Yudi Prayoga
Penulis
Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan yang ketat, seperti syarat dan rukunnya. Keduanya harus seimbang. Syarat harus terpenuhi, dan rukun tidak boleh ditinggal. Salah satunya sujud ketika shalat.
Lalu bagaimana jika ketika sujud, tempat sujud tidak rata, seperti di atas batu karang, tanah bergelombang, tangga dan sebagainya.
Dalam hal ini, orang yang shalat di tempat yang tidak rata bisa sah shalatnya jika punggungnya lebih tinggi dari leher dan kepalanya. Sedangkan jika leher dan kepalanya yang lebih tinggi dari punggungnya, maka shalatnya tidak sah karena tidak dianggap sujud.
Pendapat ini sebagaimana dikutip dari penjelasan Imam Abul Mahasin Abdul Wahid ar-Ruyani (wafat 502 H), dalam karyanya ia mengatakan:
Baca Juga
7 Syarat Sujud yang Benar dalam Shalat
لَوْ سَجَدَ عَلىَ مَوْضِعٍ عَالٍ، فَإِنْ كَانَ بِحَيْثُ لاَ يَكُوْنُ ظَهْرُهُ أَعْلىَ مِنْ رَأْسِهِ وَرَقَبَتِهِ لَا يَجُوْزُ لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى سُجُودًا، وَإِنْ كَانَ ظَهْرُهُ أَعْلَى مِنْ رَأْسِهِ وَرَقَبَتِهِ يَجُوْزُ. وَيُكْرَهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ عُذْرٌ
Artinya: Jika sujud di tempat yang tinggi, (maka hukumnya diperinci): jika sekira punggungnya tidak lebih tinggi dari kepala dan lehernya maka tidak diperbolehkan (shalatnya tidak sah), karena tidak disebut sujud, dan jika punggungnya lebih tinggi dari kepala dan lehernya maka diperbolehkan (shalatnya sah). Dan, makruh (shalat di tempat tersebut) jika tidak ada udzur.” (Imam ar-Ruyani, Bahrul Mazhab fi Furu’i Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 2009], juz II, halaman 51).
Dengan mengikuti pendapat ini, maka shalatnya diperbolehkan selama punggungnya masih lebih tinggi dari kepala dan lehernya, dan praktik seperti ini hanya dilakukan dalam keadaan uzur. Sedangkan jika tidak ada uzur, maka shalat dengan praktik tersebut hukumnya makruh.
Senada dengan pendapat ini, menurut Imam Ibnu Abidin ad-Dimisyqi (wafat 1252 H), salah satu ulama kontemporer terkemuka dari mazhab Hanafiyah, mengatakan bahwa jika tempat sujud lebih tinggi tempat dua kaki, seukuran dua batu bata yang negara Bukhara, maka diperbolehkan, namun jika lebih darinya maka tidak diperbolehkan selama tidak karena uzur:
وَلَوْ كَانَ مَوْضِعُ سُجُودِهِ أَرْفَعَ مِنْ مَوْضِعِ الْقَدَمَيْنِ بِمِقْدَارِ لَبِنَتَيْنِ جَازَ سُجُودُهُ، وَإِنْ أَكْثَرَ لَا إلَّا لِزَحْمَةٍ. وَالْمُرَادُ لَبِنَةُ بُخَارَى، وَهِيَ رُبْعُ ذِرَاعٍ، فَمِقْدَارُ ارْتِفَاعِهِمَا نِصْفُ ذِرَاعٍ
Artinya: Dan jika tempat sujudnya lebih tinggi dari tempat berpijaknya kaki dua, dengan ukuran dua batu bata maka sujudnya diperbolehkan, dan jika lebih banyak (dari ukuran tersebut) maka tidak diperbolehkan, kecuali karena berdesak-desakan. Sedangkan yang dimaksud batu bata (labinah) dalam bab ini adalah batu bata negara Bukhara (Uzbekistan), yaitu seperempat dzira’ ukuran lebarnya, dan setengah dzira’ ukuran tingginya (Ibnu Abidin, Raddul Muhtar ‘ala ad-Durril Mukhtar, [Beirut, Darul Fikr: 1992], juz IV, halaman 62).
Maka dengan demikian, dilansir dari shalat di atas permukaan yang tidak rata hukumnya diperbolehkan, asal punggungnya lebih tinggi dari kepala dan leher, itu pun dalam keadaan uzur. Sebaliknya, jika punggung lebih rendah dari kepala, maka tidak sah, karena tidak dianggap sebagai sujud.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Pentingnya Merawat Hati
2
Anggota DPRD Lampung: Jalur Domisili SPMB Lampung Harus Berdasarkan Jarak, Bukan Nilai Rapor
3
Ini Khasiat Alysha, Sabun Herbal Produk UMKM Mitra Binaan LAZISNU Pringsewu
4
Khutbah Jumat: Menggunakan Waktu Hidup untuk Kebaikan dan Ibadah
5
Kesahihan Dalil Jual Beli Kepada Non-Muslim
6
Dorong UMKM dan Wisata Lokal, Sasa Chalim Hadiri Peresmian Pasar Tematik Jelajah Danau Ranau
Terkini
Lihat Semua