Lockdown: Antara Pasar dan Masjid
Oleh: Ahmad Sukandi, M.H.I (*
PERKEMBANGAN pencegahan penularan wabah Covid-19 sampai saat ini belum menemukan hasil yang membaik. Bahkan angka penularan semakin bertambah. Oleh karena itu, di beberapa daerah telah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) guna mencegah dan memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19.
Dan yang menjadi sasaran utama PSBB adalah segala bentuk kegiatan perkumpulan manusia yang dapat dengan mudah menyebarnya wabah Covid-19. Salah satu tempat yang sering dijadikan kegiatan perkumpulan manusia adalah pasar, mall, sekolah, kampus, warung-warung makan, café, dan tempat ibadah seperti Masjid, Gereja, Pura, Vihara dan Li Tang.
Pasar adalah salah satu tempat yang paling banyak berkumpulnya manusia sebagai tempat jual beli dan ladang pencaharian kehidupan manusia sehari-hari. Ssedangkan tempat ibadah seperti masjid adalah tempat beribadah umat Islam dalam memenuhi kebutuhan rohani dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT yang waktu berkumpulnya manusia tidak selama sebagaimana orang-orang berkumpul di pasar.
Kementrian Agama telah menerbitkan surat edaran tentang panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H di tengah pandemi yang bertujuan memberikan panduan beribadah agar tetap sesuai ajaran Islam, sekaligus mencegah penyebaran serta melindungi masyarakat muslim dari resiko Covid-19.
Tidak hanya Kemenag yang membuat surat edaran, ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta Majelis Ulama Indonesia dan juga MUI Propinsi Lampung pun membuat maklumat agar beribadah di rumah selama pandemi.
Mengamati perdebatan di tengah masyarakat, baik melalui media eletronik, media sosial, maupun secara langsung dengan masyarakat seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat, masih banyak yang mempermasalahkan tentang surat edaran panduan beribadah Ramadhan untuk beribadah di rumah masing-masing, dengan alasan pasar masih banyak yang buka dan melakukan transaksi jual beli, sedangkan ibadah di masjid koq tidak boleh atau dilarang.
Menyamakan pasar dengan masjid sangat tidak dapat dibenarkan karena yang menjadi alasan hukum (illat al-Hukm) adalah perkumpulan, maka dimanapun tempatnya yang menjadi kegiatan perkumpulan manusia sehingga dapat menyebabkan penularan wabah Covid-19 hukumnya dilarang.
Dalam sebuah kaidah fiqh disebutkan “Al-Hukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman” artinya : Hukum berputar beserta illatnya (alasan) ada dan tiadanya hukum.
Surat edaran atau maklumat yang telah dikeluarkan tentang panduan ibadah Ramadhan di rumah masing-masing (tidak di masjid) itu mencakup larangan berkumpul di pasar, dan itu dapat diterima oleh akal sehat bahwa kalau masjid yang jumlah manusia yang berkumpul tidak sebanyak dan tidak selama seperti berkumpulnya manusia di pasar saja dilarang apalagi berkumpulnya di pasar jauh lebih dilarang dari pada di masjid.
Dalam Ilmu Ushul dikenal metode mafhum muwaqah fahwal khitab yaitu yang dipahami (larangan berkumpul di pasar) ternyata jauh lebih besar hukumnya dari yang diucapkan (di masjid). Wallahu ‘Alam bi Shawab.
(* Penulis adalah Wakil Syuriah PCNU Bandar Lampung
Terpopuler
1
Tata Cara dan Doa Lengkap Menyembelih Hewan Kurban
2
Lafal Takbiran Idul Adha dan Waktu Membacanya
3
Ini 6 Amalan Sunnah pada Hari Raya Idul Adha, 6 Juni 2025
4
Khutbah Jumat: Semua Manusia Sederajat di Hari Raya Kurban
5
Hukum Kurban dengan Hewan Betina
6
Keutamaan Hari Tasyrik dan Amalan yang Dapat Dilakukan
Terkini
Lihat Semua