Opini

Kebaikan Menghapus Dosa: Pesan QS Hud Ayat 114 dan Kisah Lelaki Anshar

Kamis, 14 Agustus 2025 | 12:19 WIB

Kebaikan Menghapus Dosa: Pesan QS Hud Ayat 114 dan Kisah Lelaki Anshar

Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Bedanya, ada yang menyesal lalu memperbaiki diri, dan ada pula yang mengabaikan. Islam tidak menutup pintu bagi siapa pun yang mau kembali, bahkan memberi kabar gembira, kebaikan dapat menghapus keburukan.

 

Allah swt berfirman:

 

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًۭا مِّنَ ٱلَّيْلِ ۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَـٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّـٰكِرِينَ

 

Artinya: Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat (QS Hud 114).

 

Tafsir Ibn Katsir meriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud ra seorang lelaki dari Anshar pernah mencium seorang wanita yang bukan mahramnya. Hatinya gelisah, lalu ia mendatangi Rasulullah saw dan mengakui kesalahannya.

 

Saat itu turunlah QS Hūd: 114. Lelaki itu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ayat ini khusus untukku?” Beliau menjawab:

 

بَلْ لِأُمَّتِي كُلِّهِمْ

 

Artinya: Tidak, bahkan untuk seluruh umatku (HR Bukhari dan Muslim)

 

Janji Allah ini berlaku untuk siapa saja dari umat Nabi Muhammad Saw yang mau memperbaiki diri dengan amal shalih.

 

Ibn Katsir menjelaskan, “طَرَفَيِ النَّهَارِ” (dua tepi siang) maksudnya adalah shalat Subuh dan Zuhur/Ashar, sementara “زُلَفًا مِّنَ اللَّيْلِ” (bagian permulaan malam) mencakup shalat Maghrib dan Isya.

 

Dengan kata lain, ayat ini menegaskan pentingnya menjaga shalat lima waktu sebagai penyangga iman dan pembersih jiwa di setiap rentang waktu hidup kita.

 

Kebaikan Menghapus Keburukan

Frasa “إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ” menjadi prinsip besar: Dosa kecil dapat dihapus oleh amal shalih besar seperti shalat, sedekah, puasa, atau zikir. Dosa besar tetap memerlukan taubat nasuha dengan penyesalan mendalam dan tekad tidak mengulanginya.

 

Ibn Katsir mengaitkan ini dengan janji Allah dalam QS Al-Furqan: 70, bahwa dosa bisa diganti dengan pahala bagi mereka yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih.

 

Banyak hadis yang mendukung makna ini. Rasulullah saw bersabda:

 

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

 

Artinya: Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa di antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi (HR Muslim)

 

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw memberi perumpamaan yang indah:

 

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ صَلَّى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، تَحَاتَّتْ خَطَايَاهُ كَمَا يَتَحَاتُّ هَذَا الْوَرَقُ

 

Artinya: Sesungguhnya seorang muslim apabila berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat lima waktu, dosa-dosanya berguguran sebagaimana daun gugur dari pohonnya

 

Bayangkan, sebagaimana daun kering tak lagi melekat di pohon saat terguncang, dosa pun bisa hilang oleh amal ibadah yang tulus.

 

Dari ayat dan kisah ini, ada tiga pesan penting, yaitu segera balas keburukan dengan kebaikan — jangan tunda untuk memperbaiki diri setelah tergelincir.

 

Jaga shalat lima waktu, ia bukan hanya kewajiban, tetapi pembersih hati dan penebus dosa. Bertaubat dari dosa besar dengan penuh kesungguhan, karena hanya taubat nasuha yang dapat menghapusnya.

 

Kisah lelaki Anshar itu adalah cermin, ketika salah, ia tidak menunggu waktu untuk kembali kepada Allah. Dan Allah membalasnya dengan ayat yang menjadi kabar gembira untuk kita semua bahwa amal baik dapat  menghapus dosa-dosa yang pernah kita berbuat.

 

Hidup kita ibarat perjalanan panjang yang tak luput dari debu. Shalat, zikir, sedekah, dan amal-amal kebaikan adalah sapu yang membersihkan debu itu setiap hari. Ada saatnya kita tergelincir, tapi Allah tidak ingin kita berhenti di titik itu.

 

Kebaikan yang kita lakukan bukan hanya menutup aib masa lalu, tetapi juga menumbuhkan kekuatan untuk melangkah lebih baik di masa depan. Inilah mengapa seorang mukmin selalu optimis—bukan karena merasa bersih, tetapi karena ia yakin rahmat Allah selalu lebih besar dari dosa-dosanya.

 

Semoga kita termasuk hamba yang setiap jatuhnya segera bangkit, setiap salahnya segera bertaubat, dan setiap harinya diisi dengan kebaikan yang menghapus keburukan.

 

H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung/ Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri