• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Syiar

Larangan Berpuasa di Hari Tasyrik dan Tiga Amalan Dapat Dilakukan

Larangan Berpuasa di Hari Tasyrik dan Tiga Amalan Dapat Dilakukan
Ilustrasi
Ilustrasi

Hari Tasyrik merupakan rangkaian yang terjadi pada bulan Dzulhijjah setelah Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Tiga hari setelahnya disebut Hari Tasyrik yaitu tanggal 11 sampai 13 Dzulhijjah. 


Pada hari tersebut kaum muslimin dilarang untuk berpuasa dan dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel NU Online yang berjudul Pengertian Hari Tasyrik


Hari Tasyrik secara bahasa merujuk pada kata tasyriq yang artinya penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari). Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, ulama berbeda pendapat terkait jumlah Hari Tasyrik. Sebagian ulama berpendapat, Hari Tasyrik terdiri atas dua hari. Sebagian ulama lainnya mengatakan, Hari Tasyrik terdiri atas tiga hari. (Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz IV, halaman 281). 


وأيام التشريق ثلاثة بعد يوم النحر سميت بذلك لتشريق الناس لحوم الأضاحى فيها وهو تقديدها ونشرها في الشمس 


Artinya: “Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah). Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari,” (Al-Imam An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 273). 


Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, hari Tasyrik dinamakan demikian karena pada hari tersebut orang menjemur daging untuk menjadikannya dendeng. Sedangkan pendapat lain mengatakan, hari Tasyrik dinamai demikian karena hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah matahari memancarkan sinarnya. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: IV/281). 


Ulama lain berpendapat, dinamakan hari tasyrik karena shalat Idul Adha dilaksanakan ketika matahari memancarkan cahaya. Sedangkan ulama lainnya mengatakan, Tasyrik adalah takbir pada setiap selesai shalat. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: IV/281). 


Hari Tasyrik disebut antara lain dalam hadits riwayat Imam Muslim sebagai hari makan dan minum: 


عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ


Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari dzikir,” (HR Muslim).


Sebagian ulama berbeda pendapat perihal larangan puasa di Hari Tasyrik. Imam Syafi’i dalam qaul jadid-nya mengatakan larangan puasa pada Hari Tasyrik sebagaimana larangan puasa pada yaumus syak.


Adapun ulama berbeda pendapat perihal amal yang utama pada Hari Tasyrik, sebagaimana artikel NU Online yang berjudul Amalan Utama di Hari Tasyrik. Ada tiga amalan yang dapat dilakukan pada hari tasyrik yakni:


Pertama, memperbanyak takbir. Imam Bukhari meriwayatkan hadits perihal amal pada Hari Tasyrik. Ia mengutip pandangan Ibnu Abbas ra. perihal perintah dzikir pada hari-hari tertentu yang dipahami sebagai Hari Tasyrik di Surat Al-Baqarah ayat 203


وقال ابنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُواْ اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ أَيَّامُ العَشْرِ والأَيَّامُ المَعْدُوْدَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ وكَانَ ابنُ عُمَرُ وأَبُو هُرَيْرَةَ كَانَا يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أيَّامِ العَشْرِ يُكبِّرَانِ، ويُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيْرِهِمَا وكَبَّرَ مُحَمَّدٌ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَافِلَةِ 


Artinya: “Ibnu Abbas ra. mengatakan, ‘Sebutlah nama Allah (dzikirlah) pada hari tertentu,’ (Surat Al-Baqarah ayat 203). ‘Hari 10 dan hari-hari tertentu adalah Hari Tasyrik.’ Sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra. keluar ke pasar pada hari 10 sambil bertakbir. Orang-orang pun ikut bertakbir karena takbir keduanya. Muhammad bin Ali juga bertakbir setelah shalat sunnah,” (HR Bukhari).


Kedua, memperbanyak Tahlil, Tahmid, dan Takbir. Ibnu Hajar Al-Asqalani pada akhir pembahasan amal pada Hari Tasyrik mengutip riwayat hadits yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir


وقد وقع في رواية بن عمر من الزيادة في آخره فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّحْمِيْدِ وَالتَّكْبِيْرِ 


Artinya: “Pada riwayat Ibnu Umar ada tambahan kalimat di akhir, Perbanyaklah tahlil, tahmid, dan takbir pada Hari Tasyrik,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/529). 


Ketiga, jenis amal ibadah Al-Asqalani mengutip pendapat Ibnu Abi Jamrah. Menurutnya, Islam tidak menentukan amal atau dzikir tertentu pada Hari Tasyrik. Menurutnya, amal apapun asal dilakukan pada Hari Tasyrik tetap lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik. 


وقال بن أبي جمرة الحديث دال على أن العمل في أيام التشريق أفضل من العمل في غيره 


Artinya: “Ibnu Abi Jamrah mengatakan, hadits ini menunjukkan bahwa amal apapun pada Hari Tasyrik lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/527). 


Pada prinsipnya, Hari Tasyrik memang waktu istimewa untuk ibadah sehingga apapun amal ibadahnya asal dilakukan pada waktu-waktu yang istimewa maka ganjarannya juga istimewa. Hadits riwayat Imam Bukhari di atas menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan waktu-waktu tertentu, sebagaimana Dia mengistimewakan tempat-tempat tertentu. 


وأن الغاية القصوى فيه بذل النفس لله وفيه تفضيل بعض الأزمنة على بعض كالأمكنة 


Artinya: “Tujuan tertinggi dari hadits ini adalah penghambaan diri sepenuhnya kepada Allah. Hadits ini juga menjadi dalil pengutamaan waktu-waktu tertentu dalam ibadah dibanding waktu lainnya, sebagaimana pengistimewaan tempat-tempat tertentu,” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/528). Wallahu a’lam.


 


Syiar Terbaru