• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Warta

Ziarah Kubur Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, Tradisi atau Syar'i?

Ziarah Kubur Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, Tradisi atau Syar'i?

 Oleh : Hery Miftahul Hadi

SETIAP jelang ramadan, sering kita saksikan  sekumpulan keluarga, maupun perorangan berbusana muslim hilir mudik ke makam. Ada yg ke makam keluarga, sanak famili maupun ke para ulama dan auliya.

Sudah menjadi kegiatan rutin menjelang bulan Ramadan (akhir Sya’ban) yaitu ziarah kubur. Bersih-bersih makam, berdoa, dan tabur bunga.

Bagi kalangan umat Islam penganut ahlussunah wal jama'ah (Nahdlatul Ulama), ziarah kubur menjadi bagian penting dan menjadi budaya turun temurun.

Tradisi ini memiliki beberapa nama dan istilah dari masing-masing daerah. Misalnya : arwahan, nyekar (daerah Jawa Tengah dan sekitarnya), kosar (sekitar JawaTimur), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya.

Dan yang menjadi pertanyaan, apakah ziarah kubur menjelang Ramadan dan Idul Fitri seperti ini sesuai syariat agama Islam atau hanya sekadar tradisi?

Kita pelajari dahulu hadist yang menjelaskan tentang ziarah kubur.

Dahulu, saat agama Islam masih tergolong baru, Rasulullah SAW pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi mereka pada saat itu yang masih lemah iman.

Kondisi sosiologis masyarakat Arab pun masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.

Rasulullah SAW mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdoa.  

Berjalannya waktu, agama Islam yang semakin berkembang pesat dan umat nabi sudah terbilang kokoh secara keimanan. Rasulullah SAW pun memperbolehkan berziarah kubur.

Seperti keterangan Rasulullah  yang bisa kita temukan dalam Sunan Turmudzi no 973

   حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها فإنها تذكر الآخرة"رواة الترمذي (3/370)

Hadits dari Buraidah

Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat."

Inilah sebenarnya patokan warga nahdliyin meyakini hukum dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat.

Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali. Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’. Inilah yang menjadi dasar para ustadz dan para jama’ah mementingkan diri berziarah ke maqam para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim. Sebagaimana yang ditradisikan masyarakat muslim di Jakarta dan sekitarnya.

   وسئل رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمن معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كاختلاط النساء بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك فأجاب بقوله زيارة قبور الأولياء قربة مستحبة وكذا الرحلة اليها.

Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.

Adapun mengenai hikmah ziarah kubur Syaikh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain demikian keterangannya “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya.”

Inilah beberapa hikmah di balik ziarah kubur, betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja yang merasa kurang dalam pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan dalam keterangan selanjutnya masih dalam kitab Nihayatuz Zain disebutkan, “Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti ibadah haji.”

Apa yang dikatakan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan urutan perawinya. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19.

حدثنا محمد بن أحمد أبو النعمان بن شبل البصري, حدثنا أبى, حدثنا عم أبى محمد بن النعمان عن يحي بن العلاء البجلي عن عبد الكريم أبى أمية عن مجاهد عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "من زار قبر أبويه أو احدهما فى كل جمعة غفر له وكتب برا

Rasulullah SAW bersabda, “barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Adapun mengenai pahala haji yang disediakan oleh Allah SWT kepada mereka yang menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar RA.  

أنبأنا إسماعيل بن أحمد أنبأنا حمزة أنبأنا أبو أحمد بن عدى حدثنا أحمد بن حفص السعدى حدثنا إبراهيم بن موسى حدثنا خاقان السعدى حدثنا أبو مقاتل السمرقندى عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من زار قبر أبيه أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم حتى يموت زارت الملائكة قبره

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya.”

Akan tetapi perlu diingat ada juga hadits yang menjelaskan tentang peziarah untuk kaum hawa dalam ziarah makam keluarga.

Hukum ziarah bagi seorang muslimah dimakam keluarga adalah makruh.

Karena ada perasaan lemah dari seorang wanita. Dan kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, baper hingga menangis di kuburan. Itulah yang dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam.

Seperti yang termaktub dalam kitab I’anatut Thalibin.

Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.  

(قوله فتكره) أي الزيارة لأنها مظنة لطلب بكائهن ورفع أصواتهن لما فيهن من رقة القلب وكثرة الجزع

Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa.

Dari keterangan diatas, bisa kita simpulkan bahwa berziarah kubur menjelang ramadan dan idul fitri adalah sebuah tradisi sesuai syar'i. Sangat baik untuk dilakukan dan dilestarikan karena tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Mengajak keluarga besar, saudara termasuk anak-anak, ponakan beserta para cucu, tidak saja untuk mengenalkan dan menginformasikan jalur nasab, keturunannya. Tetapi ziarah kubur (nyekar) ini bisa menjadi sarana tarbiyah keimanan seseorang. Sebagai sarana mengingat akan kematian, dan menebalkan iman, meyakini akan adanya alam selanjutnya yakni alam kubur dan kehidupan akhirat setelah manusia meninggalkan dunia ini.

Wallahu a'lam bi showab.

Penulis adalah  Ketua PC Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh An-Nahdliyyah (MATAN) Bandar Lampung/ Sekretaris MWC NU Sukarame


Editor:

Warta Terbaru