• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Syiar

Liburan Tahun Baru sebagai Momen Silaturahim Keluarga

Liburan Tahun Baru sebagai Momen Silaturahim Keluarga
Libur tahun baru sering dijadikan momen silaturahim (Foto: freepik)
Libur tahun baru sering dijadikan momen silaturahim (Foto: freepik)

Tahun baru merupakan momentum pergantian tahun, baik dalam kalender Masehi maupun Hijriah. Keduanya memiliki keistimewaannya masing-masing. Untuk tahun baru hijriah biasanya menjadi momentum hari libur dari pelajar Islam di pondok pesantren, sedangkan tahun baru Masehi menjadi momentum hari libur yang lebih menyeluruh, baik dari kalangan pelajar maupun pekerja. 

 

Tidak sedikit mereka yang memiliki waktu libur untuk bersilaturahim kepada keluarga dan sanak saudara. Bisa saling mengunjungi, reunian, dan pulang kampung. Kesemuanya merupakan bentuk dari rasa rindu keluarga satu dengan keluarga lainnya, yang mungkin memiliki kesibukannya masing-masing, sehingga sulit ketemu di bulan-bulan yang lain, kecuali liburan tahun baru. 

 

Silaturahim merupakan perbuatan baik yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Islam. Tujuan dari diperintahkan menjalankan silaturahim adalah berkaitan dengan keharusan bagi setiap manusia untuk menjaga hubungan persaudaraan satu sama lainnya. 

 

 Silaturahim sendiri berasal dari dua kata gabungan dalam bahasa Arab yaitu shilah dan ar-rahim, yang secara bahasa diartikan sebagai menghubungkan tali kekerabatan atau rasa kasih sayang antarsesama manusia.

 

Allah swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 36:

۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ


Wa'budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā.

 

Artinya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri (QS An-Nisa: 36).

 

Dari ayat di atas manusia diharapkan bisa saling menjaga, menyayangi, menghormati, dan saling menyelamatkan. Bahkan Rasulullah saw tetap menganjurkan kita berbuat baik kepada kerabat meski mereka memiliki perilaku yang buruk kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: 

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا حَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي ذَوِي أَرْحَامٍ، أَصِلُ وَيَقْطَعُونَ، وَأَعْفُو وَيَظْلِمُونَ، وَأُحْسِنُ وَيُسِيئُونَ، أَفَأُكَافِئُهُمْ؟ قَالَ: "لَا إِذَنْ تُتْرَكُونَ جَمِيعًا، وَلَكِنْ جُدْ بِالْفَضْلِ وَصِلْهُمْ؛ فَإِنَّهُ لَنْ يَزَالَ مَعَكَ ظَهِيرٌ مِنَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مَا كُنْتَ عَلَى ذَلِكَ"

 

Artinya: Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Artah, dari Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai banyak kerabat, aku menghubungkan persaudaraan dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya, dan aku memaafkan mereka, tetapi mereka terus berbuat aniaya terhadapku, dan aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka terus-menerus berbuat buruk terhadapku. Bolehkah aku membalas perlakuan mereka?” Rasulullah saw menjawab," Tidak, kalau begitu berarti kamu semua sama tidak benarnya, tetapi bermurahlah dengan memberikan kelebihan dan tetaplah menghubungkan kekeluargaan, karena sesungguhnya kamu akan terus mendapat pertolongan dari Allah swt, selama kamu mau melakukan hal tersebut.”

 

Maka sudah jelas, ketika kita menjalin silaturahim kepada keluarga dan siapapun, maka Allah swt akan memberikan pertolongan kepada kita semua. 

(Yudi Prayoga)


Syiar Terbaru