Syiar

Hukum Tinta Pemilu, Apakah Najis dan Menjadikan Wudhu Tidak Sah?

Kamis, 28 November 2024 | 19:00 WIB

Hukum Tinta Pemilu, Apakah Najis dan Menjadikan Wudhu Tidak Sah?

Ilustrasi tinta pemilu. (Foto: NU Online)

Rabu 27 November kemarin, kita semua telah melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Pilkada tesebut merupakan pemilihan kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota yang dilakukan secara bersamaan dalam satu hari di seluruh wilayah yang terlibat.


Setiap selesai mencoblos, kita dianjurkan untuk mencelupkan salah satu jari tangan  ke dalam tinta, umumnya jari kelingking. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menandai bahwa seseorang telah menggunakan hak pilihnya. 


Tinta yang digunakan itu biasanya bersifat tahan lama, sehingga meskipun sudah dicuci, tinta tersebut tetap sulit hilang dalam waktu singkat, bahkan ada yang sampai berhari-hari belum hilang.


Lalu muncul pertannyaan, apakah tinta pemilu hukumnya najis dan menghalangi air wudhu sampai kulit sehingga membuat wudhu tidak sah? 


Dilansir dari NU Online, pertama, berkaitan apakah tinta pemilu najis atau tidak. Dalam hal ini dikembalikan pada hukum asal suatu benda yang tidak diketahui secara persis apakah najis dan tidak, maka hukumnya adalah suci, sampai terbukti nyata najisnya (al-ashlu at-thaharah). 


Kedua, berkaitan apakah tinta pemilu menghalangi sampainya air ke kulit dan tidak. Dalam hal ini bila tinta cukup tebal, seperti lelehan lilin, minyak yang memadat dan semisalnya, maka jelas menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga harus dihilangkan saat wudhu, agar air basuhan wudhu dapat sampai ke kulit jari tangan secara sempurna. Dengan demikian wudhunya menjadi sah. 


Lain halnya bila tinta itu hanya menyisakan warnanya saja, sekira sudah dikerok, dibasuh dengan sabun dan semisalnya, sehingga hanya menyisakan bekas warnanya, maka secara fiqih tinta yang tinggal warnanya tersebut dihukumi tidak menghalangi sampainya air basuhan wudhu ke kulit jari. Karenanya wudhu dalam kondisi di jari tangan masih ada sisa warna tinta seperti itu hukumnya sah. 


Syekh Zainuddin Al-Malibari dan Syekh Syattha Ad-Dimyathi menjelaskan:


ورابعها (أن لا يكون على العضو حائل) بين الماء والمغسول (كنورة) وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء بخلاف دهن جار أي مائع وإن لم يثبت الماء عليه وأثر حبر وحناء. 


Artinya: Syarat wudhu keempat adalah tidak ada penghalang di antara air dan anggota tubuh yang dibasuh, seperti batu kapur, lilin, minyak padat, wujud fisik tinta dan hena. Lain halnya dengan minyak cair meskipun air tidak bisa diam menetap di atasnya, bekas tinta, dan hena.


قوله: وأثر حبر وحناء، أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر. والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شيء 


Artinya: Ungkapan Syekh Zainuddin Al-Malibari, “Bekas tinta dan hena”, maksudnya adalah lain halnya dengan bekas tinta dan hena, maka tidak membahayakan keabsahan wudhu. Sementara maksud bekas di sini adalah sisi warnanya saja, sekira bila dikerok misalnya maka tidak menghasilkan apapun (Zainuddin Al-Malibari dan Abu Bakar Syattha Ad-Dimyathi, Fathul Mu’in dan I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 35). 


Dari penjelasan Al-Malibari dan Ad-Dimyathi ini dapat diketahui bahwa tinta pemilu bila tebal maka menghalangi sahnya wudhu karena air dihukumi tidak sampai ke kulit jari tangan secara sempurna, sehingga wudhunya tidak sah. 


Sementara bila tinta pemilu itu tipis atau hanya menyisakan warnanya saja, maka tidak menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga wudhunya sah. Hal ini identik pula dengan benda yang diberi pewarna dengan pewarna najis, lalu dibersihkan dan hanya menyisakan warnanya saja, maka dihukumi suci.


فلو صبغ شيء بصبغ متنجس ثم غسل المصبوغ حتى صفت الغسالة ولم يبق إلا مجرد اللون حكم بطهارته   


Artinya: Bila suatu benda dicelup dengan pewarna yang mengandung najis, lalu benda yang dicelup dengan pewarna tersebut dicuci hingga bersih basuhannya dan yang tersisa hanya warnanya, maka benda itu dihukumi suci (Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif], halaman 46). 


Maka dapat disimpulkan bahwa bekas tinta pemilu kemarin bisa dihukumi suci jika sebelumnya tidak mengandung najis. Dan apa bila mengandung najis tetapi dicuci dan hanya menyisakan warna, maka dianggap tetap suci. 


Sedangkan menghalangi wudhu atau tidak, jika tintanya tebal dan sulit dihilangkan maka menjadikan wudhunya tidak sah, dan jika tipis dan mudah dihilangkan maka wudhunya sah, meski hanya menyisakan warna saja.