• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Syiar

Tunawicara Masuk Islam, Bagaimana dengan Syahadatnya?

Tunawicara Masuk Islam, Bagaimana dengan Syahadatnya?
Tunawicara Masuk Islam, Bagaimana dengan Syahadatnya?. (Ilustrasi: NU Online)
Tunawicara Masuk Islam, Bagaimana dengan Syahadatnya?. (Ilustrasi: NU Online)

Seseorang yang non-Muslim dan bermaksud ingin memeluk agama Islam diharuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk agama Islam. 


Namun, masalah akan muncul ketika seseorang tersebut mengalami kesulitan dalam berbicara, seperti seseorang tunawicara. Dalam hal ini, ia mungkin tidak dapat mengucapkan dua kalimat syahadat dengan cara yang dapat dipahami oleh orang lain.


Karena keterbatasan ini maka yang dilakukannya adalah membaca dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat. Dari sini kemudian muncul pertanyaan, apakah syahadat tunawicara dianggap absah sebagai bukti ia masuk Islam? 


Para ulama telah sepakat bahwa Allah swt, tidak akan memberikan beban taklif kepada para hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. 


Dilansir dari NU Online, ini merupakan prinsip umum dalam hukum Islam dan merupakan bentuk karunia serta rahmat Allah swt. Kesepakatan para ulama tersebut salah satunya didasarkan kepada firman Allah dalam Surat Al-Baqarah.


لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إلاَّ وُسْعَهَا 


Artinya: Allah tidak memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS Al-Baqarah: 286). 


Salah satu contoh yang sudah maklum adalah kebolehan seseorang yang sakit dan tidak bisa shalat dengan berdiri, maka diperbolehkan baginya shalat sambil duduk. 


Jika masih tidak bisa maka sambil tidur. Jika memang sudah tak sanggup dengan tidur, maka boleh dengan isyarat. Karena itu kemudian dikatakan dalam salah satu kaidah fiqih al-masyaqqah tajlibut taysir yang artinya kesulitan dapat menarik kemudahan.


Atas dasar ini, maka syahadat tunawicara adalah absah sebagai bukti bahwa ia masuk Islam sepanjang bahasa isyarat yang digunakan dapat dipahami. 


Namun, ada pendapat (qila) yang menyatakan syahadat tunawicara dengan bahasa isyarat tidak dianggap absah sebagai bukti bahwa ia masuk Islam.

 

Pandangan kedua ini merujuk pada pembacaan tekstual terhadap pendapat Imam Syafi’i (zhahiru nashshil Imam As-Syafi’i). Dalam kitab karangan Imam An-Nawawi berjudul Raudlatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin juz VII, halaman 282 disebutkan:


فَرْعٌ: يَصِحُّ إِسْلَامُ الْأَخْرَسِ بِالْإِشَارَةِ الْمُفْهَمَةِ وَقِيلَ لَا يُحْكَمُ بِإِسْلَامِهِ إِلَّا إِذَا صَلَّى بَعْدَ الْإِشَارَةِ وَهُوَ ظَاهِرُ نَصِّهِ فِي الْأُمِّ 


Artinya: Masalah cabang, keislaman tunawicara melalui bahasa isyarat yang dapat dimengerti dianggap sah. Tetapi dalam pendapat lain dikatakan, keislaman seseorang tidak diakui kecuali apabila setelah mengucapkan syahadat dengan bahasa isyarat ia menjalankan shalat. Ini adalah zhahir pendapat Imam Syafi’i yang terdapat dalam kitab Al-Umm


Namun, menurut An-Nawawi, pendapat Imam Syafi’i ini harus dibaca dalam konteks ketika isyarat yang digunakan orang yang tunawicara tersebut tidak dapat dipahami. Lain halnya ketika bahasa isyarat tersebut dapat dipahami maka dianggap absah.


وَالصَّحِيحُ الْمَعْرُوفُ اَلْأَوَّلُ وَحَمْلُ النَّصِّ عَلَى مَا إِذَا لَمْ تَكُنِ الْإِشَارَةُ مُفْهَمَةً 


Artinya: Pendapat yang benar dan dikenal adalah pendapat pertama. Sedangkan pendapat Imam Syafi’i itu mesti dipahami dalam konteks ketika (syahadat) dengan bahasa isyarat tidak bisa dimengerti (An-Nawawi, Raudlatut Thalibin waUmdatul Muftiyin, juz VII, halaman 282). 


Demikianlah penjelasan mengenai tunawicara masuk Islam, dan hukum syahadat dengan bahasa isyarat. Semoga dapat menambah wawasan keislaman kita.


Editor:

Syiar Terbaru