Setaiap makhluk yang memiliki kehidupan niscaya akan merasakan saat dimana datangnya sebuah kematian. Kematian adalah merupakan rangkaian akhir dari proses kehidupan. Dikala seseorang menghadapi kematian dirinya masih membutuhkan bantuan orang lain ketika menghadapi pertanyaan malaikat di Alam kubur, yang disebut Talqin.
Talqin berasal dari Bahasa Arab yang berarti memahamkan, mengajarkan atau mengingatkan. Menurut Istilah, talqin memiliki dua pengertian yaitu; Mengajarkan dua kalimat syahadat kepada orang yang hendak meninggal dunia, dan mengajarkan atau mengingatkan mayit akan jawaban dari pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, tentang beberapa hal, diantaranya yaitu ;
Siapa Tuhanmu? Siapa Nabimu? Apa Agamamu? Apa Kitab peganganmu? Apa Kiblatmu? Dan Siapa teman-temanmu?.
Ketepatan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan mayit dalam kehidupan selanjutnya, baik di alam barzakh atau nanti di akhirat.
Lalu bagaimana Islam dan para `Ulama memandang Talqin atas mayit?
Banyak sekali kitab, buku dan Pendapat Para Ulama’ yang menjelaskan tentang keabsahan dan bahkan kesunahan talqin mayit yang disertai dengan beberapa rujukan dan pengambilan dasar hukumnya. Tetapi masih saja dipandang sebelah mata oleh kelompok-kelompok yang sengaja mempersempit ruang gerak ubudiyah dalam agamanya, sengaja menyebarkan fitnah dikalangan warga Ahlussunnah waljamaah dengan tuduhan-tuduhan bid’ah dan syirik, sehingga membuat bingung orang-orang awam dan mengaburkan ajaran-ajaran Islam yang hakiki.
Padahal talqin mayit sudah ada sejak zaman Rasulullah saw dan di amalkan oleh para sahabat kemudian diteruskan oleh tabi`in dan ulama-ulama salafussholih. Imam Nawawi (Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarof Annawawi) dalam kitabnya Al-adzkar Almuntakhobah min Kalami Sayyidil Abror saw, mengatakan Bahwaتلقين الميت بعد الدفن استحباب oleh mayoritas ulama’ Syafi’iyyah dihukumi istihbab (sunnah). Diantara mereka adalah, Qodli Husain didalam Ta’liq-nya, Abu Sa’ad Al Mutawalli didalam kitab Titimmah-nya, Assyaikh Al-Imam Azzahid Abul Fath Nashr bin Ibrahim bin Nashr Almuqoddasi, Imam Abul Qosim Arrafi’i dan lain-lain, diantaranya Imam Abu Amr bin Sholah dan ulama-ulama’ Syafi’iyyah dari Khurosyan. Bahkan Ibnul Qoyyim al-Jauzi dalam kitabnya ar-Ruh juga mendukung keberlangsungan talqin mayit dengan seabrek argumentasi baik dari hadits atau dalil-dalil lainnya.
Dalam kitab Mughnil Muhtaj disebutkan, bahwa menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal تلقين الميت بعد الدفن استحباب (mentalqin mayit setelah di makamkan) bagi mayit dewasa, hukumnya sunah. Orang yang membaca talqin duduk di arah kepala kuburan mayit, kemudian berkata,
ياَعَبْدَاللهِ ابْنَ أَمَةِ اللهِ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدَّار الدُنْياَ شَهَادَةَ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ ُمحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ اْلجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ اْلبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَرَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ َيبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنَا وَبمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالقُرْآنِ اِمَامً وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِاْلمُؤْمِنِينَ اِخْوَاناً.
