Menyemai Generasi Muda Al Qur'an
Oleh : Rudy Irawan
MUSABAQAH Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) ke XXVII di Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang berlangsung dari 4-13 Oktober 2018 bertepatan dengan tahun politik ini mengusung tema “MTQ Mewujudkan Revolusi Mental menuju Insan yang Qur’ani”. Tema yang tepat di tahun politik.
Tahun 2018 baru saja digelar pemilu kepala daerah secara serentak, dan 2019 adalah Pemilu Serentak juga, yang sekarang dalam rangkaian masa kampanye dari 23 September 2018 – 14 April 2019. Masa kampanye selama “dua tahun” atau persisnya 6,5 bulan. Mengapa durasi proses pemilu demikian lama, jika pilkada serentak yang lalu masa kampanye 4 bulan, dan Pemilu untuk memilih Presiden Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten Kota se-Indonesia.
Agaknya perlu dipikirkan dan dipertimbangkan matang-matang oleh para politisi dan para wakil rakyat yang ada di Senayan. Agar nanti UU Pemilu bisa diubah dan direvisi menjadi UU yang mengatur bahwa pelaksanaan pemilu, masa kampanyenya diperpendek.
Termasuk di dalamnya, waktu penghitungan suara bisa dipercepat, dan begitu penghitungan suara selesai, pejabat langsung dilantik, seperti pengalaman negeri tetangga Malaysia. Begitu Perdana Menteri baru terpilih secara sah dan meyakinkan, hari itu juga langsung dilantik dan langsung bekerja.
Ada beberapa hal yang layak dipertimbangkan. Pertama, di era digital ini media sosial cenderung bisa digunakan untuk melakukan ujaran kebencian, memposting hal-hal yang tidak sepatutnya diunggah dan diposting. Ini cenderung mengundang timbulnya kerawanan sosial. Kedua, makin longgarnya akhlak sebagian warga kita, yang ini butuh pencerahan dan pelurusan, agar media sosial digunakan untuk hal-hal yang positif. Ketiga, jika secara tradisional manual, biasanya orang mengatakan “mulutmu harimaumu”, maka sekarang “jarimu (yang menari di atas keypad android) adalah harimau mu”.
Karenanya melalui MTQN diharapkan tidak hanya menjadi ajang kontestasi tilawah, pemahaman atau tafsir Al-Qur’an, menulis makalah, dan hafalan Al-Qur’an, akan tetapi dengan spirit musabaqah (kontestasi) yang merupakan karakteristik manusia yang diberikan oleh Allah, maka selain sportifitas yang harus dijunjung tinggi oleh para kontestan atau peserta musabaqah, juga yang terpenting seluruh komponen bangsa ini, mulai dari jajaran pejabat tinggi, menengah, dan seluruh masyarakat Indonesia yang dikenal agamis dan religius, dapat melakukan revolusi mental menuju masyarakat Qur’ani, dengan smooth, bertahap, dan berkelanjutan.
Sebagai bangsa besar, kita memang harus sangat prihatin, karena makin hari terasa meskipun tidak mudah untuk diuktikan, bahwa kejujuran di negeri ini, yang setiap dua tahun menggelar MTQN dari provinsi ke provinsi lainnya, dan Seleksi Tilawatil Qur’an juga tiap dua tahun sekali, ada semacam kontradiksi dan paradoksal. Seolah-olah yang MTQN berjalan sendiri di satu jalur jalan, dan masyarakat di luar itu terbelah, dan berjalan di jalur jalan yang lainnya. Laksana “rel kereta api” yang masing-masing berjalan. Jika kereta api jelas, karena dua rel jalur itu, diikat untuk mengantarkan kereta api dengan penumpangnya ke satu muara stasiun ke stasiun, namun dampak MTQ bagi kepentingan masyarakat umum, agaknya memang tidak bisa berbanding lurus.
Siti ‘Aisyah ra suatu saat, bagaimana berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW, kemudian Siti ‘Aisyah ra menjelaskan “takhallaqu bi akhlaqi l-Qur’an” artinya “berakhlaklah dengan akhlak Al-Qur’an”.
Al-Qur’an mengajarkan untuk menyiapkan generasi muda Qur’an, musti diawali dari saat-saat mempersiapkan pasangan calon suami dan istri. Islam menempatkan hubungan suami isteri – baca hubungan seksual – adalah hubungan yang sakral. Ia harus disiapkan dengan matang dengan pertimbangan selektif, dari wajah, harta, nasab, dan agama. Dengan prioritas agama, karena ini yang akan menyelamatkan keluarga dan keturunan sebagai cikal bakal generasi muda Qur’ani yang menjadi prasyarat umat yang terbaik (khairu ummah).
Di tengah masih tingginya angka perkawinan usia dini, di antara penyebabnya adalah masih cukup banyaknya hubungan remaja laki-laki dan perempuan di era digital dan medsos sekarang ini, yang tidak jarang menjadi “jebakan” mereka bergaul secara bebas dan tidak bisa terpantau dan terkendalikan oleh kedua orang tua. Ini tentu membutuhkan intensitas pemahaman Al-Qur’an untuk menjadi fondasi dan filter komunikasi mereka dengan sesamanya.
Dalam dataran kehidupan politik yang makin hari makin pragmatis dan transaksional, perlu diantisipasi dan didiagnosis untuk dapat diterapkan terapi secara tepat, agar kehidupan politik ke depan tidak diwarnai oleh pola dan modus pragmatis, sehingga akan mampu menghadirkan kebaikan dan kemashlahatan bagi bangsa ini. Sudah beberapa kali, ada diagnosis bahwa pilihan demokrasi satu orang satu suara atau one man one vote dianggap sebagai penyebab lahirnya pragmatisme dan transaksional-nya masyarakat dalam memilih orang-orang yang diamanati menjadi politisi, dipandang tidak berpihak kepada kemajuan, tetapi dianggap langkah mundur. Meskipun jika kita mengingat sila keempat Pancasila, adalah “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” yang sesungguhnya menyuratkan adanya perwakilan.
Demikian juga dalam soal ekonomi, tradisi dan praktek berekonomi secara ribawi masih mendominasi perekonomian di negeri ini. Yang mana menurut Direktur Pascasarjana UIN walisongo Prof. Dr. KH. ahmad Rofiq, MA "Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Perbankan Syariah (PbS) dan juga sektor riil, belum semua bisa berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Meskipun sudah ada Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang mestinya Komite Nasional Keuangan dan Ekonomi Syariah (KNKES), akan tetapi belum menunjukkan kebijakan dan keberpihakan yang lebih kongkrit dan menunjukkan progress yang meyakinkan".
Semoga melalui even MTQN ke XXVII yang digelar di Provinsi Sumatera Utara, di kota Medan ini, akan mampu melahirkan generasi yang Qur’ani sebagai hasil revolusi mental menuju terwujudnya generasi khairu ummah. Selain itu, MTQN ini mampu memantulkan resonansi dan radiasi positif, bagi makin terpaparnya nilai dan prinsip akhlak al-Qur’an bagi generasi dan manusia Indonesia. Karena Al-Qur’an hadir adalah sebagai hudan lin nas atau petunjuk bagi manusia bukan hanya kaum Muslim saja, tetapi rahmatan lil alamin. Allah a’lam bi sh-shawab.
*) Penulis adalah Wakil Ketua PCNU Bandar Lampung/ Dosen UIN Raden Intan Lampung