Warta

Gus Ulil Harap Pilkada 2024 Bebas Polarisasi dan Politik Uang

Senin, 7 Oktober 2024 | 16:11 WIB

Gus Ulil Harap Pilkada 2024 Bebas Polarisasi dan Politik Uang

Ketua PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Lampung 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil berharap agar polarisasi masyarakat yang terjadi akibat politik indentitas tak terulang pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.

 

“Kita berharap Pilkada berlangsung tanpa diwarnai oleh polarisasi yang tentu berbahaya, apalagi polarisasi yang dipicu masyarakat menyangkut masalah politik identitas. Tampaknya kita tidak melihat potensi itu di dalam Pilkada serentak tahun ini,” ujarnya kepada NU Online, usai rapat harian syuriyah dan tanfidziyah di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Ahad (6/10/2024).

 

Menurut Gus Ulil, ada satu hal yang masih mengkhawatirkan terjadi dalam Pilkada 2024, yakni soal politik uang dan moral hasad atau merasa tidak bahagia atas pencapaian orang lain saat berjalannya proses Pilkada di masing-masing tempat.

 

“Ancaman terbesar sekarang ini memang adalah kualitas dari Pilkadanya itu sendiri. Kita berharap, kualitas Pilkada serentak besok lebih baik lagi, serta menyangkut masalah politik uang dan moral hasad yang lain terkait dengan pelaksanaan terkait Pilkada (tidak terjadi),” ungkapnya.

 

Pendiri Ghazalia College itu menginginkan proses Pilkada berlangsung secara damai, sebagaimana saat berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pada awal tahun lalu.

 

Gus Ulil juga berharap agar tak ada gangguan-gangguan besar maupun kecil sehingga masyarakat dapat memilih para pasangan calon (paslon) yang berkualitas dan berintegritas.

 

“Kita juga berharap tidak ada gangguan yang berarti, bisa berjalan dengan damai terbuka, dan yang paling penting menghasilkan tokoh-tokoh yang terbaik untuk memimpin di tempat yang bersangkutan,” katanya.

 

Gus Ulil juga mengatakan bahwa masyarakat meminta agar proses yang terjadi selama Pilkada tidak lagi mencederai demokrasi yang dipakai oleh sistem pemerintahan di Indonesia.

 

“Diinginkan oleh masyarakat (itu) tidak terjadi kecurangan, (tidak) terjadi praktik-praktik moral hasad yang mencederai demokrasi ya, itu pesan umumnya,” katanya.

 

Ia menitikberatkan pada kapasitas calon pemimpin yang berlaga dalam Pilkada dan dapat berkomitmen terhadap nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, dan keadilan.

 

“Jadi gunakanlah suara yang dimiliki oleh rakyat itu untuk memilih pemimpin sebaik-baiknya,” katanya.