• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Syiar

Malam Lailatul Qadar, Bisakah Perempuan Haid Mendapatkannya?

Malam Lailatul Qadar, Bisakah Perempuan Haid Mendapatkannya?
Malam Lailatul Qadar, Bisakah Perempuan Haid Mendapatkannya? (Ilustrasi: NU Online)
Malam Lailatul Qadar, Bisakah Perempuan Haid Mendapatkannya? (Ilustrasi: NU Online)

Setiap umat Muslim tentunya ingin mendapatkan malam Lailatul Qadar yang diyakini akan datang pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Pada sepuluh malam terakhir itu, umat Muslim akan semakin memperbanyak ibadah, baik di rumah maupun di masjid untuk beri’tikaf.


Lailatul Qadar adalah malam kemuliaan, penuh berkah dan pengampunan. Bagaimana tidak, pada malam itu ibadah yang kita lakukan lebih baik dari seribu bulan atau setara dengan 83 tahun 4 bulan.


Lantas bagaimana dengan perempuan yang sedang haid? Apakah mereka tidak bisa mendapatkan Lailatul Qadar tersebut, mengingat kondisi yang sedang berhadats, sehingga tidak diperkenankan menunaikan shalat dan membaca Al-Qur’an?


Karena bukankah keutamaan Lailatul Qadar dapat diperoleh dengan cara menghidupkan malam tersebut seraya beribadah seperti shalat sunnah, shalat berjamaah, membawa kitab suci Al-Qur’an, dan berdzikir. Dengan amalan tersebut Allah swt akan mengampuni dosa-dosa yang terdahulu, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw:  


مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ  


Artinya: Barangsiapa beribadah pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lampau (HR Al-Bukhari).  


Perihal makna hadits itu, Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan:


وَفِي حَدِيْثِ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَعْنَاهُ مَنْ قَامَهُ وَلَوْ لَمْ يُوَافِقْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ حَصَلَ لَهُ ذَلِكَ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَوَافَقَهَا حَصَلَ لَهُ وَهُوَ جَارٍ عَلَى مَا اخْتَارَهُ مِنْ تَفْسِيرِ الْمُوَافَقَةِ بِالْعِلْمِ بِهَا وَهُوَ الَّذِي يَتَرَجَّحُ فِي نَظَرِيْ  


Artinya: Dalam redaksi hadits tersebut maknanya ialah barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dan tidak menemukan Lailatul Qadar, maka akan tetap mendapatkan pahalanya. Dan barangsiapa yang menghidupkan malam ini lantas menemukan Lailatul Qadar, maka juga akan mendapatkan pahala. Inilah kemudian yang berlaku dan dipilih dalam mengartikan maksud “mengetahui” dan yang dipilih menurut pandanganku (Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah), juz IV, halaman 267).   


Atas dasar itu, banyak yang ingin meraih kemuliaan dan keagungan Lailatul Qadar. Tak terkecuali tentunya seorang perempuan yang tengah mengalami haid. Namun kodrat mereka menghalanginya untuk melakukan sejumlah ibadah tersebut.


Dilansir dari NU Online, meski seorang perempuan tengah mengalami haid dilarang oleh syariat untuk melakukan berbagai peribadatan, namun bukan berarti ia tidak berpeluang untuk meraih pahala. Sebab, tatkala datang haid dengan hanya berniat mengikuti aturan syariat untuk tidak melakukan hal yang diharamkan saja ia sudah mendapatkan pahala.


Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi (wafat 1069 H) dalam kitabnya:


وَتُثَابُ الْحَائِضُ عَلَى تَرْكِ مَا حَرُمَ عَلَيْهَا إذَا قَصَدَتْ امْتِثَالَ الشَّارِعِ فِي تَرْكِهِ  


Artinya: Perempuan haid bisa mendapatkan pahala saat meninggalkan ibadah yang diharamkan baginya, jika dalam haidnya ia berniat mengikuti perintah syariat untuk meninggalkan keharaman (Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi, Hasyiyata Qalyubi wa Umairah, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 114).   


Mengenai perempuan haid ini terdapat keterangan menarik yang disampaikan oleh pakar hadits terkemuka Imam Ad-Dhahak (wafat 212 H):  


قَالَ جُوَيْبِرْ: قُلْتُ لِلْضَّحَاكِ: أَرَأَيْتَ الْنُّفَسَاءَ وَالْحَائِضَ وَالْمُسَافِرَ وَالْنَّائِمَ لَهُمْ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدَرِ نَصِيْبٌ؟ قَالَ: نَعَمْ كُلُّ مَنْ تَقَبَّلَ اللهُ عَمَلُهُ سَيُعْطِيْهِ نَصِيْبُهُ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدَرِ  


Artinya: Jubair berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Ad-Dhahak, bagaimana pendapatmu mengenai perempuan yang sedang nifas, haid, orang yang tengah bepergian (musafir) dan orang yang tidur, apakah mereka bisa memperoleh bagian dari Lailatul Qadar?” Imam Ad-Dhahak menjawab, “Ya, mereka masih bisa memperoleh bagian. Setiap orang yang diterima amalnya, maka Allah swt akan memberikan bagiannya dari Lailatul Qadar” (Ibn Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif, [Beirut: Dar Ibn Hazm], halaman 192).   


Dari pernyataan Imam Ad-Dhahak tersebut, seorang perempuan yang tengah mengalami haid sekalipun, dapat memperoleh Lailatul Qadar. Lantas apa yang dapat dilakukan oleh perempuan haidl guna menghidupkan dan mengisi Lailatul Qadar? Kita bisa menjawabnya dengan membaca keterangan Syekh Nawawi Al-Bantani (wafat 1316 H) berikut:


وَمَرَاتِبُ إِحْيَائِهَا ثَلاَثَةٌ عُلْيَا وَهِيَ إِحْيَاءُ لَيْلَتِهَا بِالْصَّلَاةِ وَوُسْطَى وَهِيَ إِحْيَاءُ مُعْظَمِهَا بِالْذِّكْرِ وَدُنْيَا وَهِيَ أَنْ يُصَلِّيَ الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالصُّبْحِ فِيْ جَمَاعَةٍ وَالْعَمَلِ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فِيْ أَلْفِ شَهْرٍ وَيَنَالُ الْعَامِلُ فَضْلَهَا وَإِنْ لَمْ يَطَّلِعُ عَلَيْهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ  


Artinya: Tingkatan dalam menghidupkan Lailatul Qadar ada tiga. Yang tertinggi adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan melakukan shalat. Tingkatan yang sedang ialah menghidupkan Lailatul Qadar dengan dzikir. Adapun tingkatan terendah ialah dengan melaksanakan shalat Isya dan Subuh secara berjamaah. Melakukan hal tersebut pada malam Lailatul Qadar lebih baik ketimbang malam lainnya selama 1000 bulan, dan orang yang melakukannya akan mendapatkan keutamaan meski tidak menyaksikan Lailatul Qadar menurut pendapat mu’tamad (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz I, halaman 198).     


Kesimpulan dari uraian tersebut, perempuan haid tetap berpeluang memperoleh Lailatul Qadar yakni dengan melakukan berbagai amalan yang diperbolehkan seperti berdzikir, berdoa, dan sebagainya. Selain itu tentunya menghindarkan dari perbuatan yang mengundang dosa.


Syiar Terbaru