Artinya : “Ya Abdallah bin Amatillah, Ingatlah apa yang engkau biasakan sebelum engkau keluar dari dunia, Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad utusan Allah, sesungguhnya surga itu nyata,neraka juga nyata, kebangkitan dari kubur itupun nyata, dan sesungguhnya hari kiamat pasti datang tanpa diragukan lagi, dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan orang-orang dari kubur, dan sesungguhnya engkau ridlo Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu, Qur’an sebagai penuntunmu, Ka’bah sebagai kiblatmu dan orang-orang yang beriman adalah saudaramu”. (HR. Thobroni).
Menurut Imam Nawawi, walaupun hadits ini dlo’if, tetapi ditopang atau dikuatkan oleh beberapa hadits lain yang shohih dan firman Allah, yang artinya, “Dan berilah peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Adzdzariyat 55). Selanjutnya dapat dilihat lagi didalam kitab Al-adzkar karangan Imam Nawawi, “Kami telah meriwayatkan hadits dalam Shohih Muslim dari Amr bin ‘Ash, Ia berkata “Jika aku telah dikuburkan maka berdirilah kalian semua disekeliling kuburku selama (dengan kadar) kambing disembelih, dikuliti dan dibagi-bagikan dagingnya. Agar aku terhibur dengan kalian dan aku ketahui apa yang harus aku jawabkan kepada malaikat yang menjadi utusan tuhanku”.
Dalam kitab al-Hawi Lil Fatawi karya Imam Suyuthi juz. II, disebutkan, "Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasannya tatkala putra beliau bernama Ibrahim telah dikubur, Rasulullah berdiri di atas kuburnya; kemudian beliau bersabda: Wahai anakku, hati berduka cita dan air mata mengalir. Dan kami tidak mengatakan sesuatu yang membuat Allah jadi murka. Sesungguhnya kami dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Wahai anakku katakanlah! Allah Tuhanku dan Islam agamaku, dan Rasulullah ayahku, maka menangislah para sahabat dan menangis pula pula sayyidina Umar Ibnul Khattab dengan tangisan yang nyaring, maka menoleh Rasulullah dan melihat Umar menangis bersama para sahabat lainnya, Rasulullah SAW bersabda; ya Umar mengapa engkau menangis? Umar menjawab: Ini putramu belum baligh dan belum ditulis dosanya, masih butuh kepada orang yang mentalqin seperti engkau, yang mentalqin tauhid pada saat seperti ini, maka bagaimana keadaan Umar yang telah baligh dan telah ditulis dosanya tidak mempunyai orang yang akan menalqin seperti engkau, dan apa gambaran yang akan terjadi di dalam keadaan yang seperti itu, maka menangislah Nabi SAW dan para sahabat bersamanya; kemudian Jibril turun dan bertanya kepada Nabi sebab menangisnya mereka, kemudian Nabi menyebutkan apa yang dikatakan Umar dan apa yang datang kepada mereka dari perkataan Nabi SAW. kemudian Jibril naik dan turun kembali serta berkata : Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang tetap di dunia dan di akherat, yang dimaksud di waktu mati dan di waktu pertanyaan di kubur."
Dalam kitab Nailul Author karya Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukaniy juga disebutkan,
روِيَ عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيْبٍ وَحَكِيْمِ بْنِ عَمِيرٍ قَالُوْا اِذَا سوى عَلَى اْلمَيِّتِ وَانْصَرَفَ النَّاسَ عَنْهُ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ يَافُلاَنُ قُلْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ يَافُلاَنُ رَبِّىَ اللهُ وَدِيْنِى اْلإِسْلاَمُ وَنَبِيّىِ ُمحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. رواه سعيد في سننه
Artinya : “Diriwayatkan dari Rosyid bin Saad, Dlomrah bin Habib dan Hakim bin Umair, mereka berkata, Apabila tanah kuburan mayit telah diratakan lalu orang-orang telah pergi, mereka menganggap sunah apabila dikatakan kepada mayit disisi kuburnya; Ya fulan, katakan! Tidak ada tuhan selain Allah (tiga kali), Ya fulan, Tuhanku Allah, agamaku Islam dan Nabiku Muhammad saw. (HR. Sa’id).
