Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya

Opini

Nuzulul Qur’an, Mengilhami Literasi Al-Qur’an

Dekan FDIK UIN Raden Intan, KH Abdul Syukur (Foto: Istimewa)

Bulan Ramadhan disebut juga bulan turunnya Al-Qur’an, syahru Ramadhan syahrul Qur’an. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 185:


شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ


Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).


Ayat tersebut juga menimbulkan sejumlah pertanyaan sebagai berikut, kapan sejarah turunnya Al-Qur’an? mengapa Al-Qur’an turun berangsur-angsur selama 23 tahun? apa tujuan dan fungsi Al-Qur’an? bagaimana kodifikasi Al-Qur’an sebagai literasi Al-Qur’an untuk mentradisikan dan menggiatkan umat Islam istiqamah membaca Al-Qur’an dan memahaminya serta mengamalkannya?


Sejumlah pertanyaan tersebut, dapat dijelaskan dengan uraian sebagai berikut:


Baca Juga:
Puasa, Menjaga Kesehatan Mental Seorang Muslim


1. Historisasi Literasi  Al-Qur’an

Sejarah turunnya Al-Qur’an dimulai pada tahun 610 M di Gua Hira saat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril. Surah dan ayat-ayat Al-Qur’an pertama kali turun adalah Surah Al-‘Alaq ayat 1-5.


Al-Qur’an kemudian turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun sampai tahun 632 M saat wafatnya Nabi Muhammad. Proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap selama 23 tahun memberikan waktu bagi umat Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran baru yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk menjadi pedoman umat Islam dalam berpikir, bersikap dan berperilaku yang Qur’ani agar mereka mendapat petunjuk, rahmat, dan penawar dari Allah Swt.


2. Mentradisikan Literasi Al-Qur’an


Baca Juga:
Golongan Orang Beruntung di Bulan Ramadhan


Begitu urgen bagi umat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai literasi yaitu bacaan sehari-hari karena Al-Qur’an memiliki tujuan dan fungsinya. Tujuan dan fungsi Al-Qur’an sangatlah luas, namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:


Pertama, Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup

Al-Qur’an merupakan pedoman dan panduan utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Yaitu Al-Qur’an berfungsi sebagai Hudan atau petunjuk bagi umat Islam (QS Al-Baqarah: 2) bahkan petunjuk bagi umat manusia pada umumnya (QS Al-Baqarah: 185).


Sebagai petunjuk, Al-Qur’an memuat berbagai kandungan isinya. Bahwa isinya mencakup petunjuk moral, etika, hukum, dan nilai-nilai spiritual yang membimbing individu untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam.


Kedua, Pemeliharaan ajaran Al-Qur’an 

Turut berperan dalam menjaga kesucian ajaran Islam dari penyimpangan atau perubahan seiring waktu. Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan firman Allah yang tidak berubah, Al-Qur’an menjadi landasan utama bagi pemeluk Islam dalam memahami agama mereka.


Ketiga, Al-Qur’an sebagai sumber hukum atau pranata sosial

Al-Qur’an diturunkan juga merupakan sumber hukum primer dalam Islam, yang digunakan untuk merumuskan hukum-hukum syariah yang mengatur berbagai aspek kehidupan. 


Mulai dari keimanan, ibadah hingga muamalah (hubungan sosial dan ekonomi) dan akhlak. Secara holistik Al-Qur’an mengatur segala aspek kehidupan manusia beragama di dunia hingga urusan akherat.


3. Kodifikasi Al-Qur’an 

Kodifikasi Al-Qur’an merupakan upaya penghimpunan dan penulisan Al-Qur’an untuk dibukukan menjadi bacaan bagi umat Islam. Sejak turunnya Al-Qur’an dan Nabi Muhammad mengajarkannya kepada para sahabat beliau, merupakan proses literasi Al-Qur’an mulai sejak saat itu dan terus berlangsung hingga kini.


4. Literasi Al-Qur’an 

Literasi Al-Qur’an dilakukan melalui proses kodifikasi Al-Qur’an, dan penulisan Al-Qur’an yang diawasi oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Setelah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), Khalifah Abu Bakar memerintahkan pengumpulan semua naskah Al-Qur’an yang tersebar untuk disatukan menjadi satu teks standar yang dikenal sebagai Mushaf Utsmani. Hal ini dilakukan untuk mencegah perbedaan atau penyimpangan dalam teks Al-Qur’an.


5. Urgensi Literasi Al-Qur’an 

Sebagai literasi Al-Qur’an, penting untuk mentradisikan dan menggiatkan umat Islam agar istiqamah dalam membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai upaya seperti pengajaran Al-Qur’an sejak dini, pelatihan membaca Al-Qur’an dengan tartil (tajwid), dan penerapan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.


Oleh sebab itu, umat Islam agar selalu mentradisikan Al-Qur’an, istiqamah membaca Al-Qur’an yang setiap huruf Al-Qur’an mengandung 10 pahala bagi pembacanya. Contoh bacaan Basmalah mengandung 19 huruf, maka bagi pembacanya mendapatkan 10 x 19 huruf berarti 190 pahala. 


Jikalau kita membaca Surat Al-Fatihah ada berapa huruf dan dikalikan 10, begitu banyak pahala bagi pembacanya. Hitungan pahala membaca Al-Qur’an untuk memotivasi siapa yang tergerak hati untuk membacanya. 


Tetapi bagi orang yang istiqamah  membaca Al-Qur’an meski ia tak menghitung jumlah huruf  Al-Qur’an yang dibacanya sudah otomatis Allah yang membalas pahala, bahkan balasan kebaikan seperti rahmat, syifa, barakah, maghfirah, dan lainnya. 


Mari kita budayakan literasi Al-Qur’an, gerakan baca tulis Al-Qur’an, dan bergiat menggiatkan Al-Qur’an beserta isi kandungannya untuk kita pahami dan amalkan Al-Qur’an al-Karim.


KH Abdul Syukur, Dekan FDIK UIN Raden Intan dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Lampung
 

Editor: Dian Ramadhan

Artikel Terkait