Syiar

Mengapa Puncak Pelaksanaan Haji di Bulan Dzulhijah?

Jumat, 31 Mei 2024 | 11:24 WIB

Mengapa Puncak Pelaksanaan Haji di Bulan Dzulhijah?

Ilustrasi haji (Foto: NU Online)

Banyak kemuliaan di bulan Dzulhijjah, sehingga menjadi salah satu bulan yang ditunggu-tunggu dalam agama Islam. Pada bulan itu merupakan puncak pelaksanaan ibadah haji, sekaligus perayaan Idul Adha, atau hari raya kurban.


Sebagai bulan mulia, Allah melarang segala perbuatan-perbuatan yang bisa merusak kesakralan ibadah. Seperti firman-Nya dalam Al-Qur’an: 


اَلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ، فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ، وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ (البقرة: 197) 


Artinya: (Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah dia berkata jorok, berbuat maksiat dan bertengkar di tengah melakukan haji. Segala yang baik yang kalian kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat (QS Al-Baqarah: 197).


Masyarakat Arab mengenal atau memaklumi bulan Dzulhijjah sebagai bulan haji sejak sebelum Islam datang melalui Nabi Muhammad saw, tepatnya pada masa kenabian Nabi Ibrahim as, sebagaimana dilansir dari NU Online.


Atau bisa juga diartikan bahwa haji dilaksanakan pada bulan yang telah ditentukan. Kata “ditentukan” di sini maksudnya telah menjadi kebiasaan sejak sebelumnya. Tentunya, tidak diperbolehkan selain waktu tersebut. Karenanya, syariat-syariat sebelumnya yang diterima dalam syariat Nabi Muhammad saw, seperti disyariatkannya ibadah haji, akan menjadi bagi syariat bagi umat Nabi Muhammad saw (Sayyid Muhammad Thanthawi, Tafsîrul Wasîth, [Bairut, Dârul Fikr: 2014], halaman 338). 


Sebagaimana kita ketahui, proses pelaksanaan ibadah haji itu ada pada tiga bulan, yaitu Syawal, Dzulqa’adah dan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Lalu mengapa mengapa puncak ibadah haji dilakukan pada Dzulhijah? Apa hikmah yang terkandung di dalamnya?   


Syekh Ali Ahmad Al-Jirjawi dalam kitab Hikmatut Tasyrî’ wa Falsafatuh menjelaskan: 


اِعْلَمْ أَنَّ لِلْبَارِي جَلَّ شَأْنُهُ أَنْ يُخَصِّصَ أَيَّ زَمَانٍ كاَنَ لِنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ فِيْهِ عَلىَ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ  


Artinya: Ketahuilah bahwa bagi Allah swt terdapat kebiasaan mengistimewakan zaman apapun untuk menjadi waktu turunnya berbagai  rahmat kepada semua hamba-Nya yang iman (Ali Ahmad al-Jirjawi, Hikmatut Tasyrî’ wa Falsafatuh, [Bairut, Dârul Fikr: 1997], juz I, halaman 176).


Pengistimewaan itu hanya Allah berikan di waktu-waktu tertentu, misalnya hari Jumat, Lailatul Qadar, atau waktu-waktu mustajâbah. Semuanya tidak lain merupakan gambaran Islam sebagai agama yang sangat mudah bagi pemeluknya.


Begitupun dengan ibadah haji, Allah mewajibkannya di bulan yang sangat mulia dan agung. Kemuliaan itu tampak dengan dilipatgandakannya pahala setiap ibadah dan diterimanya doa pada bulan itu. 


Syekh Al-Jirjawi melanjutkan: 


وَلَمَّا كَانَ زَمَانُ الْحَجِّ مِنَ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ الَّتِي تُنَزَّلُ فِيْهِ الرَّحْمَاتُ فُرِضَتْ فِيْهِ فَرِيْضَةُ الْحَجِّ لِيَكُوْنَ الثَّوَابُ أَعَمُّ وَالنَّفْعُ أَتَمُّ   


Artinya: Dan ketika waktu pelaksanaan haji termasuk bulan-bulan mulia yang di dalamnya diturunkan berbagai rahmat, maka pada bulan itu diwajibkan haji agar pahalanya lebih banyak dan manfaatnya lebih sempurna. (Al-Jirjawi, Hikmatut Tasyri’, juz I, halaman 177).  


Dengan demikian dipahami, puncak ibadah haji dilakukan pada Dzulhijah karena keistimewaannya sebagai salah satu bulan-bulan mulia, di mana pahala ibadah dilipatgandakan. Selain itu, dalam hadits riwayat Ahmad menyebutkan:  


مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ   


Artinya: Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya (HR Ahmad).