Tawa di Antara Para Sahabat: Kisah-Kisah Lucu dalam Kitab Usud al-Ghābah
Jumat, 28 Maret 2025 | 21:01 WIB
Sejarah Islam sering kali dipandang sebagai kumpulan kisah perjuangan yang heroik, penuh kebijakan, dan dihiasi dengan kedalaman spiritual. Namun, ada sisi lain yang jarang disorot: humor. Dalam Usud al-Ghābah fī Ma‘rifat al-Ṣaḥābah, karya Ibnu al-Athir (1160–1233), terselip kisah-kisah para sahabat yang tidak hanya menginspirasi tetapi juga mengundang tawa.
Ibnu al-Athir, dalam ensiklopedia biografi sahabat ini, mengumpulkan berbagai kisah dari sumber-sumber terdahulu seperti al-Istī‘āb karya Ibn Abd al-Barr dan Ṭabaqāt al-Kubrā karya Ibn Sa‘d. Meski buku ini bertujuan mendokumentasikan kehidupan sahabat, ia juga memuat kisah-kisah ringan yang menunjukkan bahwa mereka adalah manusia biasa—dengan kepolosan, kejenakaan, dan selera humor yang menghidupkan sejarah Islam.
Unta yang Tak Mau Pulang
Salah satu kisah jenaka dalam kitab ini melibatkan sahabat terkenal, Abu Hurairah, yang dikenal sebagai periwayat hadits terbanyak. Suatu hari, Abu Hurairah membawa untanya ke pasar, tetapi sang unta tampaknya enggan untuk kembali pulang. Berbagai cara sudah dicoba, dari membujuk dengan makanan hingga menariknya dengan tali, namun si unta tetap bersikeras diam di tempat.
Baca Juga
Keutamaan Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Orang-orang di pasar mulai berkumpul, tertarik dengan "drama" antara Abu Hurairah dan untanya. Salah seorang sahabat, dengan wajah penuh senyum, menyarankan, "Wahai Abu Hurairah, mungkin engkau perlu memberikan khutbah untuknya agar ia mengerti pentingnya pulang?"
Sontak, gelak tawa pecah di pasar. Abu Hurairah pun tertawa dan akhirnya mengajak untanya dengan suara lembut, seolah-olah sedang menyampaikan nasihat keimanan. Entah karena merasa dihormati atau hanya bosan berdiri, sang unta akhirnya menurut dan berjalan pulang.
Ali bin Abi Thalib dan Sandal yang Hilang
Ali bin Abi Thalib, selain dikenal karena kebijaksanaannya, juga memiliki selera humor yang cerdas. Suatu ketika, saat hendak shalat berjamaah, ia kehilangan sandalnya. Para sahabat di masjid mulai mencari ke sana kemari, tetapi sandal itu tidak juga ditemukan.
Ali lalu berkata dengan senyum jahil, "Jika sandalku dicuri oleh orang saleh, maka aku akan mendapatkan penggantinya di surga. Jika dicuri oleh orang jahat, maka aku berharap ia mengenakan sandal itu selamanya di neraka."
Tiba-tiba, seorang anak muda yang duduk di sudut masjid berdiri dengan wajah merah padam dan mengeluarkan sandal Ali dari balik jubahnya. Rupanya, ia hanya bermaksud bercanda, tetapi tidak menyangka bahwa Ali akan merespons dengan candaan yang lebih menusuk.
Umar bin Khattab dan "Doa yang Dikabulkan"
Umar bin Khattab terkenal sebagai pemimpin yang tegas, tetapi dalam beberapa riwayat, ia juga menunjukkan sisi humorisnya. Dalam sebuah perjalanan, ia merasa sangat haus di tengah panasnya gurun. Umar pun berkata, "Ya Allah, berikan aku air dingin!"
Tiba-tiba, salah seorang sahabat bergegas membawa air dan menyerahkannya kepada Umar. Dengan ekspresi datar, Umar berkomentar, "Aku baru saja berdoa, dan Allah langsung mengabulkan. Mengapa doa-doaku yang lain tidak semudah ini?"
Para sahabat pun tertawa, menyadari bahwa meski Umar dikenal sebagai pemimpin yang serius, ia tidak kehilangan selera humor dalam kesehariannya.
Abu Dzar al-Ghifari dan "Dagangannya"
Abu Dzar al-Ghifari terkenal dengan keteguhannya dalam menegakkan keadilan sosial. Namun, suatu hari, ia terlibat dalam percakapan unik di pasar.
Seorang pedagang berkata, "Wahai Abu Dzar, mengapa engkau tidak berdagang seperti yang lain?"
Abu Dzar tersenyum dan menjawab, "Aku sudah punya dagangan yang lebih menguntungkan."
"Apakah itu?" tanya si pedagang penasaran.
"Daganganku adalah amal saleh. Modalnya gratis, untungnya kekal!"
Mendengar itu, si pedagang hanya bisa mengangguk-angguk sambil tertawa, menyadari bahwa Abu Dzar memang tidak bisa dipaksa untuk berbisnis dalam pengertian duniawi biasa.
Tawa yang Mencerahkan Sejarah
Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa para sahabat bukanlah sosok yang kaku atau selalu serius. Mereka memiliki keseimbangan antara spiritualitas, tanggung jawab sosial, dan humor yang sehat.
Dalam konteks masyarakat modern, humor dalam sejarah Islam bisa menjadi pengingat bahwa iman tidak harus selalu tampil dalam bentuk wajah tegang dan alis berkerut. Para sahabat, yang menjadi teladan bagi umat Islam, tetap menikmati hidup dengan penuh kelucuan tanpa kehilangan ketakwaan.
Kitab Usud al-Ghābah memberi kita gambaran bahwa Islam tidak hanya berbicara tentang jihad dan ibadah, tetapi juga tentang kehidupan yang manusiawi, dengan gelak tawa yang mencerahkan perjalanan sejarah. Sebab, seperti kata Ali bin Abi Thalib, "Jangan terlalu serius dengan dunia ini, karena tidak ada yang keluar darinya dalam keadaan hidup."
H. Wahyu Iryana, Penulis Merupakan Sejarawan Musim UIN Raden Intan Lampung.