Warta

Munas NU 2025 Tetapkan Haram Hukumnya Jadi Tentara Bayaran bagi Konflik Negara Lain

Sabtu, 8 Februari 2025 | 09:31 WIB

Munas NU 2025 Tetapkan Haram Hukumnya Jadi Tentara Bayaran bagi Konflik Negara Lain

Forum sudang komisi bahtsul masail waqiiyah Munas Alim Ulama NU 2025 di Hotel Sultan Jakarta, Kamis (6/2/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Lampung

Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2025 memutuskan profesi atau pekerjaan menjadi tentara bayaran yang melibatkan diri secara fisik dalam konflik negara lain, maka hukumnya adalah haram.


Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, profesi orang menjadi tentara bagi masyarakat sipil untuk berperang tergantung kepada yang bayar bukan membela yang benar, maka hukum menjadi profesi tantara bayaran adalah haram.


“Melibatkan diri dalam konflik negara lain dalam arti terlibat peperangan secara fisik hanya akan memperbesar fitnah lebih besar, berangkatnya kesana melanggar aturan belum tentu dia menyelesaikan bahkan mungkin dirinya hanya mati konyol bahkan ketika kembali bisa menjadi kombatan dan seterusnya itu berkenaan dengan pelibatan diri dalam konflik negara lain,” ujarnya.


Ia menjelaskan tentara bayaran berdasarkan Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tahun 1977 merupakan individu yang direkrut untuk bertempur dengan motivasi keuntungan pribadi dan bukan bagian dari angkatan bersenjata pihak yang bertikai.


Kiai Cholil Nafis melanjutkan, bahwa mereka harus memenuhi enam kriteria khusus, termasuk bukan warga negara pihak yang bertikai. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan resolusi yang melarang perekrutan dan penggunaan tentara bayaran.


”Dari definisi ini jelas pekerjaan tentara bayaran termasuk maksiat, memiliki risiko kehilangan nyawa, dan telah melanggar undang-undang negara dan hukum internasional, bahkan memiliki tujuan yang tidak jelas dan sekadar berorientasi materi,” ungkapnya.


Kiai Cholil mengatakan aksi teror tentara kepada penduduk yang berada di wilayah konflik seperti melakukan pemerkosaan, penembakan membabi buta ke arah pemukiman penduduk, dan menjadikan anak-anak sebagai perisai hukumnya haram.


“Tindakan kriminal itu telah melanggar aturan dan etika peperangan menurut agama dan hukum Internasional,” ujar Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Ia mengatakan agama Islam memiliki aturan dan etika peperangan yang berkomitmen dalam perdamaian, perlakuan terhadap tentara, tawanan, mayat korban perang, anak-anak, kaum wanita, orang tua, bahkan terhadap rumah ibadah, tokoh agama, pepohonan, dan lain sebagainya.