Syiar

Puasa Muharram, Berikut Tiga Cara Menjalankannya

Kamis, 11 Juli 2024 | 16:03 WIB

Puasa Muharram, Berikut Tiga Cara Menjalankannya

Ilustrasi bulan Muharram (Foto: NU Online)

Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Dalam kalender hijriah, ada empat bulan yang termasuk bulan-bulan dimuliakan (asyhurul hurum) yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Saat memasuki bulan haram tersebut umat Islam dianjurkan memperbanyak amal saleh, salah satunya dengan puasa Muharram.


Puasa Muharram adalah puasa yang dilakukan di bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Hukum puasa Muharram adalah sunnah, bahkan lebih utama dari puasa bulan Sya’ban yang paling sering dipuasai oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini merujuk kepada hadis riwayat Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ. (رواه مسلم) 


Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (HR Muslim). 


Imam an-Nawawi menjelaskan, hadits shahih ini merupakan dalil sharîh atau sangat jelas yang menunjukkan kesimpulan hukum bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadhan adalah Muharram. Selain itu, meskipun Nabi Muhammad saw memang lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban, namun hal itu tidak menafikan keutamaan Muharram daripada Sya’ban. 


Sebab bisa jadi Nabi saw baru diberi tahu keutamaan Muharram yang melebihi Sya’ban di masa-masa akhir hidupnya, atau bisa jadi Nabi saw sudah mengetahuinya namun tidak sempat memperbanyak puasa di bulan Muharram karena berbagai halangan, seperti sakit bepergian, dan semisalnya (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Minhâj Syarhun Shahîh Muslim bin al-Hajjâj, [Bairut, Dârul Ihyâ-it Turâtsil ‘Arabi, 1392 H], cetakan kedua, juz VIII, h. 55).


Selain itu, Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini, tidak secara spesifik menjelaskan kapan waktu puasa yang dianjurkan, apakah setiap hari atau pada hari tertentu saja di bulan Muharram. 


Terkait hal tersebut, dilansir dari NU Online, Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (syarah sunan Tirmidzi) menyebutkan:


صَوْمِ الْمُحَرَّمِ ثَلَاثَةٌ الْأَفْضَلُ أَنْ يَصُومَ يَوْمَ الْعَاشِرِ وَيَوْمًا قَبْلَهُ وَيَوْمًا بَعْدَهُ وَقَدْ جَاءَ ذَلِكَ فِي حَدِيثِ أَحْمَدَ وَثَانِيهَا أَنْ يَصُومَ التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَثَالِثُهَا أَنْ يَصُومَ الْعَاشِرَ فَقَطْ 


Artinya: Puasa Muharram ada tiga bentuk. Pertama, yang paling utama ialah puasa di hari kesepuluh beserta satu hari sebelum dan sesudahnya. Kedua, puasa di hari kesembilan dan kesepuluh. Ketiga, puasa di hari kesepuluh saja. 


Tiga tawaran ini setidaknya menjadi opsi yang baik dalam mengamalkan puasa sunah di bulan Muharram. Ketiga hari tersebut menjadi hari yang penting bagi orang yang ingin berpuasa, karena ketiganya akan diberikan pahala oleh Allah swt, meskipun kita hanya memilih satu atau dua hari saja. 


Kalaupun tidak begitu, bisa saja kita memuliakan Muharram dengan puasa Senin-Kamis atau puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 (ayyamul bidh) di bulan Muharram bagi mereka yang terbiasa mengamalkannya di bulan lain.