• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Warta

KH Ahmad Dahlan, Ulama NU yang Terlupakan

KH Ahmad Dahlan, Ulama NU yang Terlupakan
Warga NU mungkin tidak banyak yang mengenal nama KH Ahmad Dahlan. Para nahdliyin hanya akrab dengan nama KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah, sebagai tokoh pendiri NU. Padahal, beliau merupakan salah satu tokoh NU yang pada awal berdirinya, menjabat sebagai wakil rais akbar. Kita tahu, rais akbar adalah KH Hasyim Asy’ari. Namanya yang sama dengan tokoh pendiri Muhammadiyah, mungkin membuat banyak orang tak percaya, ada Ahmad Dahlan di organisasi NU. Choirul Anam, dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, menyatakan, banyak buku-buku yang secara tidak sengaja telah memperkecil kepeloporan NU saat mendirikan  MIAI (Majelis Islam A’laa Indonesia) pada 18-21 September 1937. Organisasi dibentuk dengan tujuan menyatukan semangat kebangsaan antar seluruh ormas Islam untuk merespon penjajahan serta mentolerir segala perbedaan antar ormas. Choirul menyatakan, banyak buku-buku sejarah menulis, bahwa pendiri MIAI adalah KH Mas Mansur (Muhammadiyah), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Wahab Hasbulllah (NU) dan W. Wondoamiseno (PSII). Kekeliruan yang bisa jadi tidak disengaja itu cukup fatal, karena sebenarnya Ahmad Dahlan yang turut mendirikan MIAI itu adalah Ahmad Dahlan bin Muhammad Achyat, pengasuh pondok pesantren Kebun Dalem, Surabaya. Rapat pembentukan MIAI bertempat di pondok pesantren Kebundalem, yang bermula dari ide KH Ahmad Dahlan tersebut. Sementara KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang lahir pada tahun 1868,  wafat pada tahun 1923. Sedangkan MIAI verdiri pada tahun 1937, yang berarti 14 tahun sesudah wafatnya KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. Kiai Ahmad Dahlan bin Muhammad Achyat,lahir pada 13 Muharram 1303 H yang bertepatan dengan tanggal 30 Oktober 1885 di Kebon Dalem Surabaya, sebuah wilayah yang berada di Kecamatan Simokerto, sebelah timur makam Raden Rahmatullah Sunan Ampel. Beliau merupakan putra ke empat dari enam bersaudara. Pendidikan beliau dimulai dari ayahnya sendiri, yang sekaligus pengasuh pondok pesantren Kebon Dalem. Wasid Mansyur, dalam buku Otobiografi Ahmad Dahlan, mengatakan, setelah berguru pada ayahnya, kiai Dahlan belajar kepada Syaikhona Kholil ibn Abdul Latif, pengasuh pondok pesantren Kademangan, Bangkalan-Madura. Beliau kemudian belajar pada kiai Mas Bahar bin Noer Hasan, pengasuh pondok pesantren Sidogiri Pasuruan. Dalam dunia pergerakan, Kiai Dahlan merupakan tokoh yang sangat sentral dalam membangun jaringan antar pesantren. Letak pesantren Kebon Dalem yang strategis memberikan kemudahan tersendiri bagi beliau untuk merintis jaringan tersebut. Dengan jaringan inilah kiai Dahlan dapat mengerti kondisi terkini yang dihadapi bangsa, termasuk isu-isu tentang keagamaan. Saat KH Wahab Hasbullah mendirikan Taswirul Afkar (Potret Pemikiran) pada tahun 1919, beliau mengajak kiai Ahmad Dahlan, sebagai salah satu ulama yang terkemuka pada masa itu. Anggota kelompok ini adalah para ulama dan ulama muda yang mempertahankan sistem bermadzhab. Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas ini melahirkan madrasah “Taswirul Afkar” yang tugas pokoknya mendidik anak-anak lelaki setingkat sekolah dasar agar mengetahui pengetahuan agama. Taswirul Afkar ini merupakan salah satu cikal bakal berdirinya organisasi NU. Berlokasi di dekat Masjid Sunan Ampel Surabaya, madrasal tersebut mendidik ratusan anak-anak, yang pada tahun permulaan, dipimpin langusng oleh KH Ahmad Dahlan. Sedangkan dalam urusan pembiayaannya, Kiai Dahlan bersama pimpinan lainnya mendirikan Syirkatul Amaliyyah, yaitu semacam koperasi yang sahamnya dijualbelikan kepada para anggota Taswirul Afkar. Kiai Ahmad Dahlan pernah menulis sebuah kitab pencerahan kepada umat, yang mengulas pandangannya tentang pola serta perilaku kelompok tertentu yang mengatasnamakan Islam, tetapi tindakannya tidak mencerminkan budi pekerti Islam. Mereka hanya memaksakan kehendak dan merasa dirinya menjadi Islam yang paling benar. Kisah tentang kiai Ahmad Dahlan, mengajarkan kita agar selalu mempertahankan paham ahlussunnah wal jamaah, dan menjaga semangat kebangsaan demi keutuhan negeri. Bila kita  bisa belajar kepada empat imam mazhab yang memiliki pandangan tersendiri, tetapi tetap menjaga toleransi hingga akhir hayatnya.  (Rafa)  


Editor:

Warta Terbaru