Opini

65 Tahun PMII, Investasi Besar Bangsa Indonesia

Ahad, 20 April 2025 | 12:55 WIB

65 Tahun PMII,  Investasi Besar Bangsa Indonesia

Harlah PMII dan semangat pergerakan (Ilustrasi: Tebuireng)

PMII bermula dari 13 pelajar Nahdlatul Ulama (NU) yang tercatat pada keputusan Konbes Kaliurang, yaitu Cholid Mawardi (Jakarta), Said Budairy (Jakarta), M Sobich Ubaid (Jakarta), M Makmun Syukri BA (Bandung), Hilman (Bandung), H Ismail Makky (Yogyakarta), Munsif Nahrawi (Yogyakarta), Nuril Huda Suady  HA (Surakarta), Laily Mansur (Surakarta), Abd Wahad Jailani (Semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M Cholid Narbuko (Malang),  dan Ahmad Husain (Makassar).

 

Mereka semua bergerak dalam konsep dan gagasan tentang organisasi mahasiswa. Maka, musyawarah di Surabaya pada 14-16 April 1960 memutuskan memberikan sebuah nama organisasi dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Selain itu juga disusun Peraturan Dasar PMII, yang mulai berlaku pada 17 April. Sehingga tanggal 17 April inilah yang digunakan sebagai peringatan hari lahir PMII.

 

PMII terus berkembang. Para kadernya selalu memproduksi tulisan dan gagasan. Mereka memotret situasi geopolitik dan menterjemahkan ke dalam pembacaan nasional yang bernafaskan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) An-nahdliyyah. Tidak heran apabila PMII akan terus menggagas perubahan besar dan mendobrak sekat-sekat hegemoni kekuasaan.

 

PMII dulu, sekarang, dan akan datang

PMII yang kita kenal sekarang tentu sangat berbeda dengan yang dulu. Akan tetapi, rantai organisasi tersebut selalu mengalir sejak didirikannya hingga sekarang. Akarnya akan terus menjadi patron atas semangat pergerakan, tidak padam, sebagaimana api obor yang ditularkan dari generasi ke generasi.

 

Jika kita membaca buku Fragmen Sejarah NU: Menyambung Akar Budaya Nusantara yang ditulis oleh KH Abdul Mun'im, bahwa sejarah PMII juga pernah mengalami pemaksaan independensi oleh orde baru (Orba). Sebab saat itu, PMII merupakan motor penggerak dari kekuatan NU, dan NU sangat aktif dalam panggung politik. Maka PMII bagi NU merupakan kekuatan intelektual dan penggerak ketimpangan sosial.

 

Catatan yang didokumentasikan Abdul Munim, bahwa Orba setelah membersihkan NU secara sosial, politik dan ekonomi, seperti mengurung Anshor, Fatayat, IPNU dengan mainan politik di luar, baru kemudian PMII dipisah dari NU.

 

Kenapa dipisah dari NU? 

Pertama, dibuat isu bahwa PMII adalah kelompok intelektual bebas dan kreatif, jika di bawah naungan NU maka tidak akan berkembang karena di bawah organisasi konservatif dan tradisional. 

 

Kedua, NU akan menghambat pembangunan nasional sebab bersifat tradisional dan tidak berkompeten dalam menjalankan pembangunan, sehingga PMII didorong keluar dari NU agar bisa menjadi organisasi yang modern, dinamis, dan kritis sejajar dengan gerakan mahasiswa lain.

 

Namun saya memberikan catatan bahwa tidak semua kader setuju dengan catatan Abdul Munim tersebut dengan dalih bahwa selama ini PMII tetap maju meskipun tidak di bawah naungan NU. Walaupun benar juga, bahwa Orba berhasil memenggal kepala NU sehingga NU kehilangan pemikir yang selama ini dibanggakan. Dengan tidak lagi menjadi bagian NU, maka posisi PMII juga menjadi lemah, tidak ada kekuatan besar yang melindunginya lalu dimasukkan dalam wadah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) oleh Orba.

 

Obor perjuangan dan pergerakan para pendahulu PMII juga pasti ada campur tangan teknologi. Bumbu-bumbu teknologi memang tidak dipungkiri di zamannya, sebagaimana PMII selalu berdampingan dengan teknologi. Mulai dari teknologi komputer, laptop, alat komunikasi, media masa baik cetak dan elektronik, transportasi, dan media teknologi yang lain. 

 

PMII harus selalu beradaptasi dengan teknologi itu semua. Hanya saja perlu ada perenungan kembali, bahwa teknologi itu tidak memiliki "hati nurani". Sedangkan munculnya gerakan-gerakan mahasiswa itu karena hati nurani yang tidak bisa melihat ketimpangan, dan ketidakadilan di masyarakat.

 

Di masa yang akan datang, PMII akan terus subur dengan kader-kader terbaik. Mereka menguasai semua lini. Bukan omong kosong, sebab peluru-peluru hasil analisis sosial itu telah mengenai mereka kader-kader yang siap didistribusikan dalam lini-lini tersebut. Jangan heran jika PMII yang akan datang bermetamorfosis menjadi gerakan perlawanan yang elegan dan menjadi garda terdepan bangsa Indonesia.

 

Harlah ke-65 tahun di 17 April 2025

Bermunculan rasa yang sama, saat melihat para kader dan alumni mengucapkan selamat ulang tahun (harlah) untuk PMII. Rasa cinta, bangga, namun menitipkan sejuta harapan dan cita-cita untuk para kader. Tidak terasa sudah 65 tahun, umur yang sudah tua dan terus dipacu dengan waktu dan situasi. Dengan segala pikiran, tenaga dan harta untuk menjawab persoalan politik, ekonomi, budaya, sosial, dan sebagainya.

 

Kader PMII yang notabene seorang Muslim harus selalu bergerak dan tidak boleh acuh, terutama terhadap ketimpangan sosial. Dalam buku Teologi Pembebasan, Michael Lowy  memberikan pernyataan poin penting tentang banyak tokoh dan masyarakat yang beragama acuh terhadap ketimpangan, sehingga seolah agama hanya sebatas peran rohani individu, bukan berperan untuk menggerakkan revolusi dari penjajahan semua lini.

 

Saya ingin mengatakan bahwa kader-kader PMII dan alumni yang jumlahnya sangat banyak ini perlu kembali mengartikulasikan diri, mencari kembali jalan kebenaran dari sebuah arti pergerakan yang berasaskan Islam Aswaja.  Sedangkan teori-teori pembebasan itu hanya sebagai letupan dari sebuah pemikiran dan gerakan di masyarakat.

 

Dan harapannya, PMII di usia cukup matang, lebih dari setengah abad ini, perlu menarik benang birunya, memberikan lampu kuning untuk kader-kader potensialnya agar:

 

1) Menorehkan tinta emas di semua lini dan sektor 

2) Membukukan gerakan-gerakan perubahan yang dilaluinya 

3) Mencangkok gerakan perubahan ke dalam sistem pemerintahan agar dapat diarusutamakan menjadi role model

4) Mendidik kader tidak dalam satu sektor dan gerbong seperti politik saja, tapi di seluruh sektor

 

Dengan demikian, PMII akan menjadi kawah candradimuka bangsa Indonesia, investasinya tidak sia-sia. Tentu selalu dibarengi dengan nilai-nilai hasil zikir, fikir, dan amal saleh yang harus digaungkan agar tidak tersesat di jalan.

 

Faridh Almuhayat Uhib H., S.Hut., M.Si, Ketua PMII Komisariat Universitas Lampung 2007-2008.