Hari Raya Idul Fitri merupakan momentum hari besar umat Islam di seluruh dunia. Semua akan merayakan dengan beraneka cara dan budaya. Sejak awal Syawal, dimulai bakda Maghrib sampai selesai shalat Idul Fitri.
Masyarakat Muslim di Indonesia, memiliki banyak keunikan dan tradisi budaya dalam mengaktualisasikan syariat Islam agar lebih mudah diterima, akan tetapi syiar Islamnya tetap berkumandang selamanya.
Salah satu budaya yang menjadi kewajiban sebagian masyarakat Islam, umumnya di Indonesia dan salah satunya di Provinsi Lampung yakni budaya “Jiduran” pada malam takbir baik Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
Jiduran sendiri merupakan budaya memukul bedug/kendang yang terbuat dari kulit kerbau, sapi, dan kambing yang ada di masjid-masjid tradisional Indonesia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jidur memiliki arti tetabuhan seperti rebana besar terbuat dari kulit kerbau dan sebagainya, berbingkai kulit kayu. Kemudian yang kedua bermakna bedug.
Biasanya jiduran atau ada juga ada yang menyebut nidur, dimainkan semalam suntuk, sejak setelah selesai shalat Maghrib sampai menjelang shalat Idul Fitri pada pagi harinya. Pukulannya pun bervariasi di setiap daerah, dengan kearifan lokalnya masing-masing.
Tradisi jiduran memukul bedug ini dilakukan bersamaan dengan suara kumandang takbir. Sehingga menjadi perpaduan satu sama lain.
Tujuan dari jiduran sendiri merupakan penanda bahwa malam hari tersebut merupakan malam hari besar Islam dan menjadi syiar semarak Islam di daerah tersebut. Umat Islam sangat berbahagia dengan datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi jiduran sendiri ada yang hanya cukup menetap di masjid dan ada yang keliling kampung atau yang disebut dengan pawai keliling.
Zaman dahulu, biasanya jiduran keliling disertai juga dengan pawai obor atau menyalakan api dengan minyak lampu yang ditaruh di bambu, dan disertai dengan kumandang takbir yang menggema.
Orang yang memainkan jidur tidak hanya anak-anak muda. Namun, bisa orang tua, anak-anak, dan kaum perempuan pun ikut memainkan jidur. Sehingga semarak malam takbir sangat ramai dan meriah di masjid dan di kampung-kampung.
(Yudi Prayoga)