• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Khutbah

Khutbah Jumat: Sambut Bulan Ramadhan dengan Ilmu

Khutbah Jumat: Sambut Bulan Ramadhan dengan Ilmu
Sambut Ramadhan dengan ilmu (Ilustrasi: NU Online)
Sambut Ramadhan dengan ilmu (Ilustrasi: NU Online)

Menyambut bulan suci Ramadhan ini, selain mempersiapkan diri secara jasmani dan rohani, persiapan lain yang tak kalah penting adalah ilmu. Wawasan yang cukup seputar syariat, hikmah, dan substansi puasa akan menyelamatkan kita dari kesia-siaan.

 

Kita tentunya berharap di bulan suci Ramadhan yang akan datang ini,  semua amal dan ibadah kita, baik siang maupun malam dapat diterima Allah swt. Mendapatkan berkah di bulan Ramadhan, dan mendapat pengampunan atas dosa-dosa. Berikut khutbah Jumat yang berisi ajakan mempersiapkan diri dengan ilmu jelang Ramadhan ini, dilansir dari NU Online.

 
Khutbah I 

  الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْاٰنَ  أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْاٰنِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ (البقرة: ١٨٣  

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.  


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Ibadah puasa memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah yang lain. Di antaranya adalah seperti yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw:  

 كُلُّ عَمَلِ ابْنِ اٰدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)   

 

Artinya: Setiap amal baik anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan balasannya adalah sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi): “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu milik-Ku dan Aku langsung yang akan membalasnya, orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku” (HR Muslim).

 

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa puasa adalah milik Allah. Kenapa puasa disebut secara khusus sebagai milik Allah? Padahal semua kebaikan dan seluruh ibadah pada hakikatnya adalah milik Allah. Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud karena puasa adalah ibadah yang jauh dari niat riya’ (melakukan ketaatan bukan karena Allah, tapi karena ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba).

   
Ketika seseorang sedang berpuasa, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah dan diri orang yang berpuasa itu sendiri. Berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang tampak dan bisa dilihat oleh banyak orang, ibadah puasa tidaklah tampak dan tidak dapat ditampakkan kepada orang lain kecuali dengan ucapan dari pelakunya bahwa ia sedang berpuasa.

 

Tidak bisa dibedakan antara orang yang tidak makan karena diet dengan orang yang tidak makan karena berpuasa. Orang yang sedang berpuasa, sangat mudah baginya menyelinap ke dapur untuk makan dan minum, misalkan, lalu keluar dari dapur dan menampakkan diri seakan-akan ia masih berpuasa. Kenapa hal itu tidak ia lakukan?Karena tujuannya bukan ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba. Yang dia harapkan semata-mata hanyalah ridla Alah ta’ala.  

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah..
Dikatakan dalam hadits yang khatib baca di atas bahwa Allah-lah langsung yang akan membalas ibadah puasa. Kenapa puasa dikhususkan sebagai ibadah yang dibalas langsung oleh Allah padahal hakikatnya Allah-lah yang membalas semua kebaikan? 

 

Jika kebaikan yang lain disebutkan pelipatgandaan pahalanya menjadi sepuluh hingga tujuh ratus, pahala puasa adalah pengecualian. Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, hal itu dikarenakan begitu besarnya pahala puasa dan begitu agung keutamaannya. 

 

Hanya Allah yang tahu seberapa besar pelipatgandaan pahala bagi orang yang berpuasa. Dengan melakukan puasa, seseorang bisa jadi dibebaskan secara total dari siksa api neraka. Akan tetapi, meskipun ibadah puasa memiliki kekhususan tertentu, para ulama menegaskan bahwa perbuatan yang paling utama setelah iman adalah shalat lima waktu.   

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah..
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah. Mulai Nabi diwahyukan pertama kali hingga tahun kedua hijriah, umat Islam belum diwajibkan berpuasa. Itu artinya, selama kurang lebih 15 tahun terhitung mulai Nabi menerima wahyu yang pertama sampai tahun kedua hijriah, umat Islam belum diwajibkan berpuasa. 

 

Nabi berdakwah di Makkah selama kurang lebih 13 tahun. Setelah itu beliau diperintah berhijrah ke Madinah. Jadi pemberlakuan syariat Islam pada waktu itu berjalan secara bertahap dan tidak diberlakukan semuanya dalam satu waktu yang sama. Sebelum wafatnya, Rasulullah saw berpuasa Ramadhan sebanyak 9 kali Ramadhan.  

 

Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Puasa Ramadhan termasuk ma’lûm minaddîn bidl-dlarûrah. Artinya, hukum wajibnya puasa Ramadhan diketahui oleh semua lapisan, baik ulama maupun orang-orang awam. Karenanya, orang yang mengingkari hukum wajibnya puasa Ramadhan, maka ia kafir, kecuali orang yang baru masuk Islam. Atau orang muslim, tapi ia tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari para ulama.

 

Sedangkan orang yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa sabab syar’i (sebab yang dibenarkan oleh syariat), dan ia meyakini wajibnya puasa Ramadhan, maka ia tidak kafir, tapi termasuk pelaku dosa besar (fasiq). Ia diwajibkan mengqadha (mengganti) puasa yang ia tinggalkan.  

 

Saudara-saudaraku rahimakumullah.
Sebelum kita melakukan perkara apa pun, termasuk puasa Ramadhan, maka kita diwajibkan untuk mengetahui ilmunya. Wajib bagi kita untuk mengaji dan mempelajari syarat sah puasa, syarat wajib puasa, rukun puasa, perkara yang membatalkan puasa dan hal-hal lain yang berkaitan dengan puasa. 

 

Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari menyebutkan salah satu bab dengan judul Bab al ‘Ilmi Qabla al Qaul wa al ‘Amal. Hal ini menunjukkan bahwa kita diwajibkan untuk mempelajari ilmu terkait dengan apa yang akan kita ucapkan dan apa yang akan kita perbuat.  

 

Menjelang Ramadhan, marilah kita mempelajari ilmu yang berkaitan dengan puasa dan berbagai ibadah yang akan kita lakukan selama Ramadhan. Jangan sampai kita tergolong sebagai orang-orang yang disebutkan dalam sabda Baginda Nabi Muhammad saw: 


 رُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ، وَرُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ (رواه ابن ماجه والنسائي وابن حيان وغيرهم)   

 

Artinya: Betapa banyak orang yang menghidupkan malam dengan ibadah tapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari ibadahnya kecuali begadang (tidak tidur di malam hari), dan betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga (HR Ibnu Majah, an Nasa’i, Ibnu Hibban dan lainnya).

 

Seseorang yang melakukan puasa lalu tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga, bisa jadi karena akidahnya tidak benar, niatnya tidak benar atau tata caranya tidak benar. Akidah yang benar, niat yang benar dan tata cara melakukan puasa dengan benar, ketiganya tidak dapat diketahui kecuali dengan belajar dan mengaji ilmu agama.   

 

Hadirin yang dirahmati Allah, Demikian khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.  


 أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   Khutbah II   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ  عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا 
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ   

 

Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.

    


Khutbah Terbaru