• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Syiar

Tiga Tingkat Keikhlasan Manusia

Tiga Tingkat Keikhlasan Manusia
sumber gambar: https://mandiriamalinsani.or.id/ikhlas-yang-sebenarnya/
sumber gambar: https://mandiriamalinsani.or.id/ikhlas-yang-sebenarnya/

Kata ikhlas sering sekali diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang menyebut dirinya ikhlas, namun dari ucapan dan perbuatannya kerap tidak menunjukkan keikhlasan itu sendiri.

 

Misalnya beribadah karena ingin dipuji, membantu orang lain karena ingin dipilih dalam pemilihan umum,  berbuat kebaikan karena ingin membentuk pencitraan dan diekspos oleh media, dan sebagainya.

 

Padahal seperti kita ketahui,  ikhlas merupakan satu syarat diterimanya amal ibadah seseorang. Tanpa keikhlasan sebaik apapun amal yang dilakukan oleh seorang mukmin tak akan ada nilainya di sisi Allah swt.

 

Dilansir dari Tiga Tingkatan Ikhlas Menurut Syekh Nawawi Banten, dalam kitab At-Ta’rîfât karya Ali Al-Jurjani disebutkan bahwa ikhlas adalah engkau tidak mencari orang yang menyaksikan amalmu selain Allah. Ikhlas juga diartikan membersihkan amal dari berbagai kotoran (Ali Al-Jurjani, At-Ta’rîfât, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1983], halaman 14).

 

Dalam berbagai kesempatan kajian ilmiah Prof Qurais Shihab seringkali memberikan satu gambaran tentang ikhlas dengan sebuah gelas yang penuh air putih. Tak ada sedikit pun yang ada dalam gelas itu selain murni air putih belaka, tanpa tercampuri apa pun. Itulah yang disebut dengan ikhlas. 

 

Seseorang melakukan satu amalan hanya karena Allah semata, tak ada satu pun motivasi lain yang mencampurinya. Tak ada harapan surga, tak ada keinginan enaknya hidup di dunia, semua murni karena menghamba kepada Allah saja.

 

Dari definisi itu, tampaknya menjadi seorang yang ikhlas adalah satu hal yang sulit. Tidak banyak orang yang mampu melakukannya.

 

Meski demikian ada kriteria tertentu di mana seseorang melakukan suatu amalan dengan motivasi tertentu namun masih dikategorikan sebagai ikhlas.

 

Syekh Muhammad Nawawi Banten di dalam kitabnya Nashâihul ‘Ibâd membagi keikhlasan ke dalam tiga tingkatan (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nashâihul ‘Ibâd, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2010], halaman 58).

 

Dalam kitab tersebut beliau memaparkan bahwa tingkatan pertama yang merupakan tingkat paling tinggi di dalam ikhlas sebagai berikut:

 

 فأعلى مراتب الاخلاص تصفية العمل عن ملاحظة الخلق بأن لا يريد بعبادته الا امتثال أمر الله والقيام بحق العبودية دون اقبال الناس عليه بالمحبة والثناء والمال ونحو ذلك

 

Artinya:  Tingkatan ikhlas yang paling tinggi adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak ada yang diinginkan dengan ibadahnya selain menuruti perintah Allah dan melakukan hak penghambaan, bukan mencari perhatian manusia berupa kecintaan, pujian, harta dan sebagainya.

 

Pada tingkatan ini orang yang melakukan amalan atau ibadah tidak memiliki tujuan apapun selain hanya karena menuruti perintah Allah semata. Ia menyadari bahwa dirinya adalah hamba atau budaknya Allah sedangkan Allah adalah tuannya.

 

Maka baginya sudah selayaknya seorang hamba taat dan patuh serta menuruti apapun yang diperintahkan oleh tuannya tanpa berharap mendapatkan imbalan apapun. 

 

Orang yang beramal dengan keikhlasan tingkat ini sama sekali tak terpikir olehnya balasan atas amalnya itu. Pun ia tak peduli apakah kelak di akhirat Allah akan memasukkannya ke dalam surga atau neraka. Ia hanya berharap ridha Tuhannya. 

