Warta

Toleransi dan Pendidikan Agama Moderat Kunci Tangkal Radikalisme

Kamis, 24 Oktober 2024 | 21:06 WIB

Toleransi dan Pendidikan Agama Moderat Kunci Tangkal Radikalisme

Ketua MUI Lampung, KH Suryani saat menjadi narasumber acara Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personel TNI, Polri, dan Instansi dalam Mendukung Penanggulangan Terorisme di Provinsi Lampung.

Bandar Lampung, NU Online Lampung 

Konsep keagamaan di Indonesia menekankan pentingnya toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. 

 

Indonesia diakui sebagai negara yang menjunjung tinggi pluralisme agama (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu) serta berbagai kepercayaan lokal, masyarakat Indonesia telah lama hidup dalam harmoni. 

 

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI Provinsi Lampung KH Suryani M Nur saat menjadi narasumber pada acara Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personel TNI, Polri, dan Instansi dalam Mendukung Penanggulangan Terorisme di Provinsi Lampung.

 

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Swiss Belhotel, Bandar Lampung, Kamis (24/10/2024).

 

"Namun tantangan radikalisme dan terorisme terus mengancam stabilitas sosial dan menjadi ancaman serius khususnya di Indonesia," ujarnya.

 

Ia melanjutkan juga menekankan pentingnya peran ulama dan pemuka agama dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan toleran. 

 

"Pemahaman keagamaan yang benar adalah kunci utama dalam menangkal radikalisme. Islam mengajarkan cinta damai, toleransi, dan menjunjung tinggi kemanusiaan," ungkapnya.

 

Menurut Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tulang Bawang, Bandar Lampung itu, ulama memiliki tanggung jawab untuk meluruskan kesalahpahaman tentang jihad yang kerap disalahgunakan oleh kelompok radikal

 

"Konsep keagamaan yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, kasih sayang, dan persatuan dapat menjadi benteng dalam menangkal radikal terorisme," katanya.

 

Ia menjelaskan juga melalui pendidikan yang moderat, peran aktif ulama, dialog antar agama, dan pemanfaatan media, masyarakat dapat dibekalj dengan pemahaman yang benar tentang agama.

 

Sementara itu, Mitra Deradikalisasi BNPT, Martin Sudarmawan berbagi pengalaman pribadinya sebagai mantan anggota Jamaah Islamiyah. Ia mengisahkan bagaimana dirinya terjebak dalam narasi radikal yang memanipulasi ajaran agama untuk tujuan kekerasan. 

 

"Radikalisasi sering kali terjadi karena ketidaktahuan dan keterpengaruhan terhadap doktrin yang salah. Saya berharap cerita saya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat jalan kekerasan bukanlah solusi, dan pentingnya kita mencari ilmu dari sumber yang benar," tuturnya.

 

Kepala Seksi Pemberdayaan Kemampuan BNPT, Amar Ma'ruf sekaligus moderator mengatakan bahwa kerja sama antara ulama, masyarakat, dan pemerintah menjadi benteng terkuat dalam menangkal penyebaran paham radikal. 

 

"BNPT terus berupaya memberdayakan kemampuan masyarakat dalam mendeteksi dan mencegah radikalisasi sejak dini. Edukasi dan sosialisasi melalui diskusi seperti ini sangat penting untuk membangun pemahaman yang komprehensif tentang ancaman terorisme," katanya.

 

Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang mendapatkan respons positif dari para peserta yang menyadari pentingnya kolaborasi antara semua elemen bangsa dalam menjaga harmoni dan keamanan di Indonesia. 

 

Kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi langkah konkret dalam memperkuat pemahaman keagamaan yang moderat dan damai di tengah masyarakat.Â