• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 7 Mei 2024

Warta

Imunitas Politik Kebangsaan

Imunitas Politik Kebangsaan

Imunitas Politik Kebangsaan

Oleh: Ust. Abdul Azis M.Pd.I *)

DALAM rentang sejarah panggung peradaban umat manusia, setiap rezim yang berkuasa, apapun cara dan bentuknya selalu memikirkan bagaimana kekuasaan itu bisa bertahan dan diterima oleh publik dengan legitimasi yang kuat, sehingga bisa menjaga institusi negara dalam situasi stabil dan pemerintahan dijalankan dengan efektif, walau harus dengan melemahkan unsur kekuatan oposisi dan membangun pencitraan yang baik.

Tentu pihak oposisi tidak akan tinggal diam. Dinamika politik adalah keniscayaan dalam alam demokrasi. Inilah logika rezim penguasa dari waktu ke waktu. Apakah salah? Tentu saja tidak. Sah-sah saja, sepanjang tidak mengorbankan tujuan berbangsa dan bernegara, yang kemudian populer dengan istilah "Politik Kebangsaan".

Secara sederhana, politik bisa diartikan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kebangsaan (berasal dari kata bangsa) adalah merujuk pada entitas makhluk hidup yang memiliki kesamaan universal. Jadi, politik kebangsaan bisa diartikan sebagai "Suatu cara bersama untuk mencapai tujuan berbangsa".

Maknanya menjadi sangat simetris dengan "Nasionalisme". Politik kebangsaan adalah cara dan tujuannya, sedangkan nasionalisme adalah landasannya.

Ragam corak keberbedaan, mulai dari warna kulit, bahasa, etnis, budaya, ras, agama, ego, kelompok, partai politik, organisasi, dan kepentingan lainnya seharusnya luruh dan dikalahkan oleh kepentingan strategis nasionalisme dan politik kebangsaan, yang menjadi titik temu kekitaan sebagai sebuah bangsa.

Para pendiri Bangsa Indonesia telah mengajarkan banyak hal tentang politik kebangsaan ini. Bagaimana para ulama Indonesia yang duduk di BPUPKI dan PPKI melapangkan hati untuk bersepakat menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi akomodasi terhadap aspirasi agama minoritas, demi meraih tujuan berbangsa dan bernegara.

Politik praktis jangka pendek hari ini, sebagai ritual demokrasi lima tahunan untuk merekrut, memproses dan melahirkan para pemimpin pemerintahan di negeri ini, potensial menabrak bahkan mengorbankan nasionalisme dan politik kebangsaan. Politik praktis hari ini membelah rakyat, mengelompokkan masyarakat dalam kotak-kotak warna yang pengap dan sempit, menegaskan politik identitas kekitaan dan kemerekaan.

‘Orang kita - orang mereka, minna - minhum, kelompok kita - kelompok mereka, ashabul yamin - ashhabus syimal, kita – mereka’. Membelah lalu mengelompok dengan membangun pagar doktrin dan rumah ego kebenaran.

Politik Kebangsaan kita sedang diuji imunitasnya.

*) Wakil Ketua PCNU Bandar Lampung/Sekreataris MUI Kota Bandar Lampung


Editor:

Warta Terbaru