• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Keislaman

Tanpa Orang Lain Kita Bukan Siapa-Siapa

Tanpa Orang Lain Kita Bukan Siapa-Siapa
Sejak kecil kita membutuhkan orang lain (Foto: NU Online)
Sejak kecil kita membutuhkan orang lain (Foto: NU Online)

Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga dalam kehidupannya membutuhkan peran orang lain. Selamanya manusia tidak akan pernah bisa hidup dalam keadaan sendiri. Karena jika ia memberanikan hidup sendiri, maka, kalau tidak stres ya mati. 

 

Kenapa bisa begitu? Ada beberapa ungkapan dari manusia yang mengatakan ia hidup mandiri tanpa bantuan orang lain. Ya, itu hanya bahasa lisan semata. Secara realita dia membutuhkan orang lain.

 

Secara sederhana, sejak kecil manusia tidak pernah bisa hidup sendiri, ia membutuhkan kedua orang tuanya dalam mengasuh,  atau tidak orang tua lain yang bertanggung jawab dalam mengasuhnya sampai besar. Padahal sudah jelas, sejak kecil ia bergantung kepada orang lain. Maka jangan sampai manusia berani melawan kepada orang tuanya, apalagi sampai menganiaya. 

 

Imam Ali mengatakan bahwa "Jangan sampai engkau meninggikan suaramu kepada orang yang mengajarkanmu berbicara". Sedangkan di dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa seorang anak jangan sampai mengatakan "Ah", "wala uffin" kepada orang tuanya jika sedang disuruh. Ini menandakan bahwa manusia harus menghormati kedua orang tua, karena tanpa mereka ia bukanlah siapa-siapa. 


Sejak kecil, manusia membutuhkan makan dan minum yang semuanya bergantung kepada alam dan manusia. Untuk makan manusia bergantung kepada hewan dan tumbuhan, sedangkan minum manusia bergantung kepada air. Sedangkan untuk prosesnya manusia membutuhkan seorang petani untuk menanam padi, membutuhkan orang yang menggiling padi dan membutuhkan orang yang menanak nasi. 

 

Maka jangan sampai ia menyia-nyiakan sebuah makanan, meski satu nasi sekalipun, karena menelantarkan makanan atau membuangnya dengan disengaja itu sama saja tidak menghargai keringat para petani dan penanak nasi. Padahal kita belum tentu sanggup untuk sekedar makan harus bekerja seperti mereka. 

 

Selanjutnya, apakah manusia dalam hidup ini langsung cerdas dan pintar sejak lahir? Jawabannya tidak. Manusia tetap membutuhkan bantuan seorang guru untuk menjadi cerdas, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi selalu membutuhkan orang lain. Ketika ada anak sukses dalam belajar itu karena berkat para guru, bukan karena hasil jerih payahnya sendiri. 

 

Sehingga jangan sampai seorang murid yang sudah cerdas melupakan peran dari guru, apalagi sampai membantah, tidak hormat dan menganiaya gurunya. Karena murid yang tidak menghargai gurunya maka ilmunya tidak akan menjadi berkah. 

 

Selanjutnya, dalam dunia kerja, manusia bisa sukses dan kaya raya membutuhkan peran dari orang lain. Jika dia seorang atasan, maka membutuhkan karyawan, asisten, dan tenaga kerja yang lain. Jika dia pegawai maka membutuhkan atasan dan mitra dari orang lain juga. Maka ketika sukses itu hasil kerjasama dengan orang lain. 

 

Sudah sepantasnya manusia selalu memanusiakan yang lainnya, jangan sampai sewenang-wenang karena jabatan dan uang. Karena semua itu bisa berubah sebagaimana Allah swt mengubah takdir seseorang. Yang di atas bisa menjadi di bawah dan yang di bawah bisa menjadi di atas.  

 

Selain itu, jika ia seorang pedagang, ia membutuhkan pembeli, pengantar barang, penjual, dan kurir antar barang. Jika seorang petani maka membutuhkan penjual pupuk, penjual alat-alat pertanian, dan pembeli dari hasil pertanian kita. Semua membutuhkan bantuan orang lain. 

 

Dalam urusan biologis manusia membutuhkan pasangan, sebagaimana Nabi Adam as yang tetap merindukan pasangan meski hidup dalam kecukupan dan kemewahan surga.  Sehingga Allah menciptakan Hawa sebagai pasangannya untuk meneruskan kehidupan di muka bumi. 

 

Setelah menikah, manusia membutuhkan seorang anak untuk menjadi pewaris dan penerus dari spirit dan cita-cita orang tuanya. Maka ia akan menjadi bahagia dan bersyukur jika dikaruniai seorang anak (penerus). 

 

Kalaupun ada seseorang yang bertapa atau menyendiri di sebuah gunung, ia masih membutuhkan orang lain untuk mengantar makanan atau mencukupi kehidupannya sehari-hari. Sebagaimana yang pernah dikerjakan Nabi ketika menyendiri (uzlah) di Goa Hira yang selalu ada istrinya yang selalu mengantarkan makanan setiap saat. 

 

Dalam kehidupan berpolitik dan bernegara, seorang presiden bisa terpilih menjadi pemimpin negara merupakan peran dari rakyat yang memilihnya. Ia membutuhkan peran rakyat untuk mencoblos. Bahkan sebelumnya ia rela berkampanye mengemis kepada rakyat agar rakyat bersimpati dan memilihnya menjadi presiden. 

 

Begitupun para anggota dewan rakyat yang membutuhkan partai politik sebagai kendaraan untuk maju dan membutuhkan suara rakyat yang dibawah untuk mengangkatnya berkuasa. Ia juga rela membagi-bagi sedekah kampanye sebagai unjuk rasa kepada rakyat, karena membutuhkan suaranya untuk melanggengkan berkuasa. 

 

Maka dari itu, tidak perlu disombongkan jika ia menjadi sukses, menempati derajat yang mulia daripada orang lain, karena sejatinya kesuksesannya merupakan berkat peran orang lain. Kita juga menjadi sukses merupakan peran dari orang tua, tetangga, masyarakat, para guru, teman dan karyawan yang selalu menyokong dan memberikan semangat kepada kita semua. 

(Yudi Prayoga)


Keislaman Terbaru