
Safari Ramadhan MUI Kabupaten Pringsewu di Masjid Dakwah, Bandung Baru, Kecamatan Adiluwih, pada Rabu (19/3/2025). (Foto: Istimewa).
Muhammad Faizin
Penulis
Pringsewu, NU Online LampungÂ
Permasalahan mengenai jumlah zakat fitrah yang harus dikeluarkan umat Islam kerap menjadi pembahasan di masyarakat, terutama menjelang Idul Fitri atau akhir Ramadhan. Banyak yang menyebut bahwa zakat fitrah harus dibayarkan dengan berat tertentu, seperti 2,5 kg atau 2,7 kg.
Namun, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pringsewu, Ustadz Ahmad Rifai menegaskan bahwa ukuran zakat fitrah sebenarnya tidak berdasarkan berat, melainkan takaran, yaitu satu sha’.
"Satu sha’ ini dalam konversi para ulama rata-rata setara dengan 2,5 hingga 3 kg," ujarnya dalam kegiatan Safari Ramadhan MUI Kabupaten Pringsewu di Masjid Dakwah, Bandung Baru, Kecamatan Adiluwih, pada Rabu (19/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa perbedaan berat ini terjadi karena kualitas beras yang ditakar. Dulu, beras di Indonesia umumnya memiliki kadar air yang rendah sehingga satu sha’ setara dengan 2,5 kg. Namun, saat ini, kadar air dalam beras cenderung lebih tinggi, sehingga satu sha’ bisa mencapai 2,7 kg atau lebih.
"Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat tidak terlalu memperdebatkan jumlah berat zakat fitrah. Untuk keluar dari perbedaan pendapat ini, lebih baik menggenapkannya menjadi 3 kg atau lebih, sehingga lebih yakin terhadap zakat yang dikeluarkan," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti pentingnya status pengelola zakat di masyarakat. Ia meminta masyarakat untuk memahami perbedaan antara amil zakat dan panitia zakat.
"Amil zakat adalah mereka yang memiliki kewenangan dan disahkan oleh lembaga resmi sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara panitia zakat adalah orang-orang yang secara inisiatif mengelola zakat, terutama zakat fitrah," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa jika masyarakat membayarkan zakat kepada amil resmi, maka zakatnya langsung sah. Namun, jika zakat diserahkan kepada panitia yang belum mendapatkan legalitas, maka zakat tersebut belum dianggap sah hingga benar-benar didistribusikan kepada para mustahik.
Oleh karena itu, ia mengimbau panitia zakat yang biasa dibentuk di masjid-masjid untuk segera mendapatkan legalitas dari pihak berwenang, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau lembaga amil zakat yang sudah diakui oleh Baznas. Dengan begitu, pengelolaan zakat dapat berjalan lebih maksimal dan sesuai dengan syariat.
Acara ini dihadiri oleh Ketua Umum MUI Kabupaten Pringsewu, KH Hambali, beserta jajaran pengurus MUI Kecamatan Adiluwih, serta para takmir masjid dan khatib di wilayah Kecamatan Adiluwih.
Terpopuler
1
KH Saifuddin Zuhri dan KH Muhtar Ghozali Terpilih Jadi Rais dan Mudir JATMAN Lampung pada Muswil 2025
2
GP Ansor Way Kanan Gelar PKD, Tingkatkan Kapasitas dan Kualitas Kader
3
Ketua PWNU Lampung: Santri Harus Siap Menanggung Pahitnya Belajar Demi Terangnya Masa Depan
4
Sosialisasi PIP dan Wawasan Kebangsaan, Fauzi Heri Ajak Masyarakat Amalkan Nilai Pancasila
5
Ketua PWNU Lampung: Thariqah Jadi Penyejuk dan Penuntun Umat dalam Menjawab Keresahan Zaman
6
Memaknai Doa Nabi Musa Minta Jodoh, KH Sujadi: Ciptakan Suasana Surgawi dalam Rumah Tangga
Terkini
Lihat Semua