• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Warta

Memahami Sejarah Panjang Nahdlatul Ulama

Memahami Sejarah Panjang Nahdlatul Ulama
NAHDLATUL Ulama (NU) adalah perkumpulan organisasi sosial keagamaan Islam, untuk menciptakan kemslahatan umat masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia. Namun demikian, dalam perkembangannya di zaman kemerdekaan, NU pernah menjadi kekuatan politik yang disegani. Namun karena politik praktis bukan tujuan NU yang utama, maka pada muktamar NU di Situbondo menyatakan bahwa NU kembali ke-khittah-nya semula, yakni tidak terlibat urusan politik praktis dan akhirnya kembali menekuni kegiatan dakwah, pendidikan, dan social. Kekuatan tertinggi NU dikembalikan kepada para ulama atau syuriah. Islam Pada Masa Walisongo Islam yang disebarkan oleh walisongo adalah Islam sunni atau aswaja, dibidang syari`at menganut salah satu dari 4 madzhab, khususnya madzhab syafi`i. Pengembangan islam yang dilakukan oleh walisongo adalah dengan metodologi dan ketenkunan yang tinggi,  yang mengacu pada Alquran dan Alhadist. Para wali menyebarkan agama Islam dengan pendirian “mendapat ikannya tanpa mengeruh airnya”. Mereka menggunakan cara yang bijaksana, tidak melawan arus tapi membelokkan arus, sehingga ada salah satu walisongo yaitu Sunan Kalijaga yang bertugas menjaga aliran kepercayaan masyarakat agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Cara yang ditempuh walisongo dalam menyebarkan ajaran islam sangat halus, sehingga tidak menimbulkan rasa ketersinggungan dalam masyarakat. Namun tingkah laku mereka memang patut menjadi panutan bagi umat, amal perbuatannya terpuji sehingga menarik perhatian orang yang mengenalnya. Apa yang diucapkannya sesuai dengan yang dikerjakan. Pondok pesantren adalah pusat pengkaderan perjuangan walisongo yang diakui berhasil untuk diterapkan hingga zaman sekarang. Karakteristik mereka adalah bercirikan sesuai dengan aswaja yakni tawasuth dan `itidal (sikap tengah yang berintikan prinsip hidup, menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditempat –tempat kehidupan bersama), tasamuh (toleran terhadap perbedaan pandangan, baik terhadap berkhidmah kepada Allah, maupun kehidupan masyarakat dan budaya), tawazun (seimbang, menyelaraskan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang), amar ma`ruf nahi munkar ( selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan sesama dan mencegah semua  hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan). Masa Kelahiran NU Lahirnya NU ditandai dengan dua peristiwa penting, yakni ; Pertama, kisah tongkat dan tasbih. Tongkat dan tasbih merupakan hidayah dari Allah, tidak seperti mendirikan organisasi lain pada umumnya, asal ada ide dan gagasan organisasi dapat dibentuk. Organisasi NU dibentuk bermula dari KH.Hasyim Asy`ari dengan melakukan shalat istikharah. Namun Allah tidak langsung memberikan isyarat kepada beliau, tetapi petunjuk itu melalui waliyullah KH.Kholil Bangkalan yang memerintahkan KH.As`ad Arifin Situbondo untuk mengantarkan tongkat ke Tebu Ireng Jombang yang kemudian baru diserahkan kepada KH.Hasyim Asy`ari . Selanjutnya KH.Hasyim Asy`ari menghafalkan Surat Thoha ayat 17-23. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1924. Tongkat tersebut disampaikan kepada KH.Hasyim Asy`ari  dan oleh beliau dijawab dengan ucapan bahwa tongkat tersebut berkaitan dengan rencana  pendirian jam`iyyah `Ulam. Pada pertengahan tahun 1925 KH.Asy`ad Arifin dipanggil lagi oleh KH.KHolil Bangkalan agar menyerahkan tasbih kepada KH.Hasyim Asy`ari. Tasbih tersebut dikalungkan kepada lehernya KH.Asy`ad dengan posisi tidak berubah posisinya sampai sampai diambil sendiri oleh KH.Hasyim Asy`ari. Kemudia KH.Hasyim Asy`ari memerintahkan KH.Asy`ad Arifin untuk mengundang ulama seantero Madura dan KH.Mahfud Shiddiq mengedarkan undangan di daerah Jawa. Undangan tersebut berupa pembentukan organisasi NU pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Peristiwa Komite Hijaz Gagasan untuk mendirikan organisasi me-nusantara baru muncul ketika perang dunia pertama karena Turki Utsmani yang merupakan Kiblat Daulah Islamiyyah memihak kepada Jerman yang ternyata kalah, sehingga banyak kerugian yang dialami oleh umat Islam. Berikutnya, kekuasaan Turki dibagi oleh yang menang (Iraq dan sekitarnya diambil Inggris, Libanon diambil Perancis, dan seterusnya). Kerugaian luar biasa tersebut berakibat kepada; Pertama, kekuasaan Turki kembali direbut oleh kemerdekaan Turki yang dipimpin Mustofa Kamal Pasha Attartuq. Namun sayang, Turki berubah 180 derajat dari khilafah Islam penerus khulsfaurrasyidin menjadi negara sekuler anti arab, pendidikan agama di sekolah dilarang, adzan diganti dengan bahasa Turki dan lain-lain. Kedua, wilayah hijaz yang tadinya merupakan daerah kekuasaan Turki di bawah pimpinan Syarif Husain direbut oleh pimpinan suku bernama Saud, yang kemudian menobatkan diri menjadi raja Hijaz yang kemudian diberi nama Saudi Arabia. Beliau berpaham wahabi, semua yang tidak ada dalam Alquran dan Hadist dianggap bid`ah, khurafat , taqlid. Semua makam sahabat diratakan dengan tanah, bahkan makam Rasul pun akan digusur, madzhab yang ada dilarang kecuali wahabi. Ketiga, penguasa baru hijaz berambisi mengganti kedudukan daulah utsmaniyah sebagai pusat kekuasaan Islam dan diundanglah semua negara-negara Islam merencanakan muktamar khilafah di Mekkah untuk bermaksud mendirikan daulah islamiyyah. Di Indonesia merencanakan mengirim utusan atau delegasi yang mewakili tokoh islam dan pesantren ( KH.Wahab Hasbullah). Namun kemudian nama beliau dicoret karena tidak mewakili organisasi islam. Kemudian para ulama bangkit dan swadaya sendiri menyampaikan aspirasinya kepada Raja Saudi, tentang menghentikan tindakan-tindakan yang anti kebebasan bermadzhab, anti penggusuran makam Rasul , anti ziarah kubur, anti barzanji dan tidak ada hubungannya dengan dengan delegasi yang akan membentuk muktamar khilafah, namun ternyata usaha tersebut gagal karena tidak mendapat respon dari negara-negara lainnya, karena Negara Mesir yang berencana mendirikan muktamar khilafah gagal juga. Komite Hijaz kemudian dikembangkan menjadi organisasi karena dihadapkan oleh bermacam persoalan di dalam negeri. Diantaranya timbul kader-kader wahabi. Kesadaran nasionalisme dan kesadaran untuk mewadahi program keislaman yang berskala nasional dan internasional, maka dibentuklah wadah yang bernama “ NAHDLATUL ULAMA ( NU)”. (Drs.KH.Hafiduddin Hanif, Mustasyar PWNU Lampung, Pengasuh Pondok Pesantren Marfa`atuddiniyah Kaliawi Bandar Lampung/Ditulis Sunarto)


Editor:

Warta Terbaru