• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Keislaman

Makna Zuhud, Bukan Berarti Antidunia

Makna Zuhud, Bukan Berarti Antidunia
Makna zuhud juga bisa mencakup.kehidupan di dunia, selain akhirat (Ilustrasi: NU Online)
Makna zuhud juga bisa mencakup.kehidupan di dunia, selain akhirat (Ilustrasi: NU Online)

Dunia merupakan kehidupan sementara dan akhirat sebaliknya. Kehidupannya merupakan keniscayaan dari takdirnya Allah swt.

 

Manusia tidak akan bisa menolak apakah ia harus diciptakan atau tidak, karena manusia sadar akan dirinya saja ketika sudah aqil baligh (berakal) sehingga ia tamyiz (bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah). Sedangkan ketika di dalam kandungan sampai balita, manusia pada umumnya tidak mengingat apapun. 

 

Kehidupan dunia memang indah, sedang akhirat lebih dari itu. Akan tetapi, banyak manusia yang terlena dengan kehidupan dunia dan lupa akan akhirat. Kelupaan akan akhirat merupakan besarnya rasa cintanya kepada dunia.

 

Jika kita hanya menyibukkan diri pada urusan dunia, maka akhirat akan terkalahkan, begitu sebaliknya. Tetapi Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk hidup berimbang antara dunia dan akhirat. Sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Qur'an surat Al-Qashash ayat 77.

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

 

Artinya: Carilah negeri akhirat pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagianmu dari dunia.

 

Dari ayat di atas, Allah swt memerintahkan dengan tegas kepada umatnya agar memanfaatkan kenikmatan dunia untuk meraih kemuliaan akhirat. Mencari kehidupan dunia merupakan ibadah kepada Allah, jika diniatkan kepada  Allah dan dengan cara yang halal dan terpuji.

 

Juga tercantum di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 201

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, juga kebaikan di akhirat. Dan peliharalah kami dari siksa neraka 

 

Imam Syafi'i pernah berpesan bahwa dunia cukup di tangan saja, jangan sampai masuk ke dalam hati, dan jika meninggal cukup berada di pelupuk mata. Ini  menunjukkan bahwa biarlah tangan sibuk dengan dunia, tetapi hati tetap sibuk dengan akhirat (mengingat Allah). Mencari dunia karena Allah dan hati tetap senantiasa berzikir kepada Allah swt. senada dengan pendapat Imam Syafi'i, salah satu ulama sufi lainnya, Ibnul Qoyim mengatakan juga di dalam kitab Madarijus Salikin, halaman 465.

والأصل هو قطع علائق الباطن ، فمتى قطعها لم تضره علائق الظاهر ، فمتى كان المال في يدك وليس في قلبك لم يضرك ولو كثر ، ومتى كان في قلبك ضرك ولو لم يكن في يدك منه شيء

 

Artinya: Prinsipnya adalah memutus hubungan dengan batin. Ketika orang telah berhasil memutusnya, kondisi lahiriyah tidak akan mempengaruhinya. Sehingga selama harta itu hanya ada di tanganmu, dan tidak sampai ke hatimu, maka harta itu tidak akan memberikan pengaruh kepadamu, meskipun banyak. Dan jika harta itu bersemayam di hatimu, maka dia akan membahayakan dirimu, meskipun di tanganmu tidak ada harta sedikitpun.

 

Ibnul Qoyim juga menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad. Ada orang yang bertanya kepada Imam Ahmad

أيكون الرجل زاهدا ، ومعه ألف دينار؟

 

Artinya: Apakah seseorang bisa menjadi zuhud, sementara dia memiliki 1000 dinar?

 

Jawab beliau:

نعم على شريطة ألا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت ، ولهذا كان الصحابة أزهد الأمة مع ما بأيديهم من الأموال

 

Artinya: Betul, dengan syarat, dia tidak merasa bangga ketika hartanya bertambah dan tidak sedih ketika hartanya berkurang. Karena itulah, para sahabat menjadi generasi paling zuhud, meskipun mereka memiliki banyak harta.

 

Pertanyaan senada juga pernah disampaikan kepada Sufyan at-Tsauri yang terekam dalam kitab Madarij Salikin halaman 466.

أيكون ذو المال زاهدا ؟

 

Artinya: Apakah orang yang kaya bisa menjadi zuhud?

 

Jawab Imam Sufyan:

نعم؛ إن كان إذا زيد في ماله شكر ، وإن نقص شكر وصبر

 

Artinya: Betul, jika dia bisa menjadi orang yang apabila hartanya bertambah, dia bersyukur, dan jika hartanya berkurang, dia tetap bersyukur dan bersabar.


(Yudi Prayoga)


Keislaman Terbaru