Sarasehan Ulama, Gus Yahya Tekankan NU Tidak Boleh Jadi Bagian Identitas Politik
Rabu, 5 Februari 2025 | 09:05 WIB
Jakarta, NU Online Lampung
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menekankan bahwa NU tidak boleh dibiarkan tumbuh atau dipaksa menjadi bagian dari identitas politik.
Hal tersebut disampaikan pada Hal Sarasehan Ulama bertajuk Asta Cita dalam Perspektif Ulama Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari rangkaian acara Peringatan Harlah Ke-102 NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025).
“Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh, ini fundamental. NU lahir dengan tujuan untuk mengabdi, melayani, serta berbakti kepada masyarakat dan bangsa,” ujar Gus Yahya
Ia mengatakan, dengan cara itu kehadiran NU menjadi berarti bagi masyarakat, berarti bagi bangsa dan Negara. Jika suatu lingkungan budaya atau agama, termasuk NU, dibiarkan berkembang menjadi identitas politik, maka bisa membahayakan kelangsungan bangsa dan negara.
“Lingkungan budaya yang demikian luas ini tidak boleh berkembang menjadi identitas politik karena itu akan membahayakan kelangsungan bangsa dan negara,” ungkapnya dilansir dari NU Online.
Gus Yahya mengingatkan, ketika identitas budaya atau agama dikonsolidasikan dalam persaingan politik untuk merebut kekuasaan, maka dampaknya akan sangat berbahaya.
Menurut Gus Yahya, NU memilih untuk mendukung siapa pun yang memiliki misi untuk menghadirkan maslahat bagi rakyat, tanpa terjebak pada agenda politik tertentu.
Sementara itu, Menteri Agama RI, Prof Nasaruddin Umar memberikan pandangannya mengenai pentingnya memahami konteks sosial dan politik dalam pemerintahan saat ini. Ia menjelaskan bahwa pada zaman sekarang ini, kecerdasan tekstual saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang ada.
“Era sekarang ini tidak cukup didukung oleh sebuah kepintaran tekstual tapi kita juga harus mampu mengaktualisasikan kecerdasan tekstual itu di dalam kearifan memahami kenyataan kontekstual,” ujarnya.
Menteri Agama juga mengingatkan pentingnya kearifan lokal dan universal dalam menjalankan peran sebagai ulama di masa depan.
“Menjadi ulama dalam masyarakat modern itu sangat tidak mudah, tidak sesederhana menjadi ulama pada masa-masa yang lampau. Diperlukan kearifan-kearifan lain, kearifan lokal terutama, kearifan universal juga bagian yang tidak terpisahkan untuk kita pahami,” katanya.
Ini menjadi sebuah tantangan baru bagi para ulama untuk tidak hanya menguasai teks-teks agama, tetapi juga mampu menghadapi realitas sosial dan politik yang berkembang.
Kegiatan ini juga dihadiri Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu'ti, Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Menteri Sosial H Saifullah Yusuf, Katib Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, dan Wakil Rais Aam PBNU sekaligus Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar.
Terpopuler
1
3 Amalan Malam Nuzulul Qur'an, Ahad 16 Maret 2025
2
Bolehkah Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir
3
Nuzulul Qur'an: Berikut 5 Fadilah Membaca Al-Qur'an pada Malamnya
4
Bacaan Qunut Witir pada Separuh Akhir Ramadhan, Arab, Latin dan Terjemah
5
Kisah Sayyidah Khadijah ra dan Hari-Hari Menjelang Turunnya Al-Qur’an
6
Berikut Keutamaan Lailatul Qadar pada Bulan Ramadhan
Terkini
Lihat Semua