Syiar

Larangan Membunuh dan Membakar Semut dalam Islam

Ahad, 6 Oktober 2024 | 15:02 WIB

Larangan Membunuh dan Membakar Semut dalam Islam

Ilustrasi semut (Foto: NU Online)

Semut adalah serangga kecil yang termasuk dalam ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Mereka hidup dalam koloni atau kelompok besar yang terorganisir dengan baik, terdiri dari ratu, pekerja, dan pejantan. 


Semut dikenal karena kemampuan mereka bekerja sama, membangun sarang, mengumpulkan makanan, serta mempertahankan koloni. Semut juga merupakan serangga sosial, yang berarti mereka hidup dalam koloni dan memiliki pembagian tugas yang jelas. 


Beberapa semut bertugas mencari makanan, yang lain menjaga sarang atau merawat ratu dan larva. Semut ratu adalah satu-satunya individu dalam koloni yang bertelur, dan tujuan utama koloni adalah untuk melindungi dan merawat ratu serta keturunannya.


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan ada manusia ketika digigit satu semut atau beberapa, bahkan sampai menghabisi satu koloninya atau satu sarangnya, seperti membakarnya, menyiram dengan sabun, oli, dan sebagainya. Padahal perbuatan tersebut dilarang dalam Islam.


Dilansir dari NU Online, Islam melarang manusia untuk membakar makhluk hidup termasuk semut. Allah pernah menegur seorang nabi di zaman Bani Israil yang membakar semut karena seekor semut menggigitnya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah saw:


وأبي سلمة أن أبا هريرة رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول قرصت نملة نبيا من الأنبياء فأمر بقرية النمل فأحرقت فأوحى الله إليه أن قرصتك نملة أحرقت أمة من الأمم تسبح


Artinya: Dari Abu Salamah, Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bercerita bahwa suatu ketika seekor semut mengigit seorang nabi. Ia kemudian memerintahkan untuk mendatangi pemukiman semut, lalu pemukiman itu dibakar. Allah menegurnya, ‘Seekor semut menggigitmu, tapi kamu membakar satu umat (sekelompok semut) yang kerjanya bertasbih (HR Bukhari). 


Jenis hewan yang salah satunya adalah semut, termasuk hewan tidak boleh dibunuh. Larangan ini disampaikan oleh Rasulullah saw dalam riwayat Ibnu Majah berikut ini:


نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ


Artinya: Rasulullah saw melarang membunuh burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud (HR Ibnu Majah). 


Pada prinsipnya, pembunuhan makhluk hidup terlebih dengan cara membakarnya merupakan tindakan tercela dalam Islam. Pembunuhan makhluk hidup dengan cara pembakaran merupakan tindakan yang sangat menyakitkan. 


Imam An-Nawawi ketika ditanya perihal pembakaran semut mengeluarkan fatwa perihal pembunuhan dan pembakaran semut sebagaimana disampaikan dalam kumpulan fatwanya berikut ini:


أجاب رضي الله عنه لا يحل قتله ولا إحراقه


Artinya: (Ketika ditanya perihal membunuh atau membakar semut?) Imam An-Nawawi menjawab, membunuh atau membakar semut tidak dihalalkan (Imam An-Nawawi, Fatawal Imam An-Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018 M/1439 H], halaman 73). 


Pembakaran semut setidaknya mengandung dua kesalahan sekaligus. Pertama, semut adalah hewan yang disebut dalam hadits riwayat Bukhari sebagai makhluk yang bertasbih. Kedua, pembakaran adalah cara pembunuhan yang keji.