Warta

Kiai Zahrie, Ketua PWNU yang juga Pejuang Kemerdekaan

Rabu, 12 Juni 2019 | 17:56 WIB

KH Zahrie adalah salah seorang tokoh yang turut mendirikan dan membesarkan organisasi NU di Lampung.  Beliau adalah ketua PWNU Lampung yang masa  baktinya paling lama, yaitu tahun 1967 hingga 1983. KH Muhammad Zahrie sudah masuk dalam kepengurusan Ranting Gunung Meraksa, Pulau Panggung, pada kisaran tahun 1937.  NU memang begitu kental di tubuh KH Zahrie. Pada tahun tersebut, KH Zahrie mengikuti kursus organisasi dan administrasi NU. Menurut salah seorang puteranya, Ahmad Harisudin Zamas, Kiai Zahrie dikenal sebagai orang yang berani dan tegas. Jika berkaitan dengan prinsip, dia akan melawan siapa pun. Namun jika terkait dengan kemanusiaan dan agama, sang ayah menjadi amat lembut dan damai. Beliau suka berbagi ilmu. Di kalangan pengurus NU di Pulau Jawa, Zahrie dikenal dengan sebutan Kiai Sumatera. Zahrie memiliki perawakan agak gemuk, tinggi sekitar 160 cm, kulitnya kuning bersih. Gaya bicaranya kalem tapi tegas. Tutur katanya lembut. Bila sedang menyampaikan pidato amat mempesona, gaya bicaranya keras terarah, dan tidak menggunakan bahasa-bahasa tinggi sehingga mudah dimengerti orang lain. Dikisahkan oleh abah  Sayuti, mantan ketua cabang NU Pagelaran semasa Kiai Zahrie menjadi ketua PWNU, beliau adalah orang yang cinta pendidikan, karena latar belakangnya adalah guru agama. Tak heran bila kemudian beliau mendirikan pondok pesantren yang masih eksis sampai sekarang, yaitu Pesantren Modern NU (Pemnu) di Talang Padang. Dia juga pernah mendirikan Rumah Sakit Bersalin. Tapi zaman dulu, tenaga kesehatan sangat sulit. Bidan tidak  ada, dokter langka, sehingga rumah sakit bersalin-nya harus ditutup. Pada masa Zahrie, organisasi NU yang kala itu menjadi Partai NU, berjalan dengan baik. Lembaga-lembaga yang ada,  badan otonom seperti Ansor, Fatayat, Muslimat, semua eksis dan kompak dalam menguatkan paham Alhasunnah wal jamaah dan mengutamakan peningkatan akidah. Kiai Zahrie memang bukan orang baru di NU, ketika dirinya terpilih menjadi ketua PWNU Lampung. Kiprahnya di organisasi NU tidak diragukan lagi. Pada tahun 1937-1950 beliau adalah presiden Kring (istilah Ranting pada saat itu) NU Tanjung Begelung/ Komisaris NU anak cabang Talang Padang. Lalu setelah kemerdekaan Indonesia, beliau menjadi ketua cabang NU Talang Padang (1950-1962), dan menjadi Ketua II NU Sumatera Selatan, yang sekaligus merangkap sebagai ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif  NU Sumatera Selatan ( 1962-1964). Ketika itu Lampung masih tergabung dalam provinsi Sumatera Selatan, sehingga NU di Lampung kepengurusan di tingkat wilayahnya berada di  Sumatera Selatan. KH Zahrie lahir di  Way Panas, Talang Padang, 20 Juni 1919. Dari pernikahannya dengan H. Masnoen, lahirlah 11 orang putera dan puteri. Mereka adalah Drs. Ahmad Hariri Zamas, Siti Rohayah, Siti Nazifah Zamas. KH. Ahmad Syafruddin Zamas, Dra. Hj. Siti Masroyah Zamas, KH. Ahmad Wahid Zamas, Ahmad Aminuddin Zamas, Siti Masrifah Zamas, Ahmad Hidayatullah Zamas, Ahmad Harisuddin Zamas, dan Siti Masniyati Zamas. Pada tahun 1931 beliau menamatkan Volkaschool dan Vervolgascholl, sekaligus. Lalu menimba ilmu di pesantren dan tamat pada tahun 1936. Beliau pernah kursus guru pada tahun 1957. Pada saat peristiwa pemberontakan PKI, banyak warga NU yang menjadi korban.  PBNU menunjuk KH Zahrie menjadi Ketua Friont Pembebasan Pancasila untuk wilayah Lampung. Mereka banyak menangkap orang-orang yang diduga bergabung dalam PKI. Bagi yang ditangkap, dibawa ke pondok dan diperlakukan dengan baik, tidak dianiaya, seperti banyak cerita yang beredar.  Bahkan ikut membantu sebagai tukang untuk membangun renovasi pondok pesantren. Karir politiknya pernah menjadi  Anggota DPRD Kabupaten Lampung Selatan (1958-1965), Anggota DPRD Lampung (1965-1976), Anggota DPR GR (1971-1976), dan Anggota DPR/MPR RI (1977-1982). Sebagai seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat, sang kiai juga adalah seorang pejuang. Beliau pernah menjadi polisi tentara di bawah pimpinan Letnan Kgs Zainuddin Hamzah (1947-1949), Anggota Komandan Bukit Barisan Rebang (BBR) Singo Kosiong di bawah pimpinan Kapten Munzir/Opsir Suwarno (1949-1950), Penerangan RI Daerah Komanda (Dakan) sektor 27 Gubarea  di bawah pimpinan Kapten Surbu Bustam(1949-1950). Beliau juga pernah menjadi  Ketua Legion Veteran Ranting Talang Padang (1953-1958). Kemudian sejak tahun 1965 hingga akhir hayatnya, KH Zahrie adalah Ketua Front Pancasila Provinsi Lampung. Kiai Zahrie menjadi ketua PWNU Lampung hingga akhir hayatnya, pada tahun 1983. Diceritakan oleh Harisuddin, seusai rapat NU pada tanggal 17 Mei 1983 sekitar pukul 00.30, yang agendanya hendak menemui Gubernur waktu itu, Yasir Hadi Broto,  KH Zahrie tiba-tiba mengalami masalah pada tubuhnya, yang diduga serangan jantung.  Haris yang sudah terlelap, dibangunkan oleh ibunya. Dia sempat menduga ibunya hendak meminta untuk berberes rumah usai dipakai rapat pengurus. Namu rupanya sang ibu meminta agar Haris mendampingi ayahnya. Ketika itu Haris melihat ayahnya sudah mulai lemah. Haris meminta ayahnya membaca Laillahaillallah. Ayahnya lalu berkata, “Salah Ris. Yang benar, Subhanallah, walhamdulillah walailla haillalahu akbar.” Kiai  Zahrie melanjutkan,  jika ada apa-apa malam ini jangan menangis. Sampaikan itu pada semua. Sang ayah lalu berkata, bahwa beliau  punya simpanan uang Rp 350, yang merupakan  uang NU, yang harus diserahkan pada pengurus lainnya. Harisudin menuturkan, setelah meninggalnya KH Zahrie sempat ada kevakuman pengurus PWNU di Lampung selama sekitar tiga tahun. Apalagi saat itu, bermunculan banyak kelompok dalam tubuh organisasi. (Ila Fadilasari/ Safwanto)