Ketua PCNU Pringsewu: Kembalikan Sekolah ke Jalur Pendidikan, Bukan Pembelajaran Semata
Jumat, 2 Mei 2025 | 19:44 WIB
Pringsewu, NU Online Lampung
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan kurikulum, sekolah kini semakin identik dengan tempat belajar kognitif semata. Fokus utama bergeser pada capaian nilai, ujian, dan target akademis, seolah sekolah hanya berfungsi sebagai ruang pembelajaran, bukan pendidikan secara utuh. Padahal, fungsi utama sekolah bukan hanya mengajar, tetapi mendidik.
Terkait dengan fenomena ini, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pringsewu, H Muhammad Faizin, mengajak seluruh elemen pendidikan untuk mengembalikan peran sekolah sebagai ruang pendidikan yang menyeluruh, bukan sekadar tempat pembelajaran akademis.
Menurutnya, saat ini banyak sekolah lebih menekankan aspek pembelajaran semata, sementara fungsi pendidikan sebagai pembentuk karakter dan nilai-nilai luhur mulai terpinggirkan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya beban guru dalam bidang administrasi dan aplikasi.
“Sekolah jangan hanya fokus pada transfer ilmu. Pendidikan itu lebih luas, mencakup pembentukan akhlak, moral, dan tanggung jawab sosial siswa. Ini yang harus kita hidupkan kembali,” tegasnya pada momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional, Jumat (2/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa pembelajaran hanya bagian kecil dari pendidikan. Pembelajaran bisa dilakukan secara daring, melalui aplikasi, atau bahkan secara mandiri.
Namun pendidikan yang membentuk sikap, kepribadian, dan jiwa sosial hanya bisa efektif ditanamkan lewat keteladanan, interaksi nyata, dan lingkungan sekolah yang kondusif.
“Banyak anak cerdas, tapi minim etika dan empati. Lebih buruk lagi jika ada anak tidak cerdas ditambah etika dan akhlak yang buruk. Ini bisa jadi karena sistem pendidikan lebih mengejar nilai daripada membina perilaku,” imbuhnya.
Ia juga menekankan bahwa guru seharusnya bukan hanya menjadi pengajar, tetapi juga pendidik dan teladan. Ia mendorong agar sekolah lebih aktif menghadirkan program-program yang menumbuhkan karakter, seperti kegiatan sosial, pembiasaan nilai keagamaan, dan pembelajaran kontekstual yang melibatkan kehidupan nyata.
“Pendidikan karakter harus kembali menjadi arus utama. Sekolah adalah tempat tumbuhnya manusia utuh, bukan hanya tempat cetak nilai ujian. Guru harus mendidik agar murid jadi baik bukan hanya mengajar untuk menjadikan murid pintar,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh pihak—pemerintah, guru, orang tua, dan masyarakat—untuk bersinergi dalam membangun pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi pintar, tetapi juga berakhlak, mandiri, dan peduli.
“Hardiknas ini momen refleksi. Mari kita kembalikan semangat pendidikan sebagaimana cita-cita Ki Hajar Dewantara: pendidikan yang memerdekakan manusia lahir dan batin,” katanya
Sesuai dengan tema Hardiknas 2025 yakni Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua, ia menyebut bahwa pendidikan bermutu berarti proses belajar yang tidak hanya mengejar angka dan ijazah, tetapi membentuk pribadi yang utuh: cerdas secara intelektual, emosional, spiritual, dan sosial.
“Mutu pendidikan mencakup kurikulum yang relevan, pendekatan pembelajaran aktif dan inklusif, serta peningkatan kualitas guru dan fasilitas belajar. Karakter, literasi, dan kecakapan hidup menjadi indikator penting dalam pendidikan bermutu,” pungkasnya.