Pagelaran Nafas Imaji, Penanda Berdirinya Sanggar Seni dan Budaya Noir Lampung Tengah
Kamis, 2 Januari 2025 | 18:41 WIB
Lampung Tengah, NU Online Lampung
Seorang seniman muda dan pengurus Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) Lampung, Ikhtiar Putra Pratama bersama komunitas seni menggelar pagelaran bertajuk Nafas Imaji di Kaira Kafe, Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah, Jumat-Sabtu (27-28/12/2024) lalu.
Pada acara itu digelar pameran lukis perdana, dan juga penanda berdirinya Sanggar Seni dan Budaya Noir Lampung Tengah yang merupakan institusi seni untuk menyelaraskan keindahan dengan pencarian makna eksistensial seni dalam konteks lokalitas Lampung.
Dalam membangun sanggar tersebut, Ikhtiar dibantu oleh dua kolaborator utama, Asep Sugiarto dari Kelompok Studi Kader (Klasika) dan Indriani Safitri dari PKC PMII Lampung, Aditiatara, Miftahul Munir, dan berbagai komunitas seni seperti Komunitas Seni Lima Rasa, Komunitas Biru Darmajaya, UKMBS Semauri Pringsewu, UKMBS Malahayati, dan Karang Taruna Brajamusti Kalirejo.
Ikhtiar Putra Pratama mengatakan, tema Nafas Imaji dipilih untuk merepresentasikan spirit dari kegiatan ini sebagai perayaan seni yang menghembuskan kehidupan baru dalam dunia imajinasi dan kreativitas.
“Nafas melambangkan energi vital yang menghidupkan seni sebagai ekspresi jiwa, sementara Imaji mengacu pada gagasan-gagasan visual dan konseptual yang menjadi dasar dari karya seni,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online Lampung, Kamis (2/1/2025).
Tema ini sekaligus menjadi simbol regenerasi dan kebebasan dalam menciptakan seni tanpa batasan, sebuah pernyataan bahwa seni adalah bagian esensial dari kehidupan, yang dapat diakses, dihayati, dan dinikmati oleh siapa saja. Menurutnya, tema ini juga mencerminkan hubungan mendalam antara seni dan eksistensi manusia.
“Kami ingin mengingatkan, bahwa seni adalah nafas kehidupan, yang membantu kita memahami dunia dan diri kita sendiri melalui imajinasi. Seni tidak hanya soal keindahan, tetapi juga soal keberanian untuk bermimpi, berefleksi, dan berubah,” ungkapnya.
Dengan tema ini, Nafas Imaji mengusung visi untuk mendorong audiens mengapresiasi seni tidak hanya sebagai sesuatu yang estetis, tetapi juga sebagai medium transformasi kultural dan spiritual.
“Pemilihan Kaira Kafe sebagai venue acara ini bukan tanpa alasan. Saya bersama tim ingin mematahkan stereotip bahwa seni hanya layak dirayakan di ruang-ruang formal,” tuturnya.
Kaira Kafe, dengan atmosfer santai dan terbuka, memberikan ruang egaliter yang memungkinkan interaksi tanpa sekat antara seniman dan audiens.
“Kami ingin seni menjadi pengalaman universal, di mana setiap orang dapat merasakan keindahan tanpa tekanan sosial atau formalitas ruang,” katanya.
Hari pertama Nafas Imaji menjadi ruang artikulasi transendensi artistik dengan pameran lukisan yang mempertemukan karya dari berbagai komunitas seni seperti Komunitas Seni Lima Rasa Bandar Lampung, Komunitas Biru Darmajaya Bandar Lampung, dan UKMBS Semauri Pringsewu.
Tiap karya yang ditampilkan menggambarkan dialektika antara subyektivitas pencipta dengan zeitgeist masyarakat modern, seolah menegaskan tesis bahwa seni adalah refleksi pergulatan manusia dengan yang real dan yang ideal.
Tidak berhenti pada kontemplasi visual, audiens juga diajak menyelami kedalaman ekspresi musikal. Ahmad Fajri, seorang virtuoso gitar tunggal Lampung asal Pesawaran, membuka pementasan dengan komposisi yang mencerminkan sintesis antara tradisi dan inovasi.
Kemudian, Kaira Band dan Arusha Band, dengan estetika musikal mereka yang beragam, menciptakan sebuah pengalaman akustik yang melibatkan rasa dan intuisi. Pertunjukan live painting oleh Arya Atmaja, Ketua Departemen Rupa Sanggar Seni Noir, menjadi semacam proses performatif yang menghadirkan seni sebagai fenomena yang lahir di antara tangan pencipta dan tatapan penonton.
Hari kedua dibuka dengan narasi filosofis dari Ikhtiar Putra Pratama, yang mengartikulasikan raison d'être Sanggar Seni Noir. Sanggar ini didirikan sebagai oase bagi pemuda berbakat, sebuah polis seni di mana individu-individu dengan minat dan bakat di bidang seni dapat menemukan ruang untuk bereksperimen, berdialog, dan berkembang.
Pernyataan ini mengandung resonansi Heideggerian, di mana seni dipandang sebagai “aletheia”, kebenaran yang terbuka, yang memungkinkan manusia melihat dirinya sendiri dalam cermin estetika.
Setelah pengantar penuh makna, panggung kembali hidup dengan penampilan Ruang Sempit, grup band folk indie yang lirik-liriknya menembus kedalaman eksistensi manusia. Kemudian, Balconies, grup band alternative rock asal Bandar Lampung, menghadirkan dinamika musikal yang merangkum paradoks antara kehancuran dan pembaruan.
Pertunjukan seni rupa kembali menjadi sorotan dengan live painting oleh Galih Dwi Prasetyo serta live screen printing oleh Ramonest Art dari Pringsewu. Ketua pelaksana acara ini adalah Chandra dan Galih.
Nafas Imaji bukan sekadar peristiwa seni, ia adalah sebuah upaya ontologis untuk mendefinisikan ulang hubungan manusia dengan realitas, melalui prisma seni dan budaya. Dalam lintasan historis seni di Lampung Tengah, Nafas Imaji akan selalu dikenang sebagai momen di mana seni, budaya, dan filosofi bersatu dalam sebuah simfoni harmoni yang abadi.