Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya

Keislaman

Tetaplah Berdakwah Meski Engkau Seorang Pendosa

ilustrasi seorang sedang berdakwah

SEMUA manusia pasti memiliki dosa dan kesalahan, baik di sengaja maupun tidak, entah dari lisan ataupun perbuatan. Hanya Rasulullah Saw yang langsung dijaga oleh Allah Swt dari segala dosa dan kesalahan (ma'sum). 

 

Agama Islam mengajarkan ketika manusia terjerumus dalam maksiat dan dosa, agar sekiranya cepat untuk bertaubat kepada Allah Swt, dengan cara merasa menyesal atas segala perbuatan yang telah dilakukannya.  Kemudian dilanjutkan memohon ampun kepada-Nya. 

 

Setelah bertaubat kepada Allah, sekiranya tidak akan mengulangi kembali dan semakin menebarkan kebaikan, dengan cara melakukan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Islam juga menganjurkan umatnya agar tidak hidup hanya dihabiskan untuk meratapi kesalahan dan dosa sepanjang waktu, sehingga mentalnya menjadi lemah dan ia enggan melakukan segala sesuatu selain meratap. 

 

Rasulullah mengajarkan umatnya untuk selalu menebar dan mengajak kepada kebaikan meski kita juga sedang dalam keadaan tidak stabil karena merasa melakukan kesalahan dan dosa. Karena sesungguhnya mengajak kepada kebaikan hukumnya wajib. 

 

Kita juga tidak bisa memungkiri firman Allah, bahwa manusia tempatnya salah dan dosa. Sehingga Allah melengkapi dengan salah satu nama baiknya (asmaul husna), yakni Al-Ghafur, sang Maha Pengampun. Andaikata manusia tidak ada yang melakukan kesalahan dan dosa, maka asmaul husna Al-Ghafur-Nya Allah tidak berlaku. 

 

Mengutip perkataan Kiai Mustofa Bisri atau lebih akrab disapa dengan Gus Mus, tangan kita tidak akan pernah bersih sepanjang hari. Jika kotor maka bersihkanlah, jika kotor lagi bersihkan lagi, dan seterusnya. Sama halnya dengan manusia yang hidup di dunia, Jangan sampai lelah untuk tetap membersihkan jiwa, meski nantinya akan kotor kembali. 

 

Itulah kenapa kita semua jangan sampai lemah mental ketika telah bertaubat dari dosa. Jangan sampai tidak mengajak kepada kebaikan atau berdakwah karena merasa hina dan belum pantas. Ingatlah sesungguhnya perasaan ini merupakan tipu daya setan, agar syiar Islam tidak berkembang dan mati. 

 

Contohnya jika ada seorang santri yang ahli agama dengan berbagai permasalahan ilmu fiqh, nahwu, sorof dan Al-Qur'an. Hidupnya banyak dihibahkan untuk berdakwah dan mengajarkan  ilmu agama kepada masyarakat, kemudian suatu waktu terpeleset ke dalam kemaksiatan dan bertaubat.

 

Jangan sampai setelah bertaubat ia tidak ingin berdakwah kembali karena merasa hina dengan dosa-dosanya, sehingga membiarkan masyarakat tetap dalam kebodohan dan kesesatan. Maka yang berdosa tetaplah yang ahli agama tersebut. 

 

Apalagi justru malah ada yang berdakwah di masyarakat tersebut dan sebenarnya keilmuannya tidak mumpuni, sehingga dikhawatirkan justru semakin salah dan tersesat. Jangan sampai pemahaman agama disampaikan oleh orang yang salah. Tetap sampaikanlah syareat Islam meski kita sedang terpuruk dengan rasa penyesalan. Menyesal memang baik, namun selalu meratapi penyesalan akan menimbulkan lemah mental untuk berdakwah menebarkan kebaikan. 


Memang untuk tetap istiqamah menjadi baik itu tidak mudah. Tetapi Allah Maha Pengampun dari segala kesalahan. Dan Allah akan selalu memberikan petunjuk bagi siapapun yang meminta dan berharap kepada-Nya. 

 

Seringkali orang yang berdakwah mensyiarkan Islam banyak mendapat rintangan. Seperti ketika berdakwah kepada masyarakat tetapi keluarganya masih ada yang sesat dan bermaksiat. Seringkali hal semacam ini menjadi olok-olokan masyarakat kepada pendakwah tersebut, seperti mengatakan "Ngapain berdakwah, ngurusin kita, kalau keluarganya saja masih sesat dan maksiat". 

 

Ketika menghadapi hal demikian, jangan sampai  mental kita kena dan menjadi lemah, sehingga tidak meneruskan dakwahnya yang ujung-ujungnya sesat tidak ada yang terselamatkan kedua-duanya. Nabi Muhammad pernah bersabda: “Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat” (H.R. Tirmidzi).

 

Nabi Muhammad Saw sendiri berdakwah kepada semua masyarakat Qurays waktu itu, meski ada sebagian keluarganya yang menolak, menentang, dan menghalangi Nabi. Sehingga mereka masih tersesat, seperti Abu Thalib yang belum mau menerima Islam. Atau Abu Lahab yang tetap tersesat hingga akhir hayat. Apakah Nabi berhenti berdakwah kepada masyarakat Jazirah Arab, meski keluarganya masih ada yang sesat?

 

Jawabnya tidak, Nabi tetap istiqamah berdakwah dan tidak menghiraukan olok-olokan orang yang memang membenci dan tidak menyukai dakwah Nabi. 

 

Allah berfirman: “Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S. Luqman [31]: 17).

 

Karena keistiqamahan Nabi dalam berdakwah, mengajak kepada kebaikan dan tauhid, Islam tidak hanya berkembang di seluruh Jazirah Arab melainkan seluruh dunia. Ini mengajarkan bahwa untuk tetap menjadi baik, tetaplah istiqamah

 


Yudi Prayoga, Santri Al Hikmah Kedaton Bandar Lampung. 

Yudi Prayoga
Editor: Ila Fadilasari

Artikel Terkait