Warta

NU dan Faktor Berdirinya

Rabu, 6 Mei 2015 | 16:30 WIB

NAHDLATUL Ulama (NU) adalah merupakan suatu Jam’iyah Diniyah Islamiyah atau Organisasi Keagamaan Islam. Organisasi ini adalah merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia. Dalam pengamalannya, organisasi yang didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H adalah mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab fikih yakni Mazhab Syafi’i, Hanafi, Hambali dan Imam Malik. Basis sosial NU dahulu dan kini terutama masih berada di pesantren. Salah satu peristiwa yang melatarbelakangi terbentuknya organisasi NU ini adalah gerakan pembaruan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya dengan munculnya gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani untuk mempersatukan seluruh dunia Islam. Sementara di Turki bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan Khalifah Usmaniyah. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU) Di Mesir dan Turki, gerakan pembaruan muncul akibat kesadaran politik atas ketertinggalan mereka dari Barat, sementara di Arab Saudi tampil gerakan Wahabi yang bergulat dengan persoalan internal umat Islam sendiri, yaitu reformasi faham tauhid dan konservasi dalam bidang hukum yang menurut mereka telah dirusak oleh khurafat dan kemusyrikan yang melanda umat Islam. Sementara di Indonesia tumbuh organisasi sosial kebangsaan dan keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan umat, seperti Budi Utomo (20 Mei 1908), Syarekat Islam (11 November 1912), dan kemudian disusul Muhammadiyah (18 Nopember 1912). Hal-hal tersebut telah membangkitkan semangat beberapa pemuda Islam Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdatul Wathan (Kebangkitan tanah air), dan Tasywirul Afkar (potret pemikiran). Kedua organisasi yang menjadi cikal bakal beridiri dan lahirnya NU sekarang, dirintis oleh Abdul Wahab Hasbullah dan Mas Mansur. Di samping kedua organisasi tersebutm salah satu organisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya NU adalah Nahdlatuttujar atau kumpulan organisasi pengusaha dan pedagang. Pada saat yang sama, tantangan pembaruan yang dibawah oleh Muhammad Abduh di Mesir mempengaruhi ulama Indonesia dalam bentuk Muhammadiyah, yakni organisasi Islam terbesar kedua pada abad ke-20 di Indonesia. Penghapusan kekhalifahan di Turki dan kejatuhan Hijaz ke tangan Ibn Sa’ud yang menganut Wahabiyah pada tahun 1924 memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim Indonesia. Perubahan-perubahan ini mengganggu sebagian besar ulama Jawa, termasuk kyai Hasbullah. Dia dan ulama sefaham menyadari serta melakukan usaha-usaha untuk melawan ancaman bid’ah tersebut serta merupakan kebutuhan yang mendesak. Kemudian KH. Hasyim As’ari (1871-1947) Kiai dari pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, yang merupakan ulama Jawa paling disegani-menyetujui permintaan mereka untuk membentuk NU pada tahun 1926 dan dia menjadi ketua pertamanya atau ro’is akbar. Khittah NU 1926 menyatakan tujuan NU sebagai berikut; 1. Meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab sunni 2. Meneliti kitab-kitab pesantren untuk menentukan kesesuaian dengan ajaranahlusunnah wal-jama’ah 3. Meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaranahlusunnah wal-jama’ah 4. Mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab 5. Mendirikan Madrasah, mengurus masjid, tempat-tempat ibadah, dan pondok pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir miskin 6. Dan membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan industri yang halal menurut hukum Islam. Dari keenam usaha tersebut, hanya satu butir saja yaitu usaha pertanian, perdagangan dan industri yang tidak berhubungan langsung dengan kehidupan kaum ulama secara khusus. Kemudian Hasil Muktamar XXVII NU di Situbondo pada tahun 1984, melalui sebuah keputusan yang disebut “Khittah Nahdatul Ulama”, menegaskan kembali usaha-usaha tersebut dalam empat butir. Pertama, peningkatan silaturrahmi antar ulama. Kedua, peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. Ketiga, peningkatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial. Keempat, peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah, mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan-urusan pertanian, perniagaan dan perusahaan yang tidak dilarang oleh syara’. Dengan demikian pengaruh ulama sangat besar dalam NU, dan telah mendapat konfirmasi dari Khittah NU. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya NU adalah Jam’iyyah Diniyyah yang membawakan faham keagamaan, sehingga yang menjadi mata rantai pembawa faham Islam Ahlussunnah wal-jama’ah, selalu ditempatkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi. Hingga kini, semenjak berdiri pada 16 rajab 1433 H hingga saat ini 1436 H yang bertepatan dengan tanggal 5 Mei 2015, usia NU telah memasuki usia ke 92. Jelas itu bukan umur yang muda terutama bagi organisasi sebesar NU yang menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia bahkan dunia. Namun dengan umur yang bukan lagi muda diharapkan NU dapat lebih terus menjadikan organisasi tersebut selalu lebih baik, dan lebih banyak lagi berkontribusi terhadap pembangunan negeri ini. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa NU turut andil dalam mencetuskan dan membangun negeri tercinta kita Indonesia. Tantangan NU ke depan semakin berat dan kompleks dalam segala bidang. Tentunya hal itu menuntut agar semua kader-kader NU disemua lapisan masyarakat untuk bersiap dan bisa menghadapi segala tantangan tersebut dengan baik. Dengan berbagai kemampuan dan potensi sumberdaya manusia yang dimiliki oleh masyarakat NU diharapkan warga NU dapat terus berperan dan aktif dalam segala lini, demi memajukan bangsa dan negeri ini menjadi bangsa yang besar, jaya dan senotosa. Baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. (sunarto)