Keislaman

Pendakian Gunung dan Renungan Hidup dalam Islam

Senin, 30 Desember 2024 | 10:00 WIB

Pendakian Gunung dan Renungan Hidup dalam Islam

Santri Pecinta Alam saat di Gunung Tangkuban Perahu. (Foto: Istimewa)

Selama perjalanan ke Pulau Jawa, tepatnya di Bandung Jawa Barat, Santri Pecinta Alam (Sapala) telah melakukan pendakian dua gunung, yaitu Gunung Tangkuban Parahu Lembang pada 22 Desember 2024 dan Gunung Sepuh via Sunan Ibu Ciwidey pada 25 Desember 2024).


Sejatinya pendakian gunung adalah sebuah perjalanan yang tidak hanya menguji fisik, tetapi juga mental dan spiritual. Dalam Islam, alam semesta adalah tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah) yang mengingatkan manusia akan keagungan-Nya. Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 190:


اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ


Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (QS Ali Imran 190).


Saat mendaki gunung, seorang Muslim dapat merenungkan keterbatasannya sebagai makhluk Allah. Rasa lelah, udara tipis, dan tantangan medan yang berat mengajarkan bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna dan sangat bergantung pada kekuatan Allah.


Kesadaran tersebut mendorong pendaki untuk bertawakal kepada Allah, memohon perlindungan, dan mensyukuri setiap langkah yang berhasil ditempuh. Gunung juga mengajarkan kesabaran dan keikhlasan. Dalam Islam, kesabaran adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 46:


وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ


Artinya: Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar  (QS Al-Anfal: 46).


Pendakian membutuhkan ketekunan untuk menghadapi rintangan, serta keikhlasan untuk menerima keterbatasan diri. Dalam perjalanan ini, seorang pendaki belajar untuk lebih menghargai proses daripada hasil.


Selain itu, ketika mencapai puncak gunung, kita dapat menyaksikan keindahan alam yang luar biasa. Ini mengingatkan kita untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya.


Keindahan yang terhampar di depan mata adalah cerminan kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Dalam setiap hembusan angin dan kicauan burung, terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya yang patut disyukuri.


Pendakian gunung juga dapat menjadi waktu untuk bermuhasabah atau introspeksi diri. Ketika jauh dari hiruk-pikuk dunia, kita memiliki kesempatan untuk merenungkan perjalanan hidup, dosa-dosa yang telah dilakukan, dan perbaikan apa yang harus diupayakan.


Gunung, dengan kesunyiannya, menjadi tempat yang ideal untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menaiki gunung untuk beruzlah.


Pendakian gunung dalam perspektif Islam bukan hanya tentang menaklukkan ketinggian, tetapi juga perjalanan batin untuk mengenal diri, bersyukur, dan meningkatkan ketakwaan. Semoga setiap langkah yang kita ambil di alam menjadi bentuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.


Para ulama terdahulu banyak mengikuti jejak para nabi yakni menjadikan gunung sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dan menjadikan sebagai introspeksi dalam hidup.