 

Tingkatan ikhlas yang kedua adalah sebagai berikut:

 

 والمرتبة الثانية أن يعمل لله ليعطيه الحظوظ الأخروية كالبعاد عن النار وادخاله الجنة وتنعيمه بأنواع ملاذها

 

Artinya: Tingkat keikhlasan yang kedua adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian-bagian akhirat seperti dijauhkan dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga dan menikmati berbagai macam kelezatannya.

 

Pada tingkatan kedua ini orang yang beramal melakukan amalannya karena Allah namun di balik itu ia memiliki keinginan agar dengan ibadahnya kelak di akhirat ia akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah.

 

Ia beribadah dengan harapan kelak di hari kiamat terselamatkan dari berbagai keadaannya yang mengerikan, terlindungi dari panas yang menyengat, dimudahkan hisabnya, hingga pada akhirnya ia tidak dimasukkan ke dalam api neraka tapi sebaliknya Allah berkenan memasukkannya ke dalam surga sehingga ia dapat menikmati berbagai fasilitas yang tiada duanya.

 

Beribadah dengan niat dan motivasi seperti ini masih dikategorikan sebagai ikhlas, hanya saja bukan ikhlas yang sesungguh-sungguhnya ikhlas. Keikhlasan seperti ini ada pada tingkatan kedua di bawah tingkat keikhlasan pertama.

 

Ini diperbolehkan mengingat Allah dan Rasulullah sangat sering memotivasi para hamba dan umatnya untuk melakukan amalan tertentu dengan iming-iming pahala yang besar dan kenikmatan yang luar biasa di akhirat kelak. 

 

Lebih lanjut Syekh Nawawi menuturkan:

 

 والمرتبة الثالثة أن يعمل لله ليعطيه حظا دنيويا كتوسعة الرزق ودفع المؤذيات 

 

Artinya: Tingkatan ikhlas yang ketiga adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian duniawi seperti kelapangan rezeki dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.

 

Tingkat keikhlasan yang ketiga ini adalah tingkat keikhlasan yang paling rendah di mana orang yang beribadah dilakukan karena Allah namun ia memiliki harapan akan mendapatkan imbalan duniawi dengan ibadahnya itu.

 

Sebagai contoh orang yang melakukan shalat duha dengan motivasi akan diluaskan rezekinya, aktif melakukan shalat malam dengan harapan akan mendapatkan kemuliaan di dunia, banyak membaca istighfar agar dimudahkan mendapatkan keturunan dan  sebagainya. 


Hal yang demikian ini masih tetap dianggap sebagai ikhlas karena agama sendiri menawarkan imbalan-imbalan tersebut ketika memotivasi umat untuk melakukan suatu amalan tertentu. Hanya saja tingkat keikhlasannya adalah tingkat paling rendah.

 

Lantas bagaimana bila seorang yang beribadah atau melakukan suatu amalan dengan motivasi selain tiga hal di atas? Misal orang beribadah dengan harapan akan dipuji dan dianggap orang lain sebagai orang yang taat, mencari ilmu dengan harapan akan dihormati orang lain sebagai orang yang alim, bersedekah dengan harapan akan mendapatkan suara banyak dalam pemilihan lurah, kepala daerah atau wakil rakyat. 

 

Masih menurut Syekh Nawawi bahwa yang demikian itu termasuk sikap riya yang tercela, bukan ikhlas.

Beliau menegaskan:

 

 وما عدا ذلك رياء مذموم 

 

Artinya: Selain ketiga motivasi di atas adalah riya yang tercela.

 

Dengan mengetahui definisi tentang keikhlasan beserta tingkatannya, diharapkan kita bisa menjadi manusia yang ikhlas dalam berbuat kebaikan. Alangkah sayangnya bila kita sudah berbuat namun masuk dalam kategori riya yang tidak mendapatkan pahala.


Syiar Terbaru