Haji adalah ibadah yang dilakukan dengan mengunjungi Ka'bah dan tempat-tempat tertentu di Makkah pada waktu tertentu (bulan Dzulhijjah) dengan tata cara yang telah ditentukan.
Setiap umat Muslim yang menunaikan haji berharap mendapatkan haji yang mabrur. Karena balasan haji mabrur adalah surga sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i:
الْحَجَّةُ الْمَبْرُورَةُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya: Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga (HR An-Nasa’i)
Lalu, bagaimana kita bisa mengenali bahwa haji seseorang bisa dikatakan mabrur. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Baca Juga
Hukum Mengganti Nama Sepulang Haji
Pertama, haji yang penuh ketaatan
Menurut Muhyiddin Syarf an Nawawi, bahwa haji yang bernilai mabrur adalah haji yang penuh ketaatan kepada Allah swt. Kata “al-mabrur” sendiri diambil dari kata al-birr yang artinya ketaatan.
Maka dari itu, ketika umat Muslim yang senantiasa taat dalam aturan haji dan bersih dari dosa maka bisa disebut dengan mabrur. Pendapat ini dipandang sebagai pendapat yang paling sahih.
قَالَ النَّوَوِيّ مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَا يَقْتَصِر لِصَاحِبِهَا مِنْ الْجَزَاء عَلَى تَكْفِير بَعْض ذُنُوبه لَا بُدّ أَنْ يَدْخُل الْجَنَّة قَالَ : وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة
Artinya: Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits, tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk surga. Imam Nawawi berkata: yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz 5, halaman 112).
Kedua, haji yang tidak pamer serta tidak bermaksiat
Pendapat yang kedua, bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak dipamerkan (riya), juga tidak bermaksiat. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Syekh Jalaluddin as-Suyuthi:
وَقِيلَ هُوَ الَّذِي لَا رِيَاءَ فِيهِ وَقِيلَ : هُوَ الَّذِي لَا يَتَعَقَّبهُ مَعْصِيَةٌ وَهُمَا دَاخِلَانِ فِيمَا قَبْلهُمَا
Artinya: Ada ulama yang mengatakan haji mabrur adalah haji yang tidak ada unsur riya` di dalamnya. Ada lagi ulama yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah yang tidak diiringi dengan kemaksiatan. Kedua pandangan ini masuk ke dalam kategori pandangan sebelumnya (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, 5, halaman 112).
Ketiga, haji yang diterima
Sebagaimana disebutkan dalam tulisan Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, bahwa haji mabrur juga merupakan haji yang diterima (maqbul) dan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
Sedang bukti bahwa haji seseorang itu maqbul atau mabrur adalah ia kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.
وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي
Artinya: Ada pendapat yang mengatakan, haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, 5, halaman 112).
Dari sejumlah redaksi di atas, bahwa pendapat satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling berkaitan, sehingga justru menjadikan satu kesatuan yang saling menyempurnakan. Hal ini sebagaimana al-Qurthubi menyimpulkan:
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ : الْأَقْوَالُ الَّتِي ذُكِرَتْ فِي تَفْسِيرِهِ مُتَقَارِبَةٌ وَأَنَّهُ الْحَجُّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامُه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْهِ الْأَكْمَلِ
Artinya: Al-Qurthubi berkata, bahwa pelbagai pendapat tentang penjelasan haji mabrur yang telah dikemukakan itu saling berdekatan. Kesimpulannya haji mabrur adalah haji yang dipenuhi seluruh ketentuanya dan dijalankan dengan sesempurna mungkin oleh pelakunya (mukallaf) sebagaimana yang dituntut darinya (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, 5, halaman 112).
Demikianlah beberapa pendapat ulama tentang kriteria haji mabrur. Semoga umat Muslim yang berhaji di tahun ini mendapatkan predikat haji mabrur. Dan yang belum berhaji semoga bisa menunaikannya di tahun berikutnya.