Warta

Orang Sudah Haji Tapi Tidak Shalat, Ini Ibaratnya

Ahad, 4 Mei 2025 | 17:46 WIB

Orang Sudah Haji Tapi Tidak Shalat, Ini Ibaratnya

Mustasyar PCNU Pringsewu KH Sujadi Saddad (kiri) dan Ketua PCNU Pringsewu H Muhammad Faizin pada walimatul lil hajj, Ahad (4/5/2025) di Desa Bandung Baru, Kecamatan Adiluwih, Pringsewu. (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online Lampung

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang menjadi puncak dari keseluruhan perjalanan spiritual seorang Muslim. Dalam perspektif keislaman, haji bukan sekadar ritual fisik semata, tetapi merupakan penyempurna keimanan dan keislaman seseorang. 

 

Melalui rangkaian ibadah yang dijalani, seorang Muslim dilatih untuk bersabar, ikhlas, tawakal, serta memperkuat nilai-nilai ukhuwah dan kepedulian sosial. Oleh karena itu, haji diyakini sebagai jalan menuju derajat Muslim yang paripurna.

 

Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, KH Sujadi Saddad, menjelaskan bahwa seorang Muslim yang paripurna adalah mereka yang menjalankan semua rukun Islam secara utuh.

 

“Jika ada satu saja yang ditinggalkan, maka tidak bisa disebut paripurna,” tegasnya saat memberi mau‘izhah hasanah pada acara walimatussafar lil hajj Wakil Rais Syuriyah PCNU Pringsewu, Gus Amir Ma’ruf Ali Ridwan bersama istri Siti Maesaroh, Ahad (4/5/2025) di Desa Bandung Baru, Kecamatan Adiluwih, Pringsewu.

 

Ia mengibaratkan rukun Islam sebagai bagian dari pakaian: syahadat sebagai celana, shalat sebagai baju, zakat sebagai sandal, puasa sebagai sabuk, dan haji sebagai peci. “Kalau sudah haji tapi tidak shalat, itu seperti orang yang berpakaian lengkap tapi tidak memakai baju,” ungkapnya.

 

KH Sujadi yang juga Pengasuh Pesantren Nurul Ummah Gemah Ripah Pagelaran ini juga mengingatkan pentingnya menjaga niat dan identitas keislaman saat menunaikan ibadah haji. Ia berpesan kepada para calon jamaah haji agar tetap mempertahankan tradisi Ahlussunnah wal Jama'ah selama berada di Tanah Suci. 

 

“Sekali Indonesia tetap Indonesia. Ke mana pun pergi, paspor kita tetap bergambar Garuda Pancasila. Maka pertahankan identitas jamaah haji Indonesia,” pesannya.

 

Sementara itu, Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu, H Muhammad Faizin, menjelaskan bahwa makna dari setiap huruf dalam kata HAJI merepresentasikan proses batiniah dan lahiriah yang harus dilalui seorang Muslim dalam menunaikan ibadah tersebut. 

 

Huruf H sebagai himmah mengandung arti adanya keinginan dan cita-cita yang kuat. “Tidak mungkin seseorang bisa berangkat haji kalau dari awal tidak memiliki niat yang sungguh-sungguh. Himmah adalah dorongan awal yang membentuk motivasi spiritual,” jelasnya.

 

Selanjutnya, huruf A berarti azzam, yakni tekad bulat yang menjadi dasar dari tindakan nyata. Tekad ini harus diikuti dengan ikhtiar yang konkret seperti mendaftar, menabung, dan mengikuti antrean kuota haji. Huruf J bermakna jihad, yaitu perjuangan sungguh-sungguh dalam menyiapkan diri, baik secara finansial, fisik, maupun mental. 

 

“Menunaikan haji bukan hanya sekadar keberangkatan fisik, tapi juga perjuangan melawan hawa nafsu dan ketidaksiapan diri,” ujarnya dalam acara yang juga dihadiri Ketua MUI Kabupaten Pringsewu, KH Hambali.

 

Kemudian huruf I merujuk pada Islam, sebagai puncak dari kesempurnaan ibadah. Dengan berhaji, seseorang diharapkan dapat menyempurnakan keislamannya secara utuh, baik dalam dimensi ibadah vertikal kepada Allah swt maupun hubungan horizontal dengan sesama manusia. 

 

“Mereka yang telah berhaji dan menjaga rukun Islam lainnya, termasuk salat dan akhlak, maka ia benar-benar layak disebut sebagai Muslim yang paripurna,” tegasnya.

 

Ia berharap para jamaah haji dari Pringsewu dapat menjadi contoh teladan di tengah masyarakat ketika kembali ke tanah air. Selain menjaga kemabruran haji, ia berharap jamaah haji untuk terus menebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, memperkuat ukhuwah, serta menjadi penggerak dalam membangun masyarakat yang religius dan berkarakter.