuka Jawa Timur, yakni KH Marzuqi Dahlan Lirboyo dalam nasehatnya, bahwa seorang santri seharusnya menggunakan akal, jasad, dan hati ketika menimba ilmu di pondok pesantren. Ketiganya menjadi komponen yang menarik ketika ketiganya disinergikan selama mengaji di pondok.


 
Pertama akal, 
Akal sangat penting bagi santri, karena sebagai alat untuk berpikir, memahami dan mengaktualisasi ilmu yang dipelajari. Maka pikiran harus dibawa mondok dan dibawa ke dalam kelas, karena jika jasad di kelas dan pikiran di luar, seperti di rumah, maka akal tidak akan fokus. 

 

Kedua jasad,
Jasad juga menjadi komponen penting dalam menuntut ilmu, karena dengan badan yang sehat dan disertai panca indra yang baik, santri akan lebih mudah menyerap ilmu. Maka jasad harus dijaga dengan baik supaya tetap sehat, kuat dan segar bugar, sehingga menjadikan akal menjadi fokus (sehat). Senada dengan teori tersebut, Ibnu Sina mengatakan bahwa:

 

العقل السليم في الجسم السليم 

 

Artinya: Akal yang sehat terdapat dalam badan yang sehat.

 

Selain itu, ada pepatah Latin juga mengatakan, “Mens sana in corpore sano”, yang berarti “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. 


Ketiga hati,
Hati menjadi komponen yang juga sangat penting bagi santri. Hati menjadi titik dari kekhusyukan belajar, keikhlasan menerima pelajaran, keyakinan akan kebenaran, ketabahan ketika ada masalah, dan kesabaran ketika belajar selama di pondok. 

 

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang santri seharusnya mengintegrasikan akal, jasad, dan hati selama menimba ilmu di pondok pesantren. Dengan ketiga komponen yang seimbang tersebut, diharapkan santri dapat menjadi individu yang beriman, taat, dan juga cerdas dalam berpikir. Hal ini mencerminkan pentingnya keseimbangan antara aspek intelektual, fisik, dan spiritual dalam mempelajari dan menjalankan ajaran agama.

 

Ustadz Muhammad Sokhibul Huda S Ag, Santri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur