• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Teras Kiai

Walisongo dan Arti 9 Bintang di Logo Nahdlatul Ulama

Walisongo dan Arti 9 Bintang di Logo Nahdlatul Ulama
KEBESARAN nama Walisongo atau Sembilan Wali dalam menyiarkan ajaran Islam di Indonesia tidak terbantahkan. Mereka dianggap menjadi kunci tersebarnya Islam, khususnya di Pulau Jawa. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Dalam faktanya, nama besar Walisongo selalu identik dengan kaum Nahdliyin. Bahkan, dalam logo Nahdlatul Ulama (NU) jelas terdapat sembilan bintang yang melambangkan Walisongo, empat di bawah dan lima di atas tulisan NU. Gaya berdakwah Nahdliyin memiliki kemiripan yang sangat kental dengan Wali Songo seperti dalam melakukan pendekatan persuasif pada masyarakat, memanfaatkan kearifan budaya lokal, menggunakan sarana wayang, tembang-tembang syi’iran, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai saat ini, masih banyak orang NU yang mengggunakan nama Walisongo, seperti misalnya dalam pemberian nama yayasan pendidikan, nama sekolah, pesantren, grup music, dan lain sebagainya. Sebutan “wali’ sebenarnya adalah singkatan dari waliyullah, yakni orang yang menerima limpahan karunia dari Allah SWT karena ketinggian mutu ketakwaan mereka kepada Allah SWT dan kemantapan dalam mengabdikan seluruh hidupnya demi kebesaran Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Meski sudah dikenal hingga seantero negeri ini, namun banyak masyarakat Indonesia tidak mengetahui detail siapa mereka. Berikut penjelasan ke sembilan Walisongo; 1.Maulana Malik Ibrahim Ia disebut juga Maulana Maghribi atau Syeikh Magribi. Menurut cerita, ia merupakan keturunan Alawiyin asal Gujarat, India. Namun, ada yang mengatakan berasal dari Negeri Persia, Iran. Beberapa sumber lain mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Ia juga membangun masjid sebagai tempat peribadatan pertama di tanah Jawa, yang sampai sekarang masjid tersebut menjadi masjid Jami' Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. 2.Sunan Ampel Nama aslinya Raden Rahmat, sepupu Maulana Malik Ibrahim. Lahir sekitar tahun 1381 M di Campa (salah satu daerah di Kamboja, tapi ada juga yang mengatakan di daerah Aceh yang sekarang dikenal dengan nama Jeumpa). Ia disebut-sebut juga sebagai keturunan ke-19 dari Nabi Muhammad. Menurut riwayat, ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir dari Dinasti Ming. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Dari pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, lahirnya Sunan Bonang, Siti Syari’ah, Sunan Derajat, Sunan Sedayu, Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Sementara dari pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, lahir Dewi Murtasiyah, Asyiqah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan, Raden Zainal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2). Ia wafat tahun 940/1425 M dan jenazahnya dimakamkan di daerah Ampel, Surabaya. 3.Sunan Bonang Nama aslinya Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Putera Sunan Ampel dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia lahir tahun 1465 M di Surabaya Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur. 4.Sunan Giri Nama aslinya Raden Paku Syarif Muhammad Ainul Yaqin bin Makhdum Ishaq dan dianggap sebagai keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima. Ia wafat tahun 1035 H dan dimamkan di Giri, Gresik. 5.Sunan Drajat Nama aslinya Maulana Syarifuddin, putera Sunan Ampel. Ia terkenal dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali yang mempelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada 1522. 6.Sunan Kalijaga Nama aslinya Raden Mas Sahid. Berasal dari suku Jawa asli. Ia merupakan Putera Bupati Tuban, Ki Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri. Ia dimakamkan di Kadilangu, Demak. 7.Sunan Kudus Nama aslinya Syeik Jakfar Shadiq.  Ia adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550 dan makamnya di Kabupaten Kudus. 8.Sunan Muria Nama aslinya Raden Syeik Jakfar Shadiq. Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus. Ia dimakamkan di Kabupaten Kudus. 9.Sunan Gunungjati Nama aslinya Syarif HIdayatullah, terkenal juga dengan nama Fatahillah atau Faletehan. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten. Ia wafat tahun 1570 M dan dimakamkan di Cirebon. (*)


Editor:

Teras Kiai Terbaru