Terlepas dari bahwa hadits-hadits tersebut perawinya shohih, hasan lighoirihi atau tidak, karena jelas ada perbedaan pandangan diantara para ulama, atau kalau memang hadits-hadist tersebut dlo’if. Bukankah hadits dlo’if masih bisa digunakan untuk fadloilul a’mal? Dengan dasar inilah Imam Syafi’i menganggap talqin mayit sebagai perbuatan sunah yang memiliki dampak, baik bagi yang masih hidup sebagai mauidzoh dan pengingat bagi mereka agar berbekal dan menyiapkan diri dalam menghadapi kematian, juga mempunyai maslahat bagi yang mati sebagai pengingat-ingat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang akan disodorkan oleh malaikat Munkar dan Nakir. Urusan si mayit nantinya bisa menjawab atau tidak semua itu tergantung dengan kehendak Allah swt.
Dalil-dalil Yang Menjelaskan Bahwa Orang Mati masih bisa Mendengar.
قَالَ إِبْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: ثَبَتَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُرُّ عَلَى قَبْرِ أَخِيْهِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِى الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلَّا رَدَّ اللهُ عَلَيْهِ رُوْحَهُ حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ.
Artinya : “Ibnu Abdil Bar berkata, telah tetap dari Nabi SAW, bahwasanya beliau telah berkata “tidaklah seorang muslim berjalan diatas makam saudaranya yang ia kenal di dunia, kemudian ia mengucap salam kepadanya, kecuali Allah mengembalikan ruhnya sehingga ia membalas salam orang tersebut”.
وَثَبَتَ عَنْهُ صلىَّ الله عليه وسلم "أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِ الْمُشِيْعِيْنَ لَهُ إِذَا انْصَرَفُوْا عَنْهُ (رواه البخارى)
Artinya : “Telah tetap dari Nabi SAW, Sesungguhnya mayit bisa mendengar suara sandal orang-orang yang melayatnya (mengantarnya kekuburan) ketika mereka meninggalkannya. (HR. Bukhori).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ أَخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيْعِ فَيَقُوْلُ "السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ وَاَتَاكُمْ مَاتُوْعَدُوْنَ غَدًا مُؤَجَّلُوْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيْعِ الْغَرْقَدِ.
Artinya : “Aisyah RA berkata, Ketika malam itu Rasulullah SAW keluar ditengah malam menuju makam Baqi’, kemudian berkata, “Keselamatan bagi kalian wahai para penghuni daerah orang-orang mu’min, dan telah mendatangi kalian apa yang dijanjikan kepada kalian, dan sesungguhnya kami insyaalloh akan bertemu dengan kalian, wahai Allah Ampunilah penghuni makam Baqi’ul Ghorqod.
Hadits-hadits diatas menjelaskan bahwa orang yang telah meninggal dunia masih bisa mendengar salam, panggilan dan suara gesekan sandal para penta’ziah ketika pergi meninggalkan makamnya. Tentang ayat-ayat al-Qur’an, seperti ayat 22 surat Fathir, ayat 80 pada surat an-Naml dan ayat 52 pada surat ar-Rum, Banyak pakar tafsir yang mema’nainya dengan “mautul Qolb yang maksudnya adalah orang kafir”. Artinya hanya Allah yang bisa memberikan hidayah kepada mereka bukan kita. Demikian ini karena telah banyak hadits yang menjelaskan bahwa orang yang telah meninggal dunia masih bisa mendengar, sebagaimana hadits-hadits di atas. Bukan berarti Hadits-hadits tersebut terus langsung di klaim maudlu’ karena secara dzohir bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Bukankah hanya Rasulullah SAW yang paling piawai dalam memahami?. Bukankah hanya Rasulullah SAW yang paling berhak menafsiri al-Qur’an? Wallahua`lam. **