• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Warta

Kebolehan Bertawasul dengan Sesuatu yang Hidup Maupun Mati

Kebolehan Bertawasul dengan Sesuatu yang Hidup Maupun Mati
Pengajian rutin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Al Hikmah (Foto: Istimewa)
Pengajian rutin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Al Hikmah (Foto: Istimewa)

Bandar Lampung, NU Online Lampung

Pengajar Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung, KH Abdul Basit mengatakan bertawasul dengan benda hidup maupun mati itu diperbolehkan. 


Hal tersebut disampaikan pada penutupan pengajian rutin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Al Hikmah di Aula Utama Putra Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung, Ahad (12/3/2023). 


“Bertawasul (perantara) kepada sesuatu yang masih hidup, maupun yang sudah meninggal atau benda mati itu diperbolehkan,” ujarnya.


Menurut pengarang Kitab Hujjah Ahlussunnah wal Jama’ah lil A’malil Yaumiyyah itu, seandainya seseorang sakit, maka akan kemana. Maka seseorang tersebut akan pergi ke dokter, bisa juga membeli obat. Keduanya merupakan wasilah yang sering jasanya digunakan.  


“Pergi ke dokter lalu disuntik untuk sembuh berarti wasilahnya benda hidup (dokter). Kemudian pergi membeli obat di apotek untuk diminum juga berwasilah dengan benda mati (pil),” ungkapnya. 


Ia mengutip pendapat Syekh Ibn Taimiyyah di dalam Kitab Hujjah Ahlussunnah jilid 2 halaman 7 tentang kebolehan bertawasul. Kebolehan tersebut baik dengan benda hidup maupun benda mati, terutama kepada Nabi Muhammad saw. 


“Syekh Ibnu Taimiyah di beberapa tempat pada Kitab Alfatawa Al-Kubro menyebutkan boleh bertawasul dengan Nabi Muhammad saw, baik waktu Nabi masih hidup maupun ketika sudah wafat. Baik hadir secara langsung maupun secara ghaib,” katanya.


Selain itu, ia juga menukil pendapat dalam Kitab Sulam Taufik yaitu jika meyakini yang bisa memberikan manfaat maupun mudharat adalah benda wasilah dan bukan Tuhan, berarti telah kufur. 


“Sama halnya ketika kita meyakini yang menyembuhkan kita adalah pil (obat) atau dokter, maka kita telah kufur. Karena sejatinya Allah sematalah yang menyembuhkan,” ujar Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bandar Lampung itu.


Lanjutnya karena kufur sendiri terbagi menjadi tiga yakni berupa i’tiqad (keyakinan), qaul (ucapan), dan af'al (perbuatan). 


“Maka ketika kita meyakini (i’tiqad) benda-benda yang menjadi kekuatan, kita bisa kufur. Atau kita bermain-main menyebut (qaul) teman kita PKI (tanpa agama) padahal ia Muslim sejati, itu juga termasuk kufur,” ungkapnya.


Pengajian alumni tersebut diadakan sebagai kegiatan rutinan bulanan yang juga menjadi rangkaian haul ke-5 Pendiri Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung, KH Muhamad Sobari. Kegiatan tersebut juga diikuti oleh seluruh alumni Al Hikmah dari berbagai tingkatan.

(Yudi Prayoga)
 


Warta Terbaru